Rekan Baru

Waktu telah berlalu sejak langit Benua Tengah diguncang oleh pertempuran yang menggema di seluruh penjuru dunia. Hari di mana lima kaisar dan tujuh raja besar bersatu, membentuk formasi surgawi untuk membinasakan satu pemuda… namun justru tersungkur di hadapan dua Kaisar Agung yang turun langsung dari langit utara.

Hari itu menjadi batas antara dunia lama dan dunia yang sedang berubah.

Setelah kematian Kaisar Zhongwen Zhaode oleh tangan Ming Rui, Kekaisaran Zhongwen dilanda krisis. Perpecahan dalam keluarga kekaisaran segera terjadi. Putra mahkota, Zhongwen Kai, yang masih berusia 47 tahun, segera mendeklarasikan hak atas takhta, namun dua pangeran yang lebih tua—masing-masing telah mencapai usia lanjut dan memiliki faksi kuat di wilayah barat dan selatan kekaisaran—menolak menyerah.

Konflik politik pun berubah menjadi pertempuran terbuka. Perwira kekaisaran saling menjatuhkan di lorong-lorong istana, kultivator dari fraksi yang berbeda saling serang di tempat ibadah. Kekaisaran Zhongwen, yang selama berabad-abad menjadi pilar dunia, kini terbelah dan kehilangan pengaruhnya di mata dunia luar.

Sementara itu, keempat kekaisaran lain yang juga terlibat dalam insiden itu—Han, Tianwu, Meng, dan Xuantian—tak luput dari dampaknya. Rong Fan, Kaisar Agung Badai Merah, menjatuhkan sanksi politik dan spiritual. Dukungan dari Pagoda Api Emas dihentikan. Jalur perdagangan energi spiritual diputus. Penjagaan gerbang teleportasi utama diperketat. Setiap gerakan para kaisar kini diawasi oleh utusan langsung dari Sayap Kebebasan.

Tujuh raja besar yang menjadi bagian dalam formasi Penjara Langit Beku juga tak luput dari hukuman. Dalam waktu singkat, mereka semua dilengserkan dari wilayah masing-masing. Beberapa menghilang secara misterius. Beberapa lainnya dikabarkan menyerahkan kekuasaan mereka secara diam-diam demi menghindari kejaran utusan Sayap Kebebasan dan Pagoda Api Emas.

Namun di balik semua itu, ada satu perubahan yang lebih dalam dari sekadar politik atau strategi: nama Zhang Wei kini menjadi pusat perhatian seluruh dunia.

Bukan lagi sekadar nama pendekar muda dari wilayah timur. Bukan lagi pemuda misterius yang tak dikenal asal-usulnya. Ia kini disebut sebagai sosok yang memaksa lima kaisar dan tujuh raja untuk bertekuk lutut. Sebagai pemuda yang bertahan di tengah tekanan formasi surgawi dan tetap berdiri, meski darahnya mengalir tanpa henti.

Seluruh dunia kini mengenal namanya. Para tetua sekte kuno membicarakannya dalam doa-doa mereka. Para pelatih dari sekte-sekte kecil menggunakan namanya untuk mendidik murid mereka tentang tekad. Dan para bangsawan mulai menggoyahkan aliansi lama mereka karena satu nama: Zhang Wei.

Namun, di balik keagungannya yang kini tak lagi diperdebatkan, satu hal tetap tersembunyi dari mata dunia.

Tujuan sejatinya.

Alasan kenapa ia mengumpulkan sembilan bahan langka yang mengguncang dunia spiritual. Tujuan dari perjalanan yang ia tempuh dengan nyawa di ujung pedang. Dan yang paling penting—siapa yang tertidur di dalam pedang kelabu itu, yang bisikannya hanya bisa didengar oleh Zhang Wei dan dua Kaisar Agung yang kini menjadi pelindungnya.

Dunia hanya melihat permukaan.

Tapi di balik permukaan itu, badai yang jauh lebih besar tengah mengumpulkan dirinya… perlahan.

***

ZRAAAAKKK——!!!

Dentuman berat mengguncang pelataran giok ungu Istana Sayap Kebebasan. Tanah retak dalam pola melingkar seolah dilanda hantaman petir surgawi. Angin laut tersayat oleh desingan serangan qi, menciptakan suara melengking yang menyayat gendang telinga.

Satu sosok berdiri di tengah pusaran itu, tak bergerak sedikit pun sejak awal dimulainya pertarungan.

Zhang Wei. Mata kelabunya seakan membekukan ruang dan waktu, seolah semua gerakan di sekelilingnya telah dibaca bahkan sebelum dipikirkan.

WUUUUMMM——!!

Sebuah bayangan meluncur dari sisi kiri, nyaris tanpa suara. Bayangan itu mengayunkan pedang ramping yang diselubungi aura hitam kebiruan. Tapi sebelum ujung bilah itu menyentuh pakaian Zhang Wei, ia sudah mengangkat tangan kirinya.

TAK!

Pukulan ringan seperti menepis dedaunan, namun suara ledakannya justru seperti dua logam bertabrakan. Bayangan itu terpental mundur, terhuyung, tapi tidak jatuh.

“Ilusimu hanya bekerja pada lawan yang ragu,” ucap Zhang Wei tanpa melihat ke belakang.

Satu kilatan emas kemudian meluncur dari atas—dua cakram berputar yang meledakkan udara di sepanjang lintasannya, membelah langit seperti bulan sabit ganda. Suara putarannya mencicit tinggi.

Sret—clangg!

Zhang Wei menoleh sedikit. Cakram pertama dibelokkan oleh tekanan qi kelabu di sekeliling tubuhnya. Cakram kedua tertangkap dengan dua jari, terhenti total.

“Jika kau menunggu setengah tarikan napas lebih lama, mereka akan masuk ke dalam titik buta,” katanya pelan. “Tapi kau tergesa.”

BRAAAKKK——!!!

Serangan berikutnya datang dari bawah. Tanah meledak saat sosok besar menerobos lantai, tinjunya menghantam ke arah perut Zhang Wei seperti meteor.

Kekuatan itu cukup untuk meruntuhkan seluruh menara pertahanan biasa.

Namun—

TAP!

Zhang Wei menggeser satu kaki ke samping. Tinju itu meleset seujung rambut, dan sebelum sosok besar itu bisa menariknya kembali, satu siku menghantam tulang dadanya dengan cepat.

BOOM!!

Tubuh besar itu terpental ke belakang sejauh lima tombak dan menghantam dinding pelataran.

Zhang Wei berbalik, namun belum sempat berbicara—

Suiiinnnggg——!!!

Empat belas panah spiritual meluncur dari berbagai sudut, membentuk formasi penutup yang menargetkan titik vital dari seluruh tubuhnya. Panah-panah itu berdesing, membawa tekanan yang menusuk kesadaran.

Zhang Wei menatap ke langit.

“Serangan kejutan yang bagus… tapi—terlalu banyak keraguan.”

WUUUUSSSHHHH——!!

Aura kelabu meledak ke luar seperti pusaran raksasa, memutar angin, membelokkan semua panah, lalu menghancurkannya di udara menjadi hujan cahaya.

Hening.

Asap tipis menyelimuti pelataran yang penuh retakan.

Empat sosok berdiri terpisah, tubuh mereka menunjukkan tanda-tanda kelelahan dan luka kecil, namun mata mereka penuh hormat.

Zhang Wei melangkah maju.

“Nona Ruo,” ucapnya menatap sosok wanita berkerudung yang baru saja menyerang pertama kali. “Kau mengandalkan ilusi bayangan. Tapi refleksmu masih tergantung pada persepsi musuh. Belajarlah dari arah seranganmu sendiri, bukan arah tatapannya.”

Wanita itu menunduk. Usianya tiga puluh tiga, kultivasi Martial Ancestor bintang satu. Pembunuh bayangan yang dulu dikenal di kalangan bawah dunia hitam, kini berdiri sebagai salah satu ujung tombak Sayap Kebebasan.

“Fei Yuan,” lanjut Zhang Wei, menatap pria bertubuh ramping dengan mata tajam dan rambut perak yang diikat ke belakang. “Kau terlalu cepat melepas cakrammu. Padahal angin ada di pihakmu.”

Fei Yuan tersenyum masam. “Aku tidak menyangka, bahkan arah udara pun bisa kau kendalikan.”

Usianya tiga puluh empat, kultivasi Martial Ancestor bintang tiga, pakar teknik angin dan ruang. Dulu pernah melawan seluruh anggota istana bayangan hanya untuk menyelamatkan satu bocah biasa. Kini… ia berdiri di bawah panji Zhang Wei.

“Shen Dou,” ucapnya, memutar tubuh ke arah pria berotot besar dengan bekas memar di dada. “Tenagamu luar biasa. Tapi kau melupakan satu hal.”

Pria itu mengangkat alis. “Apa?”

“Tubuhmu terlalu keras… hingga setiap langkahmu bersuara seperti lonceng perang. Aku sudah tahu seranganmu datang bahkan sebelum tanah retak.”

Shen Dou tertawa kecil, lalu membungkuk. Usianya tiga puluh lima, Martial Ancestor bintang satu, ahli tinju logam dan elemen bumi. Dikenal sebagai "Tembok Hidup" dari utara.

Terakhir, Zhang Wei menatap ke langit.

“Yan Zhuan. Kau ahli panah spiritual… tapi terlalu banyak mempertimbangkan faktor eksternal. Jika panahmu ragu, maka jiwamu belum lurus.”

Pria bersenjata busur panjang itu menghela napas. “Tuan Muda, suatu hari aku ingin mengalahkanmu dengan satu panah.”

“Kurasa kau butuh sepuluh ribu tahun sampai hari itu tiba,” canda Zhang Wei.

Yan Zhuan, usia tiga puluh enam, Martial Ancestor bintang lima. Mantan penegak langit dari wilayah timur yang memilih keluar demi prinsip. Ia adalah mata tajam pasukan inti ini.

Zhang Wei menoleh ke seluruh pelataran. Kabut kelabu mulai surut, dan angin laut menyapu sisa panas dari latihan brutal itu.

“Mulai besok, latihan akan disesuaikan dengan ritme yang lebih teratur. Tidak akan ada lagi percobaan… hanya kesiapan.”

Keempatnya menunduk.

“Tuan Muda… kami siap.”

Zhang Wei mengangguk sekali. Langkahnya kemudian meninggalkan pelataran, menyisakan empat bayangan yang menatap punggungnya seperti menyaksikan arah mata angin.

Dan di kejauhan, laut tak berangin yang gelap seperti kedalaman pikiran manusia… masih menanti tanpa suara.

Terpopuler

Comments

Jenar Mahesa

Jenar Mahesa

pilihan diksi kalimat dalam novel ini sangat sy apresiasi. seolah kita hidup diatas bayang2 pelakon, menjadikan novel ini hidup

2025-07-10

2

sie ucup

sie ucup

terimakasih udah ngelanjutin ceritanya Thor,semngat,secangkir kopi buatmu

2025-07-10

1

4wied

4wied

penuturan author itu yang bikin aura cerita ini makin berisi....lanjutkan thor

2025-07-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!