Tak Perlu Khawatir

"Anna... "

"Ya, Nek."

"Mmmmm. Pria tua tadi... tamu yang datang tadi siang..." Badriah berhenti sebentar, lidahnya terasa kelu untuk melanjutkan.

"Ya...?" Anna penasaran.

"lelaki itu.... adalah kakekmu."

Tubuh Anna bagai disengat listrik mendengar kabar itu.

Hening.

"Tidak!" Anna menggeleng. Rasa sedih yang baru saja ia rasakan menguap berganti amarah. Bukan amarah kepada Badriah, tapi kepada pria tua itu! "Tidak, Nek. Nenek bohong! Anna sudah tidak punya kakek! Kakek sudah meninggal." Emosi Anna memuncak.

Anna tidak ingat kenapa ia sangat benci mendengar tentang keluarga ayahnya. Yang jelas, hingga umurnya menginjak 21 tahun saat ini, ia sama sekali tidak pernah mengenal apalagi mendapatkan kasih sayang dari keluarga ayahnya.

Kakek? Kakek dari Hongkong! Bullshit!

"Tolong jangan bahas lagi tentang orang itu, Nek!" Anna pun berdiri dari tempat duduknya, tidak mau mendengar omong kosong tentang kakek. Ia pun berlari ke kamar dan menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur.

Bilang saja Anna bodoh, kekanak-kanakan atau apa pun, gadis itu tak peduli. Ia benci keluarga ayahnya itu. Ia benci kakek. Kemana orang itu saat hidup Anna dan keluarga luntang-lantung tak tahu arah? Kemana orang itu saat Anna kehilangan ayah ibu dan harus bergantung kepada nenek yang juga seorang janda.

Kini setelah ia bisa mandiri dan dapat pekerjaan, tiba-tiba orang itu datang?! Buat apa?!

Badriah menggigit bibir sementara setetes air mata kembali bergulir di pipi keriputnya. Dengan langkah pelan Badriah menyusul Anna ke kamarnya.

Kriieet...

Badriah menyeret sebuah kursi kayu yang biasa Anna gunakan di meja belajar ke dekat kepala Anna.

"Kamu sedih karna khawatir sama operasi nenek atau karna kakekmu itu?" tanya Badriah sambil mengusap lembut puncak kepala Anna.

Anna merasa ucapan nenek menghujam jantungnya.

Hik. Hik. Isakan Anna kembali terdengar.

"Apaan sih, Nenek! Hik," Anna bangun sambil mengelap matanya, memeluk sang nenek. Ia telah salah karena berperilaku seperti tadi.

"Maafkan Anna, Nek!" ia tersadar kelakuannya meninggalkan nenek sendirian di dapur tadi telah menyakiti hati sang nenek. Ia bereaksi lebih kacau mendengar tentang kakeknya ketimbang sakit yang diderita neneknya.

Badriah mengusap punggung Anna sambil mengangguk. "Iya. Iya. Nenek paham yang kamu rasakan, Anna."

"Nenek jahat! Kenapa nenek ga bilang-bilang kalau lagi sakit dan pernah dirawat di rumah sakit?" Anna melepas pelukan setelah perasaan nya mulai stabil. "Kenapa nenek malah bergantung sama ibunya Tony daripada Anna yang katanya cucu kesayangan nenek ini?!" ceracau Anna.

"Apaan sih. Hilang cantikmu memberengut kayak itu!" Badriah mengusap sisa air mata di sudut mata Anna.

"Salah nenek sendiri!" tuduh Anna.

"Iya. Iya. Nenek yang salah. Maafkan nenek, Anna!" Badriah mengangguk-angguk.

"Bu-bukan gitu juga maksud Anna Nek," Anna merasa bersalah karena neneknya meminta maaf seperti itu. "Ah. Sudahlah. Pokoknya Anna kecewa sama nenek!" Anna manyun.

"Hehe. Malah ngambek!" Badriah mencubit dagu Anna. "Nenek mau beres-beres buat ke Rumah Sakit besok. Kamu mau bantuin apa enggak?!" todong Badriah.

Anna terdiam. Belum selesai rasanya ia melepaskan perasaan mengganjal di dadanya. Ia masih belum menerima berita-berita yang disampaikan neneknya barusan. Tapi apa boleh buat.

"Ya udah deh! Sini Anna bantuin!" Anna pun berdiri, berlalu menuju kamar Badriah. Badriah tersenyum, kemudian mengeluarkan sepucuk surat dari dalam kantongnya, lalu meletakkan di dalam kantong boneka yang menjadi teman tidur Anna.

" Jangan lupa kunci pintu belakang!"

"Iya, Nek!"

"Kamarmu juga, tuh! Kunci yang bener!"

"Iya... nenek ku!"

"Gas udah dicopot belum? Mana tau sampai berhari-hari nanti di Rumah Sakit!"

"Udah dicopot, Neeek!" Anna geregetan. Sejak matahari terbit tadi hingga menjelang pukul delapan ini, sang nenek nyinyirnya minta ampun. "Anna lihat Tony dulu deh! Janjinya pagi, ini udah hampir jam delapan belum nongol-nongol juga!"

Daripada harus menghadapi nyiyiran sang nenek, lebih baik ia ke rumah sebelah, mencari Tony.

"Udah beres, Nek?"

Belum lagi Anna beranjak posisi, Tony sudah muncul di depan pintu.

"Nah. Tu dia anaknya, Nek. Baru juga diomongin!"

"Udah nungguin, ya?! Maaf Nek, tadi ngisi angin ban dulu. Mobilnya Pak Mamat udah lama ga dibawa jalan, jadi bannya kurang angin dikit." Tony masuk membantu membawakan barang bawaan Badriah yang sudah ditumpuk di satu tempat.

Tony memang diminta untuk mengantar Badriah dan Anna. Karena mereka sama-sama tidak punya mobil, namun Tony sudah biasa nyetir, maka Badriah menyewa mobil salah satu tetangga mereka dan meminta Tony untuk menyetir ke Rumah Sakit.

"Anna duduk di depan aja sama Tony, biar Nenek sama Nimas di belakang," ucap Badriah saat Anna membukakan pintu di samping supir buat dirinya.

Tony tersenyum, senang saat Badriah memberikan kesempatan buat duduk berdekatan dengan Anna. Ia pun melihat Badriah juga melempar senyum ke arah Nimas, ibu Tony. Lampu hijau nih! pikir Tony.

Anna sempat melihat senyum itu, namun tidak memikirkan apa-apa. Ia pun menuntun neneknya menaiki mobil dan menutup pintu saat neneknya telah duduk.

"Iya, Nek. Anna kunci dulu pintunya!" potong Anna saat melihat neneknya akan bicara dan disambut senyum oleh neneknya itu. Ia pun memastikan jendela depan terkunci, lalu mengunci pintu rumah itu.

"Kita berangkat, ya!" seru Tony saat semua barang sudah naik dan semua penumpang duduk di tempat masing-masing.

"Demi nenek Badriah, menjadi muda lagi! Let's Go!!" sorak Anna yang disambut tawa oleh semua orang.

Tony pun melajukan kendaraan nya meninggalkan desa di kota kecil itu, sementara Badriah mulai merasakan perasaan syahdu tak menentu. Dalam diam, Badriah memandangi areal persawahan serta bukit-bukit yang menjadi latar belakang pemandangan yang selalu dilihatnya setiap hari.

Entah mengapa, Badriah merasa bahwa hari ini adalah hari terakhirnya menikmati pemandangan itu. Di puncak bukit, diantara awan-awan kumulus, Badriah seperti menyaksikan mendiang suami serta putri tercintanya tersenyum lalu mengulurkan tangan seperti menyambut kedatangan dirinya untuk bergabung bersama mereka.

***

Anna duduk di ruang tunggu di depan ruang cathlab, tempat nenek nya menerima prosedur pemasangan cincin di pembuluh darah jantung. Ini adalah hari kedua mereka di rumah sakit, setelah hari pertama masuk kemarin melakukan semua persiapan untuk pelaksanaan prosedur tersebut.

"Ga usah khawatir... nenek bakalan baik-baik aja!" ini sudah kesekian kalinya Tony mengucapkan hal yang sama kepada Anna. Hari ini hanya Tony yang datang untuk menemani gadis itu.

"Iya. Gue tau!" respon Anna kesal.

"Apaan, sih! Noh liat sendiri kan? Kemarin juga banyak yang pasang cincin baik-baik aja!" Tony tau bahwa Anna sangat gelisah dan terlihat makin gelisah saat ternyata nenek Anna memerlukan waktu lebih lama dari waktu yang diperkirakan oleh dokter.

"Iyya Tony. Gue tau!" Anna belum bisa tenang. Bagaimana tidak, beberapa kali Anna harus ke apotik untuk mengambilkan obat yang tiba-tiba katanya diperlukan oleh neneknya. Kemudian beberapa kali terlihat petugas keluar masuk ruangan dengan tergesa. Anna kan jadi parno!

Tony yang tadinya duduk sedikit jauh dari Anna mendekat ke arah Anna, memijat bahu Anna yang terlihat tegang.

"Keluarga Bu Badriah!"

Anna langsung berdiri. "Ya. Saya, sus!"

"Operasinya berhasil, dan Bu Badriah sudah bisa dipindahkan ke ruang CVCU!"

"Syukurlah!" Anna seakan mendapatkan berita terbaik hari ini. Tubuhnya terasa lemas, lalu memeluk Tony yang ikut berdiri di sampingnya. "Syukurlah nenek baik-baik saja, ya Ton"

Tony membalas pelukan Anna. "Iya..."

Episodes
1 Siapa yang datang?
2 Kakek Tua yang Menyebalkan
3 Nyeri Dada Badriah
4 Kegelisahan Wirautama
5 Tak Perlu Khawatir
6 Pertemuan (Tak) Sengaja
7 Tangis Pilu Anna
8 Kejadian Masa Lalu
9 Kisah yang dilupakan
10 Pertemuan Kembali
11 Karyawan Baru
12 Target Bully
13 William yang (tidak) Tenang
14 Satu diantara Dua Pilihan
15 Suka-suka saya, dong!
16 Apa-apa, Apa?
17 Mencari Alasan
18 Menandai Buruan
19 Daniel Utama Wijaya
20 Mata-mata
21 Missed Me?
22 Anak Baru Jangan Sok!
23 Kabar Bahagia
24 Menang Sebelum Bertanding
25 Bukan Nyari Perhatian
26 Kecelakaan di Arena Estafet
27 Mulai saat ini
28 Semua Akan Berjalan Sesuai Rencana
29 Kebelet
30 Sepakat
31 Model cantik itu
32 Serangan Bertubi
33 Si Pengkhianat
34 Perawat dan Petugas Keamanan
35 Hasil Pemeriksaan Dokter
36 Hal yang Sudah Ditentukan
37 Hal yang Sudah Ditentukan
38 Kamar Sultan
39 Kepalang Tanggung
40 Deep Talk
41 Kedatangan Tony dan Ibunya
42 Sampai Waktu yang Tepat
43 Tom and Jerry
44 Tetangga yang Mengganggu
45 Langkah Progresif Adi Wijaya
46 Perjalan Luar Kota Pertama
47 Moment tak Terduga
48 Menelusuri Jejak
49 Langkah Pertama Menuju Kebenaran
50 Konfrontasi Berbahaya
51 Kesempatan untuk Semua
52 Hasrat yang Menggantung
53 Intrik
54 Titik Balik di Meja Rapat
55 Kejutan yang Membuat Jantung Berdebar
56 Malam Pertama
57 Gempar di Atas Laut, Bergema di Darat
58 Clarissa Morgan
59 Ayah, Anak, dan Luka yang Tak Selesai
60 Sorotan di Bawah Lensa Dunia
61 Gelombang yang Membalik Arah
62 Rekonsiliasi Hati
63 Langkah Bayangan
64 Titik Terang
65 Penyelamatan
66 Pengakuan
67 Rencana Besar
68 Janji yang Terhenti di Tengah Jalan
69 Leon Martens
70 Bertemu Tanpa Nama
71 Bermalam
72 Cemburu
73 Yang Tidak Bisa Diungkap
74 Saat Bahaya Mengungkap Segalanya
75 Pelukan dan Pengakuan
76 Pertarungan dimulai
77 Keamanan Alvaro
78 Perang Terbuka
79 Menghancurkan Sistem
80 Kejatuhan Daniel
81 Akhir yang Bahagia
Episodes

Updated 81 Episodes

1
Siapa yang datang?
2
Kakek Tua yang Menyebalkan
3
Nyeri Dada Badriah
4
Kegelisahan Wirautama
5
Tak Perlu Khawatir
6
Pertemuan (Tak) Sengaja
7
Tangis Pilu Anna
8
Kejadian Masa Lalu
9
Kisah yang dilupakan
10
Pertemuan Kembali
11
Karyawan Baru
12
Target Bully
13
William yang (tidak) Tenang
14
Satu diantara Dua Pilihan
15
Suka-suka saya, dong!
16
Apa-apa, Apa?
17
Mencari Alasan
18
Menandai Buruan
19
Daniel Utama Wijaya
20
Mata-mata
21
Missed Me?
22
Anak Baru Jangan Sok!
23
Kabar Bahagia
24
Menang Sebelum Bertanding
25
Bukan Nyari Perhatian
26
Kecelakaan di Arena Estafet
27
Mulai saat ini
28
Semua Akan Berjalan Sesuai Rencana
29
Kebelet
30
Sepakat
31
Model cantik itu
32
Serangan Bertubi
33
Si Pengkhianat
34
Perawat dan Petugas Keamanan
35
Hasil Pemeriksaan Dokter
36
Hal yang Sudah Ditentukan
37
Hal yang Sudah Ditentukan
38
Kamar Sultan
39
Kepalang Tanggung
40
Deep Talk
41
Kedatangan Tony dan Ibunya
42
Sampai Waktu yang Tepat
43
Tom and Jerry
44
Tetangga yang Mengganggu
45
Langkah Progresif Adi Wijaya
46
Perjalan Luar Kota Pertama
47
Moment tak Terduga
48
Menelusuri Jejak
49
Langkah Pertama Menuju Kebenaran
50
Konfrontasi Berbahaya
51
Kesempatan untuk Semua
52
Hasrat yang Menggantung
53
Intrik
54
Titik Balik di Meja Rapat
55
Kejutan yang Membuat Jantung Berdebar
56
Malam Pertama
57
Gempar di Atas Laut, Bergema di Darat
58
Clarissa Morgan
59
Ayah, Anak, dan Luka yang Tak Selesai
60
Sorotan di Bawah Lensa Dunia
61
Gelombang yang Membalik Arah
62
Rekonsiliasi Hati
63
Langkah Bayangan
64
Titik Terang
65
Penyelamatan
66
Pengakuan
67
Rencana Besar
68
Janji yang Terhenti di Tengah Jalan
69
Leon Martens
70
Bertemu Tanpa Nama
71
Bermalam
72
Cemburu
73
Yang Tidak Bisa Diungkap
74
Saat Bahaya Mengungkap Segalanya
75
Pelukan dan Pengakuan
76
Pertarungan dimulai
77
Keamanan Alvaro
78
Perang Terbuka
79
Menghancurkan Sistem
80
Kejatuhan Daniel
81
Akhir yang Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!