Sinar mentari mulai panas, menunjukkan cahaya nya lebih banyak. Pengendara sesekali melintasi Kimi menciptakan udara cemar yang berdebu. Ia masih dengan napasnya yang tersengal, sementara peluh membanjiri kening nya. Kakinya terasa lelah mendorong motornya, hingga langkah nya mulai melambat.
Kimi ingin menyerah, dan meminta bantuan temannya untuk menjemputnya. Namun urung, membayangkan ide rumit itu. Atau ia meminta bantuan pada pria dibelakang nya saja. Yang sedari tadi masih membuntuti nya itu. Tidak! Itu ide paling buruk.
Ia masih memikirkan caranya, ketika Arkan berhenti didepan dan berjalan kearah nya. "Kamu bawa motor saya. Biar saya dorong motor kamu, biar cepat!" Ucap Arkan yang menurut Kimi seperti memaksa.
Tidak bisa menafikan, Kimi memerlukan bantuan itu. Ego Kimi masih tinggi, memintanya menolak. Andai bukan Karena langkahnya yang pendek-pendek itu. Ia pasti sudah sampai bengkel dari tadi.
Tetapi respon tubuhnya memintanya untuk mengangguk saat itu, menurunkan sedikit harga dirinya.
Kimi tiba lebih dulu. Disana tertulis 'Berkat bengkel motor' di sebuah spanduk. Ia menghela napas beberapa kali sampai tiba kedatangan pria yang sedang ditunggu nya itu.
"Bang! Ganti ban dalam!" Seru Arkan pada pria gempal disana yang mengacung kan jempolnya.
"Aah... siap!" Jawab pria gempal itu dengan segera memperbaiki ban motornya.
Kimi menatap punggung Arkan yang berdiri tidak jauh darinya. Arkana terlihat terlibat percakapan dengan pria gempal yang terlihat energik itu, hingga sesekali membuat Arkan tertawa.
"Cewek lo, Bung?" Tanya pria gempal itu seraya menunjuknya dengan dagu. Mungkin pria itu menyadari ia yang terus menatap ke arah Arkan.
Arkan menoleh sekilas padanya, "Bukan, Bang. Anaknya teman bokap,"
"Bukan mahram, itu. Masih bisa lah, Bung. Dijadiin istri." Canda pria gempal itu dengan tawa membahana. Alisnya di naik turunkan menggoda Arkan yang memaksakan tawanya sembari memegang telinganya nya dengan gekstur tidak nyaman.
Kimi jelas memberengut, alisnya saling tertaut. Dalam hati ia memaki pria gempal itu.
"Becanda, Neng. Disini ada motto nya, noh!" Tunjuk pria itu pada sebuah banner didalam bengkel nya.
Disana tertulis 'Jangan serius- serius. Karena, hidup sukanya ngajakin bercanda'.
"Iya kan, Neng?" Tanya pria gempal itu lagi, yang Kimi balas dengan senyum sekilas.
Kimi tidak tahu bahwa senyumnya itu tidak luput dari pandangan Arkana, meski hanya sekilas.
Matahari masih terasa terik, padahal waktu ashar hampir tiba. Hal itu tidak mengurangi semangat Kimi dari aktivitasnya. Ia melebarkan senyumnya menyambut seorang gadis cantik dengan rambut kepang dua.
"Selamat datang di Cake Castle." Sapa Kimi di balik meja kasir.
Gadis beramput kepang dua itu tersenyum kaku membalasnya.
"Mau *order* untuk *dine in* atau *take away*, Kak?" Tanya Kimi lagi.
"*Dine ini*, aja."
"Oke!"
Kimi mulai menjelaskan beberapa menu varian kue manis yang menjadi andalan toko, *best seller*, serta *signature* mereka. Gadis berambut kepang dua itu menopang dagunya sembari mengamati kue manis yang berjajar di etalase.
"*Fudgy Brownies*" Putus gadis itu.
"Siap." Ujar Kimi.
Kimi menatap jam tangan yang melingkari penggelangan tangan kirinya. Ketika sayup-sayup suara adzan ashar terdengar, membuat Kimi melepaskan apron yang ia kenakan.
"Maudy! Bagas! Aku tinggal bentaran, yah." Ucap nya pada kedua temannya yang juga berjaga di toko kuenya.
"Oke, Kim." Jawab mereka kompak.
Kimi berjalan ke ruang pribadi di area istirahat karyawan. Dan mulai menjalankan kewajiban nya disana. Kimi bukanlah seorang muslim yang taat, ia hanya melaksanakan kewajibannya nya disetiap ada kesempatan. Jika tidak, ia akan membiarkan nya terlewat begitu saja.
Kimi mengingat janji temu nya sore ini, dengan seorang pria yang ia kenali selama satu tahun belakangan. Seorang pria yang memberinya alasan untuk mengenakan kerudungnya saat ini, meski masih lepas pasang.
Kimi segera keluar dari area itu dan menemui Maudy dan Bagas yang sibuk melayani pembeli.
"Aku pulang duluan, deh. Ada hal yang harus aku selesaikan." Ucap Kimi.
"Okelah. Ati-ati, yah." Jawab Maudy disela kesibukannya.
Kimi melajukan kendaraan melewati jalanan yang cukup padat itu. Ia menutup kaca helm nya saat debu bertebaran ketika sebuah truk melintasi nya.
Saat sudah tiba ditempat tujuan nya, Kimi memarkir kan motornya dipekarangan Masjid Hidayah. Matanya dengan cepat menemukan sosok yang di carinya diantara anak-anak yang berkerumun di dekat lelaki itu.
"Assalamualaikum." Sapa Kimi setelah melepas sepatu Sneakersnya diteras Masjid.
"Wa'alaikumussalam...." Jawab mereka serempak.
Kimi melangkah kan kakinya masuk ke dalam Masjid. "Mau setoran hafalan, Mas." Ucap Kimi pada Ehsan, lelaki yang membuatnya menerbitkan senyuman.
"Sebentar, yah. Selesain punya mereka dulu." Jawab Ehsan sembari melanjutkan mengajar anak-anak lain mengaji.
Kimi mengangguk, ia memilih duduk dibelakang punggung lelaki itu. Menatapnya lebih lama, dengan jarak yang membuat mereka tidak bersinggungan langsung.
Mungkin benar. Salah satu alasannya menolak perjodohan dari papanya adalah karena lelaki ini, Ehsan. Yang selalu membuatnya merasa nyaman, tanpa harus takut tertinggal.
Kimi mendengarkan lantunan ayat Alquran yang terucap dari bibir Ehsan ketika pria itu mengoreksi bacaan dari, Aliya. Salah satu anak yang Kimi tahu namanya. Kimi masih sibuk mengagumi suara itu, ketika Ehsan akhirnya berucap, membuyar kan lamunan nya.
"Sekarang giliran kamu, Azahra. " ucap Ehsan dengan menyebut nama belakangnya. Ia ingat ketika pria itu mengatakan bila ia menyukai nama belakang Kimi. Hingga membuat Ehsan memutuskan untuk menyebut nama belakang Kimi saat bicara dengannya.
"Sudah sampai mana, hafalan nya?"
"Surah Al Buruj." Jawab Kimi. Ia kemudian memulai membaca ayat pertama setelah membaca ta'awudz terlebih dahulu.
"Was-samā'i żātil-burūj"
"Wal-yaumil ma'ūd."
Lantunan ayat suci itu terus terucap dari bibir Kimi, meski Samar-samar suara anak-anak bermain memenuhi pelantaran Masjid. Kimi melanjutkan nya dengan khusyuk hingga ia mengakhirinya dengan bacaan tashdiq.
"Shadaqallahul 'Azim"
Ehsan tersenyum,"Bagus, Zahra." Ucapnya tulus.
Kimi bisa melihat mata Ehsan yang membentuk bulan sabit ketika tersenyum, membuatnya juga ikut menarik kedua sudut bibirnya.
"Makasih, Mas." Ucapnya masih dengan senyuman.
"Sama-sama, Zahra."
Kimi menceritakan banyak hal ketika mereka keluar dari Masjid Hidayah. Sebagian Anak-anak sudah pulang lebih dulu, sementara yang lainnya masih bermain dipekarangan Masjid.
Ehsan lebih banyak diam dan hanya menjawab seperlunya. Membuat Kimi merasa lebih didengarkan. Hingga sebuah pertanyaan itu terlintas di kepala nya.
"Salah yah, Mas. Kalau menolak keinginan orang tua?" Tanya Kimi.
Ehsan menghentikan langkahnya demi mendengar pertanyaan dari Kimi. Ia berbalik, menatap sekilas pada Kimi yang berjalan mengekorinya.
Pertanyaan Kimi tidak memiliki kejelasan lebih, membuat Ehsan menghela napasnya demi menyadari Kimi yang kembali diam, terlihat enggan menjelaskan alasan dari pertanyaan nya.
"Tidak salah, Zahra. Jika keinginan itu hanya menimbulkan kemudharatan dan bertentangan dengan syariat islam. Tolak lah dengan cara yang baik"
"Bagaimana, kalau keinginan itu. Suatu hal yang baik?."
"Ambillah, kalau menurutmu itu baik. Tapi, jika hal itu tidak kamu inginkan. Tolaklah dengan santun, bicarakan dengan lemah lembut. Dan berikanlah penjelasan dengan baik. Tanpa harus menyakiti perasaan orang tua, mu. Azahra."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Kesini
kimi mah itu bukan jodoh mu! jodoh mu adalah Jung ba reum
2025-06-20
0
Asrar Atma
orangtua kimi dengar ceramah aja /Shame/
2025-06-21
0