Tamparan sekali lagi mendarat di pipi kiri Rere, darah segar kembali mengalir dari tepi bibir Rere.
"Jangan ngelawan lagi dong sayang…aku udah capek nih main lari-larian…!" Kata Ben. Ada nada mengancam di sana.
Ben memandang buah dada Rere. Lalu dia meraih rok abu-abu Rere. Rere pun berusaha menghindar, tetapi pegangan Sam sungguh kuat sehingga dia tidak bisa mengelak lagi. Dengan kasar Ben merobek rok Rere dari bawah ke atas. Belahan panjang terobek tepat di tengah-tengahnya sehingga memperlihatkan celana dalam hitam Rere. Kaki Rere yang jenjang pun ikut terpamerkan seperti dada dan perutnya. Kembali Ben mengoyak rok abu-abu Rere, kali ini tempatnya di sisi kiri yang dapat memperlihatkan paha Rere yang putih mulus. Rere sekarang merasa bahwa sekarang seragamnya tidak bisa melindunginya dari ketelanjangan. Tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Say bagus banget sih bodynya…"Seru Dave tiba-tiba mendekat dan memegang buah dada kiri Rere yang menggantung indah meskipun masih tertutup pembungkusnya.
"Iya ya… si Albie bener-bener pinter pilih cewek" Sam ternyata mengambil kesempatan memegang buah dada Rere yang sebelah kanannya. Tetap Rere tidak menangis dalam keadaan seperti ini.
Dirinya sudah hampir telanjang. Pipinya panas, pelipisnya perih, perut dan hatinya sakit memikirkan kenapa Albie dan Ika bisa sejahat itu padanya.
Tunggu, apa jangan-jangan Lola juga terlibat?!.
Ga gak mungkin, memang apa salahnya sampai-sampai dia harus menerima perlakuan seperti ini.
Karna Albie? Karna Albie yang lebih menyukai dirinya di banding Lola atau karna yang lain? Lalu Ika? Apa salah dia sama Ika.
Sungguh kepala Rere terasa akan pecah saat ini, pertanyaan pertanyaan kembali menyerang pikirannya dan mulai mendominasi tubuhnya.
Tidak Rere tidak selemah itu, memang apa salahnya!.
Lalu Ben mendekat. Dia mendekatkan tangan kanannya ke tubuh Rere. Rere langsung memejamkan mata, mengira Ben akan menamparnya lagi. Dia sudah tidak tahan lagi dengan tamparan Ben. Tetapi ternyata Rere salah terka. Ben meletakan tangannya di kemaluan Rere yang masih terbungkus celana berbahan silk tipis yang mempesona.
"Re… masih perawan ga??" tanya Ben sambil mengelus kemaluan Rere. Rere terdiam. Dia merasa pertanyaan itu tidak untuk di jawab. Lalu Ben menampar Rere lagi. Lalu menjambak rambutnya dengan tangan kirinya membuat kepala Rere menengadah sementara tangan kanan Ben masih meraba benda kehormatan Rere.
“Jawab say!” kata Ben dengan nada tetap halus. Rere bingung kenapa orang seperti Ben bisa berbuat kasar tetapi berkata halus. Hal itu membuat Rere semakin panik.
"I iii iiya…!" jawab Rere gemetar.
Rasa takut menghinggapi, air mata mulai membasahi pipinya, sebenarnya apa salahnya dan siapa sebenarnya mereka ini.
Mereka bahkan masih memakai baju seragam sekolah tapi kenapa mereka berani melakukan ini di lingkungan sekolah dan melakukan sesuatu kepada pak somad.
Rere pikir mereka pasti bukan orang sembarangan, terlihat dari wajah dan postur tubuh mereka yang bersih dan terawat pasti Mereka berasal dari kalangan keluarga berada, jika bukan karna uang lalu apa yang mereka inginkan.
Rere bahkan tidak pernah bertemu dengan mereka , lalu sebenarnya apa tujuan mereka melakukan ini.
"SHIT!!" serapah Ben sambil melepas pegangannya menjauh dari Rere.
Ben meremas rambut kepalanya frustasi.
"Tunggu.." Ben memundurkan langkahnya kakinya menjauh dari Rere membuat teman-teman nya mengernyit kan alisnya kebingungan.
Why...
"Kenapa bro? bukannya harusnya kita seneng?" timpal Zack bingung melihat Ben.
"Bukan gitu Zack!!! Perjanjiannya, kalau dia udah engga perawan lagi kita boleh make. Tapi kalo masih, kita gak boleh make dia" Terang Ben mencoba menjelaskan.
"Kenapa gitu?! Kok perjanjiannya tolol banget!" timpal Dave yang juga kecewa dengan keputusan Ben.
"Itu udah kontraknya sama dia!! Orang yang nyuruh kita itu gak mau ngambil keperawanan Rere. Tapi kalo emang udah enggak baru kita bisa make dia!" Terang Ben lagi.
Rere yang mendengar itu merasakan petir yang menghantam tubuhnya, jadi benar ada yang nyuruh mereka! Jadi ini bukan mimpi!.
"What the hell… I’ll fuck her! We’ve been this far!!" seru Dave kembali.
"No way bro… that’s the deal!!" Ben berseru.
"Fuck the deal!!. I’m still gonna fuck this girl..!!" Sam nampaknya tak mau ketinggalan argumentasi.
Hal ini memberikan kesempatan pada Rere untuk mencari celah melarikan diri. Dengan mengerahkan seluruh tenaganya Rere menghentakkan kakinya lagi menginjak kaki Sam yang menguncinya. Sam pun terkejut kesakitan pada telapak kaki kanannya yang di injak Rere. Sam melepaskan pegangannya, sejurus kemudian Rere kembali berlari. Dia terus berlari menuju gerbang depan. Atau mungkin dia akan bersembunyi ke dalam salah satu kelas. Terus sembunyi sampai ada kesempatan untuk menuju gerbang depan walaupun sampai malam.
Seragam Rere yang sudah robek parah berkibar di belakang mengiringi pelariannya. Rere masih tidak berani menengok ke belakang. Lalu dia melihat satu kelas yang pintunya terbuka. Rere masuk ke kelas itu dan langsung menutup pintunya.
Tetapi sebelum pintu tertutup, seseorang mendorong keras dari luar membuka pintu dan pintu itu terjeblak keras terbuka menghantam wajah Rere. Rere kembali terjatuh.
Lalu dia melihat Ben berada di bingkai pintu. Rupanya dia berhasil mengejar Rere, dan ketika Rere menutup pintu, dengan kasar Ben mendorong pintu itu sehingga Rere yang berada di baliknya terhantam keras tepat mengenai hidungnya. Dengan sadar dia meraba hidungnya. “Sakit…“ Katanya dalam hati. Setetes darah berhasil menempel di buku jari telunjuk Rere. Hidungnya sepertinya patah.
Rere merasa panas dan sakit yang teramat dalam di hidungnya. Masih dalam posisi terduduk jatuh. Dengan murka Ben menarik Rere bangkit dari lantai keras dan menhempaskan tubuh Rere ke meja terdekat.
Kembali perut Rere menghantam tepi meja. Ini lebih sakit dari tamparan-tamparan di pipi yang diberikan Ben tadi. Rere terhuyung jatuh ke bawah. Perutnya terasa berat dan mual. Rere melingkar tersimpuh menekan perutnya, berusaha menahan rasa sakit yang teramat sangat. Sedetik kemudian dia memuntahkan sesuatu. Tepat didepan matanya, darah segar keluar dari mulutnya yang mungil itu. Rere pun tetap bersimpuh di lantai kelas. Dia tidak sanggup untuk berdiri.
Rere menyeka bibirnya, darah segar tercetak di punggung tangannya, sakit... Hanya itu yang dia pikirkan, pengkhianat itu sejenak terkubur oleh rasa sakit yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
Rere memegangi perutnya, Rere bahkan sudah tidak peduli lagi dengan pakaian nya dan bahkan keempat pria itu.
Sakit benar-benar sakit yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Kemudian, Ben menarik dagu Rere yang tertunduk membuat dia menengadah menatap Ben. Dia melihat keempat pemuda itu sudah ada di hadapannya lagi. Ben melihat setitik air mata tercetak di mata Rere. Bukan air mata sedih dan takut yang dikeluarkan Rere. Tetapi air mata menahan sakit di perutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments