Tapi tidak semua orang
Mau menjadi manusia
Beberapa lebih suka hidup
Dengan cara yang lebih rendah dari binatang
Beberapa tahun lalu ...
"Kenapa kau ikut? Aku hanya akan berbicara dengan mereka. Daripada menghabiskan waktu denganku, sebaiknya kau berlatih lagi," kata Light pada Thunder ketika Thunder berkeras untuk ikut dengannya.
"Aku belum pernah ikut untuk melihatmu berbicara dengan musuh-musuhmu. Bukankah ini bisa menjadi pelajaran untukku juga? Jadi, di masa depan, aku juga bisa berbicara, dan bukan hanya menghajar musuh-musuhku," balas Thunder.
Light tertawa kecil mendengar jawaban adiknya. "Baiklah, tapi kau hanya boleh memperhatikan saja. Dalam situasi seperti ini, kita perlu mengadakan negosiasi. Mereka sudah bertindak terlalu jauh, dan tampaknya, kekerasan sama sekali tak bisa membuat mereka mengerti. Mungkin dengan mengadakan negosiasi ini, mereka setidaknya mau sedikit saja bekerja sama."
Thunder tersenyum puas. "Tapi, mereka orang jahat. Apa mereka benar-benar bisa diajak bernegosiasi?"
"Orang jahat sekalipun, pasti memiliki hati nurani, kan? Teror mereka ini sudah sangat keterlaluan. Sudah ada banyak korban tak bersalah di sini, dan mereka harus tahu itu," urai Light.
Thunder mengangguk-angguk. Kakaknya memang calon ketua klan yang hebat. Tidak hanya jago berkelahi, ia juga pintar berbicara, dan ia masih memiliki hati nurani. Terkadang Thunder berpikir, Light sama sekali tidak cocok di dunia hitam seperti ini. Thunder membayangkan kakaknya itu duduk di kantor perusahaan milik ayah mereka, mengenakan stelan putih, layaknya seorang direktur, lalu seorang sekretaris masuk ke ruangannya, mengantar berkas-berkas. Seperti yang Thunder lihat di kantor ayahnya saat ayahnya bekerja.
Kehidupan nyaman dan aman seperti itu tampak lebih cocok bagi Light. Mungkin suatu hari nanti, jika Thunder sudah cukup kuat, ia akan membagi tugas dengan kakaknya. Ia akan mengurus para mafia, sementara kakaknya berkonsentrasi mengurus perusahaan keluarga mereka. Itu terdengar lebih baik. Membayangkan itu, Thunder tak dapat menahan senyumnya.
***
"Lepaskan kakakku!" teriak Thunder marah.
Ketua geng Jackal, seorang pria berwajah kejam dengan luka gores yang cukup dalam di pipi kirinya, tersenyum keji ke arah Thunder.
"Tapi, kakakmu bersalah," pria itu berkata. "Berani sekali dia menerobos kawasanku dan memerintahku untuk ... melihat akibat dari perbuatanku?" Pria itu mendengus.
"Dia hanya ingin agar kau melihat bahwa orang-orangmu sudah sangat keterlaluan. Mereka membunuh orang-orang yang tidak bersalah. Mereka ..."
"Aku senang mereka melakukannya," potong pria itu. "Justru, itu lebih baik bagi gengku. Dan kau, jika kau masih ingin hidup, pulanglah ke rumah dan mengadulah pada ayahmu."
Thunder menatap pria itu dengan geram. "Tidakkah kau punya hati nurani? Bahkan seorang penjahat sekalipun ..."
"Siapa yang mengucapkan omong kosong seperti itu?" dengus pria itu.
"Kakakku!" balas Thunder angkuh.
Pria itu tertawa. "Hati nurani?" Ia menatap Thunder dengan geli. "Baiklah, ayo. Akan kubawa kau menemui orang yang mengatakan omong kosong itu padamu. Kau akan melihat bagaimana hati nurani akan menolongnya."
Thunder mengerutkan kening tak mengerti, tapi ia mengikuti pria itu masuk ke dalam sebuah ruangan. Namun kemudian, Thunder terbelalak melihat Light ada di tengah ruangan, duduk terikat di sebuah kursi, wajahnya terluka, lebam dan berdarah, dan pakaiannya berlumur darah.
"Light!" jerit Thunder melihat keadaan kakaknya yang mengerikan. Ia kini bisa melihat darah menembus pakaian Light yang sudah koyak, robek oleh benda tajam.
Light yang mendengar suara Thunder menoleh menatapnya dengan cemas. Tatapannya berpindah ke pria yang membawa Thunder ke sana tadi, tampak penuh kebencian.
Thunder terbelalak ngeri ketika seorang wanita mendekati Light, dengan belati di tangannya.
"Sayang sekali aku harus membunuh pria tampan dan pemberani sepertimu," ucap wanita itu seraya mengarahkan belatinya ke leher Light.
"Tidak!" teriak Thunder seraya hendak berlari menolong Light, tapi pria yang tadi membawanya kemari menahannya. "Lepaskan aku! Lepaskan kakakku!" teriak Thunder marah.
"Jika kau ... ingin membunuhku ... jangan biarkan ... dia melihatnya ..." ucap Light dengan susah payah.
Pria yang memegangi Thunder tertawa sinis. "Dia harus tahu, apa yang akan terjadi pada orang yang terlalu berani, dan memiliki hati nurani."
Light menatap pria itu geram, lalu ia menatap Thunder dengan cemas.
"Thunder, tutup matamu. Jangan melihat ..." ucap Light cepat.
Thunder menggeleng. "Tidak, lepaskan kakakku!" Ia berteriak pada wanita yang memegang belati itu.
Wanita itu mendengus. "Anak malang," gumamnya. "Harus melihat kematian kakaknya yang menyedihkan."
"Kumohon ... bawa dia pergi ..." Light menatap pria yang memegangi Thunder dengan penuh permohonan, putus asa.
Namun, pria itu hanya tersenyum. Senyum dingin dan keji.
"Bunuh dia!" perintah pria itu.
"Tidak!!!" teriak Thunder ngeri.
Lalu, di depan matanya, Thunder melihat wanita itu menikam jantung Light. Kaki Thunder seketika kehilangan kekuatannya. Thunder jatuh berlutut, matanya nanar menatap wajah kakaknya yang berusaha menahan sakit.
Namun, tidak cukup sampai di situ, Thunder masih harus melihat orang-orang itu melingkarkan tali di leher Light.
"Jangan! Lepaskan kakakku!" teriak Thunder seraya hendak berlari ke arah Light, tapi dua orang bertubuh besar menahannya. "Tidak! Jauhkan tanganmu dari kakakku!" teriaknya marah ketika orang-orang itu mengeratkan tali di leher Light.
Light terbatuk begitu tali di lehernya melonggar. Wajahnya memerah. Thunder bisa merasakan kemarahan luar biasa mendapati dirinya tak bisa melakukan apa pun untuk menolong kakaknya. Air mata kemarahan, kebencian, luka, mengalir di wajahnya.
"Hati nurani ... tidak bisa menyelamatkanmu ketika kau berhadapan denganku." Suara kejam itu datang dari pria dengan luka di pipi kirinya, pria yang menjadi pusat kemarahan Thunder saat ini.
"Apakah kita akan menggantungnya? Atau kita akan menusuk jantungnya hingga tewas? Atau mungkin, menembak kepalanya saja?" Suara itu tak sedikit pun terdengar kasihan.
Thunder menggeram marah. "Lepaskan kakakku!" ia berteriak, membuat pria kejam itu kembali tertawa.
"Cathy, kau bisa memberinya satu kenang-kenangan lagi, lalu biarkan dia mati kehabisan darah di sini, dengan adiknya melihat kematiannya yang tragis, dengan mata kepalanya sendiri," pria itu berkata pada wanita yang kemudian menarik belatinya dari dada Light, untuk kemudian, mendaratkan belati itu ke perut Light.
"Tidak!!!" teriak Thunder seraya memberontak dari pegangan kedua pria besar di kanan kirinya.
Suara tawa memenuhi ruangan. Tawa kejam, tawa yang membuat amarah Thunder sampai di titik batasnya.
Thunder berteriak marah ketika dia menendang salah satu dari pria besar yang memegangingnya, membuat pria itu tersungkur karena tendangan Thunder mendarat keras di perutnya.
Pria yang satu lagi, tampak terkejut. Dan sebelum dia sempat melakukan apa pun, Thunder menendang tulang keringnya, membuatnya sedikit membungkuk dan pegangannya melonggar. Thunder menarik tangannya dari pria itu, lalu dia melompat dan mendaratkan tendangan tumit ke tengkuk pria itu, membutnya tersungkur.
Suara senjata dikokang di seluruh ruangan membuat Thunder waspada. Ia menatap sekelilingnya, lalu menatap pria kejam yang kini menyipitkan mata menatap Thunder, tampak tertarik.
"Tinggalkan dia di sini untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakaknya. Lalu, kirim mereka ke ayah mereka. Dengan begitu, dia akan tahu, siapa yang dia hadapi," perintah pria itu, sebelum kemudian dia berbalik dan meninggalkan ruangan.
Thunder sudah hendak mengejarnya ketika ia mendengar Light memanggil namanya keras, dengan kekuatan terakhirnya,
"Thunder!"
Thunder berbalik dan menatap kakaknya yang menggeleng. Darah mengalir dari sudut mulutnya. Thunder mengepalkan tangan, sementara seluruh tubuhnya gemetar oleh amarah. Ia seolah bisa merasakan rasa sakit Light ketika wanita kejam bernama Cathy itu menarik belatinya dari tubuh Light. Dengan santai, wanita itu membersihkan darah Light di belati pada pakaian Light, sebelum menyusul pria kejam tadi. Berikutnya, satu-persatu orang-orang di ruangan itu meninggalkan Thunder hanya berdua dengan Light.
Thunder berjalan dengan susah payah ke tempat kakaknya. Kakinya seolah terikat beban berat yang menahannya di tempat. Akhirnya, ia jatuh berlutut begitu tiba di depan kakaknya.
"Kau ... hebat ..." ucap Light pelan. "Aku benar-benar ... bangga padamu ... Thunder ..."
Thunder menggertakan giginya, menahan amarah. Ia bahkan tak bisa melakukan apa pun untuk menolong kakaknya.
"Katakan pada Ayah ... aku tidak pernah ... menyesal ..." ucap Light dengan susah payah.
Kata-kata Light menyadarkan Thunder. Ia harus segera membawa Light keluar dari sini agar bisa segera diobati.
"Kau akan mengatakannya sendiri pada Ayah," balas Thunder seraya berdiri, lalu berjalan ke belakang Light, melepaskan tali yang mengikat Light. Tangannya terkepal menahan amarah ketika melihat darah mengalir di tengkuk Light. Kepala Light juga terluka.
"Tidak, Thunder ..." Light berkata. "Aku ... tidak punya banyak waktu ..."
"Jangan bicara lagi!" bentak Thunder. Ia tidak mau mendengar omong kosong Light saat ini. Ia tidak mau mendengar ucapan perpisahan Light. Setelah melepaskan semua tali yang mengikat Light, Thunder berpindah ke sisi kakaknya, mengalungkan lengan Light ke bahunya.
"Thunder ..."
"Kau tidak akan mati sekarang!" teriak Thunder marah. "Kau tidak boleh mati!" Thunder menatap kakaknya dengan marah, seiring dengan air mata jatuh satu-persatu di wajahnya.
Light tersenyum. "Kenapa kau ... jadi cengeng begini ...?"
Thunder menatap Light dengan kesal. Ini sama sekali bukan saatnya ia menggoda Thunder seperti biasanya. Saat ini ...
"Thunder, kau tahu ... aku tidak akan bisa ... bertahan dengan keadaan seperti ini. Karena itu ..."
"Jangan ..."
"Jangan membantahku!" Bentakan Light membungkam Thunder seketika. "Ini mungkin kesempatan terakhirku ... berbicara denganmu. Karena itu ... jangan membantahku lagi, dan dengarkan aku ..."
Thunder tak ingin menuruti kata-kata Light, tapi kini ia juga sudah tak sanggup lagi berbicara. Lehernya tercekat oleh emosi.
"Katakan pada Ayah ... aku bangga menjadi putranya. Aku senang ... bisa melakukan ini untuknya. Aku tidak pernah menyesal ... hidup dengan cara seperti ini. Tidak pernah ..." ucap Light.
Thunder menatap kakaknya dengan sedih. Air matanya berjatuhan tanpa sanggup dicegahnya.
Light tersenyum, tangannya terulur, menghapus air mata di wajah Thunder.
"Dan kau ... ada begitu banyak ... yang ingin kusampaikan padamu. Aku ingin ... bisa menjagamu lebih lama. Aku ingin ... bisa melihatmu tumbuh dewasa. Aku ingin ... berada di sampingmu lebih lama. Tapi, aku ... sepertinya harus meninggalkanmu sekarang. Maaf ... maafkan aku ..." ucapnya seraya tersenyum sedih. Air mata Thunder kembali berjatuhan tanpa sanggup ditahannya.
"Thunder, setiap manusia ... memiliki hati nurani. Tapi tidak semua orang ... mau menjadi manusia. Beberapa ... lebih suka hidup ... dengan cara yang lebih rendah dari binatang. Kau ... jangan pernah menjadi seperti mereka. Karena kelak ... kau akan menyesalinya. Penyesalan ... yang tak akan pernah bisa kau lupakan. Penyesalan ... yang tak akan pernah bisa dimaafkan, bahkan oleh dirimu sendiri.
"Kau ... orang yang baik. Mulai saat ini ... kau yang harus menjaga Ayah. Dan ..." Light menepuk kepala Thunder lembut, menatap adiknya itu dengan sayang. "Jaga dirimu ... baik-baik. Aku menyayangimu ... dan aku bangga padamu ..."
Light tersenyum, senyum hangat yang biasa ia berikan pada Thunder, senyum yang tak akan pernah bisa dilihat Thunder lagi setelah ini. Karena kemudian, Light memejamkan mata, sebutir air mata jatuh ke wajahnya yang penuh luka, dan seluruh beban tubuhnya terlimpah pada Thunder.
"Light ..." panggil Thunder. Namun, Light tak menjawab, tak juga membuka mata. Tidak. Light tidak pernah tidak menjawabnya. Light selalu datang kapanpun Thunder memanggilnya. "Light ..." Thunder kembali memanggil, tapi tak ada reaksi. Bahkan ketika Light dalam bahaya pun, ia selalu datang jika Thunder memanggilnya. Bahkan di tengah pertarungan pun, Light akan datang jika Thunder memanggilnya.
"Kakak ..." Suara Thunder bergetar. Ia terisak pelan. Namun, Light tetap bergeming. "Kakak ..." Thunder mengguncang tubuh Light. "Kakak ..." Thunder berusaha membuat Light berdiri sendiri, tapi Light kembali terjatuh ke arahnya.
"Kakak ..." isak Thunder seraya memeluk kakaknya. "Kakak ..."
Sekarang, tidak ada lagi Light yang akan menggoda Thunder hingga kesal. Tidak ada lagi Light yang akan tersenyum hangat pada Thunder. Tidak ada lagi Light yang akan datang secepat mungkin begitu Thunder memanggilnya. Tidak ada lagi Light yang akan menasehatinya dengan sabar. Tidak ada lagi Light yang akan menertawakan Thunder. Tidak ada lagi Light yang akan menjaganya. Tidak ada lagi Light ....
***
Thunder masih menatap gadis itu. Ketika ia kehilangan Light, ia mungkin seusia gadis itu. Ketika kehilangan Light, ia mungkin sama menyedihkannya dengan gadis itu. Ketika kehilangan Light, ia mungkin sama hancurnya dengan gadis itu. Ketika Thunder kehilangan Light, ia seolah lupa bagaimana caranya menjadi manusia.
"Thunder, setiap manusia ... memiliki hati nurani. Tapi tidak semua orang ... mau menjadi manusia. Beberapa ... lebih suka hidup ... dengan cara yang lebih rendah dari binatang. Kau ... jangan pernah menjadi seperti mereka. Karena kelak ... kau akan menyesalinya. Penyesalan ... yang tak akan pernah bisa kau lupakan. Penyesalan ... yang tak akan pernah bisa dimaafkan, bahkan oleh dirimu sendiri."
Kata-kata Light bergaung di telinga Thunder.
"Light ..."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments