Bab 4

Suasana di dalam ruangan karaoke itu penuh dengan bau alkohol, asap rokok, dan sisa pesta yang berantakan. Lampu warna-warni berkelap-kelip, namun nuansa gelap dan mencekam begitu terasa.

"Kau... Beraninya sekali memukulku. Aku akan memberitahu Mama," ketus Mike sambil memegang kepalanya yang mulai berlumuran darah. Matanya menyipit penuh amarah dan ancaman, namun sorot ketakutannya tidak bisa disembunyikan.

Celine berdiri dengan tubuh gemetar, bukan karena takut, tapi karena amarah yang sudah lama dipendamnya kini meledak tak terbendung. Tangannya bergetar saat meraih satu lagi botol kosong yang berserakan di atas meja.

"Menjadi anak manja dan selalu menyusahkanku..." Suaranya bergetar namun tegas. "Hidupku sudah hancur karenamu. Aku diam saja selama ini... rela menjadi mesin uang." Matanya berkilat, napasnya memburu menahan emosi. "Tapi... karena kau telah menyentuh sahabat terbaikku... aku tidak bisa lagi diam."

Air mata mengalir di pipinya yang memerah karena emosi. Ia mengangkat botol itu tinggi-tinggi.

"Walau aku harus mati, aku juga ingin membawamu bersama!"

Brak!

Botol itu menghantam kepala Mike dengan keras. Darah segar mengucur semakin deras dari luka di pelipisnya.

"Aahh!!" Jeritan Mike menggema di ruangan itu, membuat dentuman musik terdengar bagai jauh. Tubuhnya ambruk di lantai, tergeletak tidak berdaya. Rasa sakit membuatnya mengerang pelan, namun matanya masih menatap penuh dendam.

Di luar pintu, Wallace berdiri membisu. Sorot matanya tajam dan gelap, menyaksikan aksi gadis itu.

"Kau... Kalau bukan kami yang menampungmu... mana mungkin kau bisa hidup hingga sekarang," desis Mike pelan, napasnya tersengal-sengal. Kalimatnya penuh ejekan meski nyawanya sendiri sudah setengah melayang.

Celine terisak. Tangannya bergetar, memegang botol pecah yang berlumuran darah.

"Kalau aku diberi kesempatan... aku lebih rela tidak dilahirkan. Dan tidak diadopsi oleh kalian..." Suaranya pecah, penuh luka. "Di saat kau menjualku pada dua pria menjijikkan itu... aku sudah tidak mau meneruskan hidupku."

Air matanya jatuh bercucuran, menetes di lantai penuh pecahan kaca.

"Tapi... masih tidak cukup bagimu... sehingga kau mengusik orang yang tidak bersalah..."

"Ternyata Mike Lin sangat keterlaluan... bahkan adik sendiri juga dijual," ucap Nico pelan, penuh kekesalan, berdiri di samping Wallace.

Beberapa pria berbadan kekar dengan kemeja warna-warni masuk ke lorong, mendekati ruangan. Tatapan mereka penuh niat jahat.

"Gadis itu ada di sana! Cepat bawa dia pergi sesuai perintah Kakak Mike!" perintah salah satu dari mereka sambil menunjuk ruangan tempat Celine berada.

Namun langkah mereka terhenti. Di lorong gelap itu berdiri beberapa anggota Wallace, mengenakan jas hitam rapi, wajah mereka dingin dan penuh ancaman.

"Kalian siapa?" tanya salah satu anak buah Mike, mulai merasa curiga.

"Kalian anak buah Mike Lin?" balas Nico, tatapannya tajam bagai pisau.

"Iya. Semua orang mengenal kami. Dan kalian, kenapa menghadang jalan kami?" jawab salah satu dari mereka penuh arogansi.

"Apa tujuan Mike Lin kali ini?" tanya Nico lagi, nadanya tenang namun mengandung bahaya.

"Itu urusan kami. Kalian tidak berhak ikut campur!" sahut mereka dengan congkaknya.

Nico melirik Wallace, yang masih diam tanpa sepatah kata. Hanya anggukan kecil yang menjadi isyarat.

"Tidak perlu membuang waktu," suara Wallace akhirnya terdengar, dingin dan mematikan. "Beri mereka pelajaran. Malam ini, tidak ada yang bisa keluar hidup-hidup."

"Baik, Tuan!" jawab Nico mantap.

Brak!

Suara keras pintu didobrak. Celine tersentak, tubuhnya berbalik cepat. Matanya membelalak saat melihat dua pria terlempar masuk ke ruangan, tubuh mereka meringkuk kesakitan.

Dari balik pintu, Wallace melangkah masuk dengan tenang. Tatapannya menusuk seperti belati, langsung menatap Celine tanpa berkedip. Kesan dingin dan tak tersentuh membuat suasana terasa semakin menekan.

Jantung Celine berdebar kencang. Napasnya memburu. Perasaan bercampur aduk; takut, lega, sekaligus hancur.

"Tuan Huang..." bisiknya lirih.

Namun Wallace hanya menatapnya sekilas, kemudian memindahkan pandangannya ke arah Mike yang masih terkapar penuh darah.

"Bawa dia pergi. Jangan biarkan dia mati dengan mudah," perintahnya datar, tanpa emosi.

Beberapa anggota Wallace segera bergerak. Mike diseret kasar, tubuhnya bergeser meninggalkan jejak darah di lantai. Di luar ruangan, suara perkelahian semakin bising. Anak buah Mike dihajar hingga babak belur oleh orang-orang Wallace.

Wallace berbalik, hendak meninggalkan ruangan. Langkahnya tenang, seolah semua kekacauan ini hanyalah rutinitas biasa baginya.

Celine ingin bergerak, ingin menghentikannya, ingin mengatakan sesuatu. Tangan lemahnya terangkat setengah, ingin meraih pria itu, ingin menahan sosok yang selama ini diam-diam mengisi hatinya.

Namun... ia berhenti.

"Celine, pria ini tidak bisa kamu sentuh... dirimu sekarang sudah ternoda. Dan tidak layak lagi untuk mencintainya..." batin Celine lirih, penuh luka. Perlahan ia turunkan tangannya, membiarkan Wallace pergi tanpa kata, membawa sebagian hatinya bersamanya

Tubuh Celine akhirnya tak sanggup lagi bertahan. Perlahan ia terjatuh, tubuhnya tergeletak lemah di lantai dingin berlumur pecahan kaca dan darah.

Brughh!

Suara tubuhnya jatuh menggema di ruangan yang kini dipenuhi aroma besi darah. Wallace yang hampir melangkah pergi, langsung menghentikan langkahnya. Telinganya tajam menangkap suara itu, dan detik berikutnya, matanya menangkap pemandangan yang membuat dadanya berdesir aneh—gadis itu tergeletak dengan bibir mulai menghitam, dan darah mengalir deras dari sudut mulutnya.

"Celine Lin!" serunya dengan nada yang berbeda, penuh keterkejutan dan emosi yang jarang sekali keluar dari pria dingin seperti dirinya.

Dengan langkah cepat, Wallace menghampiri dan langsung mengangkat tubuh gadis itu ke dalam dekapannya. Tubuh Celine terasa begitu ringan, begitu rapuh.

"Tuan..." lirih Celine, suara lemah di antara napas tersengal. Matanya berkaca-kaca, air mata mengalir pelan di pipi pucatnya.

"Maafkan aku..." ucapnya lirih, penuh sesal. "Aku berjanji... aku tidak akan menemui Mark lagi... dia satu-satunya sahabat terbaikku..."

Wallace terdiam sejenak, tatapannya dalam menelusuri wajah gadis itu.

Tiba-tiba tangannya menyentuh darah di sudut bibir Celine—warna darahnya kehitaman. Matanya menyipit penuh amarah.

"Kau... minum racun?" tanyanya.

Namun Celine sudah tidak kuat lagi. Kelopak matanya perlahan menutup, napasnya makin pelan... dan akhirnya tubuhnya sepenuhnya terkulai tak sadarkan diri dalam pelukan Wallace.

Terpopuler

Comments

Nabil abshor

Nabil abshor

😭😭😭😭😭😭😭😭 novel apa ini,,,,, novel apa,,,, baru 4 bab udah bikin deg²an,,,,

2025-06-18

1

Bu Kus

Bu Kus

nyesek bangat sih bikin mewek aja

2025-07-02

0

yuning

yuning

tegang,haru, sedih

2025-06-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!