Om?

"Excuse me Sir. We have arrivad," ujar seorang pramugari pada seorang pemuda yang masih duduk tenang di dalam kabin pesawat. Padahal semua penumpang lain sudah turun semua.

Panahan mata pemuda itu yang tajam mengarah tepat ke arah pramugari, sebelum berdiri dari duduk. Untung saja ia menggunakan kaca mata hitam, jika tidak mungkin sudah ketar-ketir pramugari itu melihat tatapan matanya.

Pemuda Itu berjalan ke arah pintu pesawat tanpa melepas kaca mata hitam yang bertengger di batang hidungnya.

Setelah mengambil koper miliknya, ia menarik koper itu keluar.

"Abang!"

"Ajam!"

Langkahnya terhenti mendengar paduan suara yang meneriaki namanya. Tentu dia ingat sekali siapa yang biasa memanggilnya dengan panggilan seperti itu. Kepalanya berputar mengarah ke suara yang baru saja meneriakinya. Sudut bibirnya sedikit melengkung membentuk senyuman saat melihat wanita-wanita cantik melambaikan tangan padanya, lalu melangkah ke arah sana.

Ayang berlari dan lansung memeluk tubuh pemuda itu.

"Abang. Abang baik-baik aja kan? Bunda kangen banget sama Abang." Suara wanita itu bergetar, meluapkan rasa rindu yang selama lima tahun ini terpendam di hatinya.

Perlahan pemuda itu mengangkat sebelah tangan, membalas pelukan wanita itu mengusap pelan punggungnya.

***

Para pelayan berbaris rapi di luar menyambut kepulangan putra satu-satunya keluarga Van Houten.

Sejak berada di bandara hingga berada di dalam mobil, sampai mereka tiba di rumah, Ayang terus saja memeluk lengan putranya. Hanya di lepaskan saat akan naik dan turun mobil saja.

Tentu saja perlakuan bundanya itu membuat Azam sedikit risih. Walaupun ia juga merindukan bundanya, tapi ia bukan Azam yang dulu, yang senang-senang saja mendapat perhatian lebih dari bundanya.

"Ya Allah, anak Papi." Udin yang memang sejak siang tadi menunggu kepulangan anak angkatnya itu, berlari kecil mendekatinya dan lansung memberikan pelukan. "Makin ganteng aja anak Papi ini," ucapnya setelah melerai pelukan. Kedua belah pipi pemuda itu di cubitnya dengan gemas.

Memerah wajah pemuda itu menahan malu atas perlakuan pria gemulai barusan.

Walau nada suara Udin masih mendayu seperti dulu, tapi pria gemulai itu sekarang sudah menikah. Zuleha nama istrinya, wanita muda yang masih gadis saat ia nikahi.

Tidak hanya Udin saja, yang menunggu kepulangan Azam di rumah mewah itu. Di sana juga ada Dani, Rili dan putra mereka bernama  Arsha.

"Turn off the camera!"

Suara pemuda itu yang lantang membuat suasana yang tadinya penuh suka cita, berubah mencekam seketika. Semua yang ada di sana bukan main kaget mendengar bentakan pemuda itu. Dari dulu sampai sekarang pemuda itu memang pantang sekali dengan kamera.

Zahra yang juga sedang melakukan livestreaming saat itu, cepat-cepat memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Untung saja Abang Azam gak lihat. Kalau gak, bisa habis kamu," bisik Azizah.

Lain hal dengan Dani yang malah mengalihkan bidikan kamera ponselnya ke arah lain tanpa menghentikan rekaman. "Ponsel-ponsel gue, kenapa lu yang sewot? Lagian apa salahnya gue merekam? Lu gak akan sakit atau pun mati!" balasnya sengit. Dari dulu ia dan ponakannya itu memang selalu adu mulut. Tapi hanya sebatas adu mulut. Sama-sama ngeyel dan keras kepala.

"Abang!" Ayang membulatkan mata pada Dani agar saudaranya itu mengalah.

Rili yang berada di sana juga menyuruh suaminya agar mematikan kamera ponsel.

"Sudah sudah, nggak usah di layani Om kamu itu. Sekarang lebih baik kita masuk." Ayang mengapit tangan putranya, lalu membawa masuk ke dalam rumah.

"Huh! Dasar aneh lu!" desis Dani pelan.

"Gagal deh gue dapat video bocah itu. Padahal channel gue ramenya kalau ada dia aja."

"Bik, tolong siapkan makan siang ya?" perintah Ayang. Semua pelayan yang berbaris seketika membubarkan diri untuk melakukan perintah nyonya majikan.

"Abang pasti lapar kan? Ayo kita makan siang dulu," ajak Ayang sambil berjalan menuju ruang makan.

Pemuda itu menghentikan langkah, otomatis langkah Ayang juga terhenti.

"Nanti aja Bunda. Abang mau keluar sebentar. Lagian Abang belum lapar." Sebelah tangannya yang masih diapit Ayang ditarik pelan hingga terlepas.

"Loh, memangnya Abang mau kemana? Baru datang kok sudah mau keluar? Bunda masih kangen sama Abang," rengek Ayang, belum puas hatinya jika berpisah lagi dengan putra kesayangannya itu.

"Bentar aja kok, Bun." Lalu, kaki di ayunkan menuju pintu utama.

"Abang!" teriak Ayang sambil berlari mengejar langkah putranya. Sebelah tangan pemuda itu di pegangnya kuat. "Abang mau kemana?"

"Abang mau ketemu teman. Bentar aja."

"Tapi..."

"Abang janji hanya sebentar," mohonnya.

"Ya sudah, Bunda izinkan. Tapi Abang gak boleh pergi sendiri. Mulai sekarang harus ada sopir yang mengantar kemana pun Abang pergi."

Beberapa saat pemuda itu diam, kemudian tersenyum kecil dan mengangguk tanda setuju.

***

"Stop! Berhenti di sini!" perintah Azam tegas dan jelas pada supir yang tengah mengemudi.

Mobil seketika terhenti. "Ada apa tuan muda? Bukan kah kita mau ke OKY.caffee?" tanya sopir melirik majikannya dari kaca spion.

"Berapa nomor ponsel lu?" Bukannya menjawab tanya sopir tadi, Azam malah meminta nomor ponselnya.

"Buat apa tuan?"

Tanya di balas tanya, membuat Azam semakin geram melihat supir itu.

Kaca mata di lepasnya, menatap tajam pada sopir yang juga tengah memandangnya dari kaca spion.

"Maaf tuan muda," sesal sopir itu. Tak sanggup matanya beradu pandang dengan majikan barunya.

"Cepat! Berikan nomor ponsel lu!"

Tidak ingin membantah lagi, sopir itu pun lansung menyebutkan nomor ponselnya.

Azam mengetikkan nomor yang di sebutkan sopir itu dan menyimpan kontak namanya. Setelahnya ponsel di simpan lagi di dalam saku celana. "Sekarang keluar! Dan jangan pulang dulu! Tunggu sampai gue menghubungi lu. You undarstand!" perintahnya tegas dan jelas.

Sopir itu mengangguk cepat dan lansung keluar dari dalam mobil.

Teringat sesuatu, Azam menurunkan kaca mobil sebelah kiri memanggil kembali sopir tadi. "Tunggu!" teriaknya menghentikan langkah supir yang telah berdiri di tepi jalan.

"Ya, ada apa tuan muda?"

Dompet dalam kantong celana di ambilnya. "Ah, gue kan belum menarik rupiah," gumamnya pelan, melihat di dalam dompet hanya ada lembaran dolar saja.

"Lu ada uang kan? Belikan gue SIM card,  nanti uang lu gue ganti," perintahnya.

"Tapi tuan...."

"Lu gak percaya sama gue?" Beberapa lembar dolar dalam dompet di keluarkan dan di berikan pada sopir tadi. "Nanti lu tukar aja uang itu.

"Ma-maksud saya bukan itu tuan. Tapi saya mau nanya tuan mau SIM card merk apa?"

"Bilang kek dari tadi. Yang biasa lu pakai aja."

"Oh, baiklah. Kalau begitu tunggu sebentar." Bergegas sopir itu berlari membelikan yang di suruh majikannya.

***

"Kalian dimana sekarang?" tanyanya pada seseorang di sambungan telepon. Sepasang matanya sibuk memperhatikan kaca spions, sedang kedua tangannya sibuk memutar stir agar berjalan sesuai arahan dari juru parkir di belakang.

"Terus, terus, mundur! Lagi-lagi! Kiri sedikit! Eh, kanan-kanan!"

Berkerut kening Azam mendengar arahan dari tukang parkir di belakang mobilnya. "Ini bocil sepertinya mau cari ribut sama gue!" dengusnya.

"Kenapa, bos?" Suara itu terdengar dari earphone tanpa kabel yang terhubung pada panggilan suara di ponselnya.

"Gue bukan ngomong sama lu! Sudah, cepat kalian datang kesini!"

Braaak!

"Priiit! Stop!"

Terdengar peluit panjang di belakangnya.

"Bangsat! Sudah nabrak baru lu suruh gue berhenti! Awas lu, setan!" dengusnya berapi-api. Pintu mobil di buka, lalu kaki di hentakkan keluar.

"Bos! Bos kenapa?" Suara earphone yang masih terpasang ditelinga tidak lagi di pedulikannya. Fokusnya kini hanya pada juru parkir yang telah membuat mobilnya menabrak sesuatu.

Naik turun dadanya melihat mobil bagian belakangnya yang penyok karna menabrak tiang listrik.

"Mobil Abang gak ada rem ya?"

Seketika itu kepala Azam berputar kebalakang. menatap seorang bocah laki-laki menggunakan rompi juru parkir dan juga peluit tergantung di lehernya.

"Lu yang bilang mundur kiri-kanan tadi, kan?"

"Ya iya lah, kan aku tukang parkir disini. Nih, Abang lihat sendiri. PARKIR," jawab bocah laki-laki itu sambil menunjuk tulisan di rompinya pada pemuda itu.

Semakin geram saja Azam mendengar anak kecil itu seperti mendikte dirinya. Segera ia mendekati bocah laki-laki itu. Kacamata hitam yang menutup sepasang mata elangnya di buka, ingin menunjukkan pada bocah itu jika saat ini ia sedang marah.

Cukup lama mata elangnya menatap bocah berusia 10 tahun itu. Namun, bocah itu sedikitpun tidak tampak merasa takut.

"Gue gak mau tahu, sekarang juga lu harus ganti kerusakan mobil gue!" Azam mulai membuka suara, mengancam bocah itu.

Tapi bocah itu malah terkikik. "Abang ini aneh. Tadi aku sudah teriak dan meniup peluit keras-keras, menyuruh Abang berhenti. Tapi Abang tetap saja mundur. Sekarang malah menyalahkan aku. Kan aneh?"

"What! Lu bilang apa? Lu nyalahin gue? Eh, yang menyuruh gue mundur-mundur, kan lu. Terus sekarang lu mau nyalahin gue? Pokoknya gue gak mau tahu, lu harus ganti kerusakan mobil gue!"

"Aku gak mau!" Tanpa pikir panjang bocah itu lansung mengambil langkah seribu.

"Eh, bocah! Jangan kabur lu!" Azam pun mulai berlari mengejar bocah itu yang lebih dulu berlari.

"Sampai ke lubang semut akan gue kejar lu!" Kakinya terus berlari mengejar bocah itu masuk ke dalam gang perumahan sempit.

Perlahan kakinya melambat ketika tidak melhat lagi punggung anak kecil tadi.

"Kemana perginya bocah itu?" Pandangannya mengedar mencari sosok bocah yang telah memancing emosinya. Tunjuknya bergerak-gerak ragu memilih antara gang kiri atau kanan, memperkirakan kemana perginya bocahh tadi.

Bruuuk!

Tiba-tiba tubuhnya di tabrak seseorang dari belakang.

"Lu buta ya!" bentaknya pada gadis yang kini telah tersungkur di tanah. Bukannya menolong malah umpatan yang keluar dari mulutnya.

Gadis itu meraba-raba barang-barangnya yang berserak di tanah, memasukkan kembali ke dalam keranjangnya.

"Oiii! Lu dengar gue ngomong nggak!"

"Maaf Abang, saya memang buta."

Azam mendengus. "Apa? Lu bilang apa tadi? Abang? Eh, lu dengar baik-baik ya! Lu itu bukan adik gue, jadi jangan panggil gue Abang!" dengusnya berapi-api, tidak suka dengan panggilan yang di sematkan gadis itu pada dirinya.

"Kalau begitu, sekali lagi saya minta maaf, Om."

"Eh, lu kira gue om om!"

"Arumi!" Seorang wanita paruh baya tergopoh-gopoh berlari mendekati gadis itu dan membantunya berdiri. "Kamu gak apa-apa kan?" tanya wanita itu cemas.

Gadis itu mengulas senyum. "Arumi baik-baik saja, tante. Tadi Arumi gak sengaja menabrak Om ini."

Semakin geram saja Azam mendengar gadis itu kembali memanggilnya om.

Wanita yang membantu gadis itu sedikit kaget melihat pemuda yang berdiri dengan kedua tangan berada di pinggang.

'Dia ini kan putra Pak Daniel? Sombong sekali. Sangar jauh berbeda dengan Ayahnya yang begitu baik dan dermawan.'

"Tuan muda, tolong maafkan ponakan saya. Dia tidak bisa melihat," ucap wanita itu, yang sedikit mengenal keluarga Van Houten.

Terpopuler

Comments

Rafly Rafly

Rafly Rafly

Azam sang pecundang.../Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2025-05-28

1

kalea rizuky

kalea rizuky

pecundang keluarga pencundang semua abis nabrak g cari tau siapa yg di tabrak ayank. egois ibuk tolol

2025-06-03

2

Anto D Cotto

Anto D Cotto

lanjut crazy up Thor

2025-05-28

1

lihat semua
Episodes
1 Awal
2 Menyambut kepulangan
3 Om?
4 Calon menantu kesayangan Bunda
5 Rencana perjodohan
6 Airin
7 Kenyataan yang tak pernah di ketahui
8 Dinas Sosial
9 Amplop dari Parjo
10 Azam hilang
11 Trik marketing menjual nasi goreng
12 Untung banyak
13 Ongkos ojek
14 Cara meredam emosi istri
15 Laris manis
16 Ingat masa lalu
17 Menepati janji
18 Mau bicara 4 mata
19 Rencana yang tersirat
20 Abang yang aneh
21 Aryo?
22 Saya mau di bawa kemana?
23 Haram-Halal
24 Periksa mata
25 Ikut kencan
26 Dinner
27 Bungkus makanan
28 Bantu ngerjain PR
29 IMURA Caffee
30 Bulliying
31 Pengemis
32 Lonching perdana
33 Promosi
34 Kebanjiran pengunjung
35 Pindah
36 Merepotkan!
37 37
38 Pengumuman penting
39 Ngepen
40 Pingit
41 Ngambek
42 Butik
43 Gak laku
44 Malu malu mau
45 Rencana makan malam
46 Memantapkan niat
47 Kilas kenangan
48 Fitnah
49 Api
50 Rencana
51 Sah
52 Kecewa
53 53 Kakek
54 54 Malam pertama
55 Canggung
56 Sekilas info perpisahan
57 CCTV
58 Gagal lagi minta jatah
59 Rencana Honeymoon
60 Honeymoon
61 (Maber) Mandi bareng
62 Mak bulanan
63 Kawin
64 Di tinggal pergi
65 Bad mood
66 Otak otak
67 Gak bisa tidur
68 Draft
69 Honeymoon lagi
70 Nakal
71 Cemburu
72 Mual
73 Khawatir
74 Udah sembuh?
75 Kurus
76 Guna-guna
77 Pencuri
78 Pengumuman Buku Baru
79 Pindah rumah
80 Pergi
81 Rumah kontrakan
82 Nasehat bijak sang papa
83 Pulang
84 Dzolim
85 Minta maaf
86 Khawatir
87 Gak tau ngasih judul apa
88 Couple ni ye
89 Ketiduran
90 Hamil?
91 Cita cita
92 Soudzon
93 Suami yang sebenarnya
94 Rencana resepsi
95 Toilet Premium
96 Film horor
97 Ngambek
98 Beldalah lagi
99 Peri hutan & Pangeran kodok
100 Jatah jatah dan jatah
101 Preman kampung
102 Cita cita
103 Ngambek tapi masih mau
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Awal
2
Menyambut kepulangan
3
Om?
4
Calon menantu kesayangan Bunda
5
Rencana perjodohan
6
Airin
7
Kenyataan yang tak pernah di ketahui
8
Dinas Sosial
9
Amplop dari Parjo
10
Azam hilang
11
Trik marketing menjual nasi goreng
12
Untung banyak
13
Ongkos ojek
14
Cara meredam emosi istri
15
Laris manis
16
Ingat masa lalu
17
Menepati janji
18
Mau bicara 4 mata
19
Rencana yang tersirat
20
Abang yang aneh
21
Aryo?
22
Saya mau di bawa kemana?
23
Haram-Halal
24
Periksa mata
25
Ikut kencan
26
Dinner
27
Bungkus makanan
28
Bantu ngerjain PR
29
IMURA Caffee
30
Bulliying
31
Pengemis
32
Lonching perdana
33
Promosi
34
Kebanjiran pengunjung
35
Pindah
36
Merepotkan!
37
37
38
Pengumuman penting
39
Ngepen
40
Pingit
41
Ngambek
42
Butik
43
Gak laku
44
Malu malu mau
45
Rencana makan malam
46
Memantapkan niat
47
Kilas kenangan
48
Fitnah
49
Api
50
Rencana
51
Sah
52
Kecewa
53
53 Kakek
54
54 Malam pertama
55
Canggung
56
Sekilas info perpisahan
57
CCTV
58
Gagal lagi minta jatah
59
Rencana Honeymoon
60
Honeymoon
61
(Maber) Mandi bareng
62
Mak bulanan
63
Kawin
64
Di tinggal pergi
65
Bad mood
66
Otak otak
67
Gak bisa tidur
68
Draft
69
Honeymoon lagi
70
Nakal
71
Cemburu
72
Mual
73
Khawatir
74
Udah sembuh?
75
Kurus
76
Guna-guna
77
Pencuri
78
Pengumuman Buku Baru
79
Pindah rumah
80
Pergi
81
Rumah kontrakan
82
Nasehat bijak sang papa
83
Pulang
84
Dzolim
85
Minta maaf
86
Khawatir
87
Gak tau ngasih judul apa
88
Couple ni ye
89
Ketiduran
90
Hamil?
91
Cita cita
92
Soudzon
93
Suami yang sebenarnya
94
Rencana resepsi
95
Toilet Premium
96
Film horor
97
Ngambek
98
Beldalah lagi
99
Peri hutan & Pangeran kodok
100
Jatah jatah dan jatah
101
Preman kampung
102
Cita cita
103
Ngambek tapi masih mau

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!