Calon menantu kesayangan Bunda

"Bos!" panggil Parjo yang baru datang bersama Mail. Mereka berdua berlari kecil mendekati Azam yang masih berdiri berkacak pinggang di depan dua orang wanita. "Apa yang terjadi, bos?" tanya Parjo, karna di sambungan telepon tadi ia mendengar sahabat lamanya yang seperti sedang bertengkar dengan seseorang.

Azam tak merespon tanya Parjo. Matanya hanya tertuju pada dua orang wanita yang berdiri di depannya.

Parjo dan Mail kaget, ketika mengikuti arah pandangan sahabatnya. "Arumi," sapa Parjo.

Ada urusan apa dia dengan bos? Matilah kalau begini. 

Gadis bernama Arumi itu mengulas senyum, ia memang mengenali suara yang menyapanya barusan.

Azam malah mengerutkan kening memandang kedua sahabatnya. "Kalian kenal dia?"

"Hmm, kenal bos. Di-dia...."

Seketika Mail menyikut lengan Parjo. Sorot matanya memberi isyarat agar sahabatnya itu tidak memberitahukan hal yang sebenarnya.

Semakin berkerut kening Azam memandang mereka berdua yang saling memberi kode lewat pandangan.

"Bang Parjo, Bang Mail. Arumi pulang dulu ya. Arumi mau masak. Sebantar lagi Aril pulang, pasti dia papar." Dengan di papah wanita yang membantunya tadi, Arumi berjalan meninggalkan tiga pemuda itu.

Azam berdecak kesal. "Gara-gara si buta itu! Gue kehilangan jejak bocah tadi!" dengusnya masih belum puas hati.

Parjo dan Mail kembali saling berpandangan. "Bocah? Bocah siapa bos?" tanya Parjo.

"Kalian jangan banyak tanya. Sekarang bantu gue mencari bocah itu! Bawa dia ke hadapan gue! Pergi sekarang!"

Parjo dan Mail kembali berpandangan. Heran dengan sikap sahabat mereka yang semakin tempramental.

"Siapa yang dia maksud?" tanya Parjo berbisik di telinga Mail.

"Ma-mana aku tahu!" balas Mail juga berbisik.

"Kalian tunggu apa lagi? Cepat cari dia!"

Bergelinjak bahu Parjo dan Mail mendengar bentakan itu.

"Iy-iya bos." Segera mereka berdua berpencar memasuki gang yang ada dikiri dan kanan.

"Lu harus ganti kerusakan mobil gue, bocah! Awas saja kalau lu mengelak!" Adam bergumam pelan dengan dada yang masih turun naik.

***

Gelas berisi jus jeruk di ketuk-ketukkan ke meja. Mata elangnya tak lepas memperhatikan dua pemuda yang duduk di hadapannya dengan kepala menunduk.

"Ma-maaf, bos," ucap Parjo pelan. Entah sudah berapa kali kalimat itu ia ucapkan.

"Kalian berdua kenapa sih, masih bodoh aja? Mencari satu anak kecil saja kalian gak bisa!" Azam mengumpat kesal. Gelas di tangan di hempaskan ke meja. Hingga air yang berombak di dalamnya tumpah sebagian. Sebelah tangan memijit kepala yang mulai terasa berdenyut. Efek emosi berlebih.

"Tapi bos, kami kan nggak tahu bocah yang bos maksud." Parjo masih memberanikan diri bersuara, meski ia tahu mood pemuda dihadapannya ini sedang tidak baik.

Mail mengangguk pelan membenarkan yang di katakan sohibnya. Kepala juga diangkat memandang Azam yang tengah memijat kening.

Bola mata Azam bergerak memandang kedua sahabat lamanya. "Tukang parkir, tadi dia memberi arahan saat gue mau memarkir mobil. Dan sekarang, coba kalian lihat mobil gue sampai lecet begitu. Kalau Bokap gue tahu, bisa-bisa gue nggak di izinkan lagi nyetir sendiri. Sekarang gue harus menemukan  tukang parkir itu, menuntut tanggung jawabnya."

Parjo dan Mail kembali berpandangan. Mereka tidak mengerti hubungan tukang parkir dengan bocah yang di maksud sahabatnya itu.

"Kalian kenapa?" tanya Azam heran, melihat kedua sahabatnya malah saling berpandangan.

"Ma-maf, bos. Ka-kami gak ngerti. Hu-hubungan tukang parkir dengan bocah yang bos maksud apa?" tanya Mail yang kalau bicara akan tergagap, apalagi kalau di kagetkan akan melatah parah.

Azam menggeleng lemah. "Ah, sudahlah! Percuma gue cerita sama kalian berdua." Lalu ia bangkit dan berjalan ke arah pintu keluar.

Parjo dan Mail ikut berdiri sebelum pemuda itu semakin jauh.

"Bos! Bos mau kemana?" tanya Parjo sambil berlari kecil mendekati Azam.

Azam menghentikan langkah. Memandang ke dua sahabatnya bergantian. "Pulang," jawabnya singkat.

"Ta-tapi. Minumannya siapa yang bayar, bos?" tanya Mail.

Azam mengerutkan kening sebelum mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam, lalu di ulurkan pada mereka.

Merekah senyum Parjo dan Mail melihat kartu sakti dj tangan sahabatnya. Tanpa membuang waktu, Parjo lansung menyambar kartu tersebut.

"Kembalikan besok!" Setelahnya Azam kembali melanjutkan langkah keluar dari cafe tersebut.

Parjo dan Mail melompat kesenangan.

"Shoping kita, bro!"

"Yoi, Men!"

Ini lah salah satu sifat Azam yang mereka suka. Royal, tidak pernah perhitungan pada mereka berdua. Walaupun sahabatnya itu arogan dan berlidah pedas, tapi dia amatlah setia kawan. Mail masih ingat, waktu ia di buli oleh seniornya ketika masa orientasi di sekolah. Lalu Azam mendatangi pembuli itu, dan menghajar mereka, walau Azam sendiri yang babak belur karna lawan tidak seimbang.

***

Matanya memperhatikan satu persatu piring yang terhidang diatas meja.

"Perfect!" Jam di dinding di liriknya, lalu melangkah keluar untuk memanggil semua keluarganya yang berada di ruang tamu.

Tidak hanya anak-anak dan suaminya saja. Malam ini Ayang juga mengundang Andre-orang tua Airin, untuk membicarakan perjodohan anak-anak mereka. "Hubby, makan malamnya sudah siap," bisik Ayang di sebelah telinga suaminya.

Daniel mengangguk, lalu menoleh pada Andre yang duduk di sebelahnya. "Andre, ayo kita makan dulu," ajaknya seraya berdiri dari duduk.

"I-iya, tuan," balas pria itu masih canggung.

"Airin, ayo." Ayang ikut mengajak gadis yang sudah lama di idamkannya menjadi menantu.

"Azizah, Zahra, tolong panggil Kakak ke kamar. Sekalian panggil juga Abang," perintah Ayang pada kedua putrinya yang berada di sana.

Zahra dan Azizah saling berpandangan sebelum berdiri dari duduk. Sekilas mereka melirik Airin yang seperti sedang mengejek mereka.

"Sebenarnya anak Bunda siapa sih? Kita atau si nenek lampir itu sih?" bisik Zahra pada saudara kembarnya.

"Sshttt! Jangan keras-keras, nanti Bunda dengar," desis Azizah.

"Biarin! Nyebelin, tau!" gerutu Zahra sebelum berdiri dan menghentakkan kakinya menuju ke lantai dua.

Azizah hanya menggeleng melihat saudara kembarnya.

Meski kembar identik dengan wajah yang susah untuk di bedakan. Tapi, sifat mereka berbeda. Zahra lebih emosian, suka ngambekkan dan juga suka bicara ceplas-ceplos, sedangkan Azizah sedikit lebih kalem. Tahi lalat yang berada di bawah mata Zahra pembeda diantara mereka berdua.

"Zahra, tunggu!" Azizah berlari kecil menyusul langkah kembarnya.

Kamar yang mereka tuju pertama kali adalah kamar Azkia. Kakak mereka yang paling bawel. Sekarang ini sangat mudah mereka membedakan antara Azkia dan Azura yang wajahnya juga begitu mirip. Dari potongan gaya rambut mereka yang jauh berbeda. Rambut Azkia hitam bergelombang dengan poni menutup kening. Imut, mirip seperti boneka berbie. Sedangkan Azura, rambutnya hitam lurus tanpa poni.

Setelah memanggil Azkia dan Azura. Mereka berdua pergi ke kamar Abang kesayangan mereka. Walau pun sayang mereka bertepuk sebelah tangan, karna dari kecil abangnya ogah-ogahan mengajak mereka bermain.

Hingga ketika remaja pun, Abang mereka lebih mementingkan bermain dengan teman-teman dari pada bermain dengan mereka. Sesekali mereka pernah diajak, itu pun kalau Bunda mereka yang meminta.

Tok tok tok!

"Abang... Abang... Ooo.... Abang," teriak Zahra dan Azizah sambil mengetuk pintu kamar Azam.

"Percuma kalian teriak. Kamar Abang kalian kan kedap suara. Sudah, kalian masuk aja." Azkia yang baru keluar dari kamar menyela sambil berjalan ke arah tangga.

Zahra dan Azizah saling berpandangan.

"Kira-kira Abang marah gak, Zah?" tanya Zahra.

Azizah mengangkat bahu, tanda ia pun tidak tahu. "Kita buka aja, yuk. Nanti kalau Abang marah. Kita kabur. Gimana?" Azizah memberi usul.

Zahra menjentikkan jari. "Tumben otakmu encer.*

"Emang dulu beku?"

Zahra memutar gagang pintu dan menolaknya perlahan. Mereka sama-sama mendongakkan kepala dari pintu kamar yang hanya terbuka sedikit.

Gelap, tidak ada tampak cahaya. Mereka berdua semakin bergidik ketakutan saat mendengar suara aneh dari dalam kamar.

"Zah, Suara apa itu?"

Episodes
1 Awal
2 Menyambut kepulangan
3 Om?
4 Calon menantu kesayangan Bunda
5 Rencana perjodohan
6 Airin
7 Kenyataan yang tak pernah di ketahui
8 Dinas Sosial
9 Amplop dari Parjo
10 Azam hilang
11 Trik marketing menjual nasi goreng
12 Untung banyak
13 Ongkos ojek
14 Cara meredam emosi istri
15 Laris manis
16 Ingat masa lalu
17 Menepati janji
18 Mau bicara 4 mata
19 Rencana yang tersirat
20 Abang yang aneh
21 Aryo?
22 Saya mau di bawa kemana?
23 Haram-Halal
24 Periksa mata
25 Ikut kencan
26 Dinner
27 Bungkus makanan
28 Bantu ngerjain PR
29 IMURA Caffee
30 Bulliying
31 Pengemis
32 Lonching perdana
33 Promosi
34 Kebanjiran pengunjung
35 Pindah
36 Merepotkan!
37 37
38 Pengumuman penting
39 Ngepen
40 Pingit
41 Ngambek
42 Butik
43 Gak laku
44 Malu malu mau
45 Rencana makan malam
46 Memantapkan niat
47 Kilas kenangan
48 Fitnah
49 Api
50 Rencana
51 Sah
52 Kecewa
53 53 Kakek
54 54 Malam pertama
55 Canggung
56 Sekilas info perpisahan
57 CCTV
58 Gagal lagi minta jatah
59 Rencana Honeymoon
60 Honeymoon
61 (Maber) Mandi bareng
62 Mak bulanan
63 Kawin
64 Di tinggal pergi
65 Bad mood
66 Otak otak
67 Gak bisa tidur
68 Draft
69 Honeymoon lagi
70 Nakal
71 Cemburu
72 Mual
73 Khawatir
74 Udah sembuh?
75 Kurus
76 Guna-guna
77 Pencuri
78 Pengumuman Buku Baru
79 Pindah rumah
80 Pergi
81 Rumah kontrakan
82 Nasehat bijak sang papa
83 Pulang
84 Dzolim
85 Minta maaf
86 Khawatir
87 Gak tau ngasih judul apa
88 Couple ni ye
89 Ketiduran
90 Hamil?
91 Cita cita
92 Soudzon
93 Suami yang sebenarnya
94 Rencana resepsi
95 Toilet Premium
96 Film horor
97 Ngambek
98 Beldalah lagi
99 Peri hutan & Pangeran kodok
100 Jatah jatah dan jatah
101 Preman kampung
102 Cita cita
103 Ngambek tapi masih mau
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Awal
2
Menyambut kepulangan
3
Om?
4
Calon menantu kesayangan Bunda
5
Rencana perjodohan
6
Airin
7
Kenyataan yang tak pernah di ketahui
8
Dinas Sosial
9
Amplop dari Parjo
10
Azam hilang
11
Trik marketing menjual nasi goreng
12
Untung banyak
13
Ongkos ojek
14
Cara meredam emosi istri
15
Laris manis
16
Ingat masa lalu
17
Menepati janji
18
Mau bicara 4 mata
19
Rencana yang tersirat
20
Abang yang aneh
21
Aryo?
22
Saya mau di bawa kemana?
23
Haram-Halal
24
Periksa mata
25
Ikut kencan
26
Dinner
27
Bungkus makanan
28
Bantu ngerjain PR
29
IMURA Caffee
30
Bulliying
31
Pengemis
32
Lonching perdana
33
Promosi
34
Kebanjiran pengunjung
35
Pindah
36
Merepotkan!
37
37
38
Pengumuman penting
39
Ngepen
40
Pingit
41
Ngambek
42
Butik
43
Gak laku
44
Malu malu mau
45
Rencana makan malam
46
Memantapkan niat
47
Kilas kenangan
48
Fitnah
49
Api
50
Rencana
51
Sah
52
Kecewa
53
53 Kakek
54
54 Malam pertama
55
Canggung
56
Sekilas info perpisahan
57
CCTV
58
Gagal lagi minta jatah
59
Rencana Honeymoon
60
Honeymoon
61
(Maber) Mandi bareng
62
Mak bulanan
63
Kawin
64
Di tinggal pergi
65
Bad mood
66
Otak otak
67
Gak bisa tidur
68
Draft
69
Honeymoon lagi
70
Nakal
71
Cemburu
72
Mual
73
Khawatir
74
Udah sembuh?
75
Kurus
76
Guna-guna
77
Pencuri
78
Pengumuman Buku Baru
79
Pindah rumah
80
Pergi
81
Rumah kontrakan
82
Nasehat bijak sang papa
83
Pulang
84
Dzolim
85
Minta maaf
86
Khawatir
87
Gak tau ngasih judul apa
88
Couple ni ye
89
Ketiduran
90
Hamil?
91
Cita cita
92
Soudzon
93
Suami yang sebenarnya
94
Rencana resepsi
95
Toilet Premium
96
Film horor
97
Ngambek
98
Beldalah lagi
99
Peri hutan & Pangeran kodok
100
Jatah jatah dan jatah
101
Preman kampung
102
Cita cita
103
Ngambek tapi masih mau

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!