BAB 4 : Jejak yang Menghilang

Mobil hitam Adrian melaju keluar dari area sekolah menuju jalan utama. Sinar matahari sore mulai meredup, memantul lembut di kaca spion dan menciptakan kilauan yang seharusnya menyenangkan. Namun, pikiran Adrian gelap.

Di sampingnya, Claire duduk dengan boneka kelincinya yang lusuh, mulutnya tak henti berceloteh.

"Daddy, tahu nggak? Hari ini Miss Elina ngajarin kita lagu tentang kupu-kupu, terus aku yang paling cepat hafal. Miss Elina bilang aku pintar banget. Daddy dengar, nggak?"

Adrian hanya bergumam pelan, matanya tak lepas dari jalan. Celoteh Claire, yang biasanya bisa mencairkan beban terberat sekalipun, kali ini terdengar seperti gema jauh yang tak mampu menembus pikirannya.

Seketika, tangannya meremas kemudi lebih keras. Nafasnya berat, gelisah.

"Daddy..."

Adrian menghela napas panjang, lalu menepikan mobil di bahu jalan. Ia merogoh ponsel, menekan nomor sang asisten pribadi.

"Tunda rapat dengan klien Jepang satu jam ke depan."

Terdengar suara kaget dari seberang, namun Adrian tak memberi ruang untuk perdebatan.

Begitu telepon ditutup, Adrian memutar kemudi dengan kasar.

"Daddy mau ke mana?"

Claire memandangnya dengan mata bulat cemas.

Adrian menggigit bibir bawahnya. Geram pada dirinya sendiri, pada keadaan yang membuatnya kehilangan kendali. Stir diputar terlalu tajam, dan...

"Aaaahhh!"

Jeritan Claire menembus udara saat mobil berputar mendadak di tikungan. Adrian menghentakkan rem seketika, membuat tubuh mereka sedikit terhuyung ke depan.

"Claire!"

Tubuh mungil itu menunduk, memeluk bonekanya erat-erat. Bahunya bergetar kecil.

Adrian segera melepas sabuk pengamannya, berpindah ke sisi Claire. Tangannya menyentuh lembut pipi Claire yang hangat.

"Maaf... maaf, sayang. Daddy sudah ceroboh. Daddy... lupa kamu ada di sini.”

Claire menatapnya dengan mata bening yang mulai berkaca-kaca. Tapi ia hanya mengangguk kecil.

"Jangan ngebut lagi, ya?"

"Nggak akan, sayang. Daddy janji."

Setelah memastikan Claire baik-baik saja, Adrian kembali ke kursi kemudi. Kali ini ia mengendarai lebih tenang, dengan kecepatan stabil. Tapi hatinya belum menemukan kedamaian.

Ada sesuatu yang salah. Sesuatu tentang Elina. Tentang cara ia masuk ke mobil itu. Tentang tatapan matanya yang seolah menyimpan ketakutan.

Dan saat mobil melaju di jalan kembali ke sekolah, hanya satu hal yang tertanam di benak Adrian: ia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.

...****************...

Adrian memarkirkan mobilnya kembali di area depan sekolah TK, tepat di bawah pohon flamboyan yang daunnya mulai berguguran. Claire menatap sekeliling dengan rasa penasaran yang tak kalah dari ayahnya.

Namun, harapan Adrian segera runtuh begitu matanya menyapu area sekitar gerbang.

Mobil tua itu sudah tak ada.

Ia turun dari mobil dengan cepat, langkahnya panjang dan penuh ketegangan. Pandangannya menyapu sudut-sudut sekolah, namun tak ada tanda-tanda keberadaan Elina. Hanya beberapa guru yang baru saja selesai rapat dan mulai beranjak pulang.

Claire mengintip keluar dari jendela mobil, heran dengan sikap Daddynya yang mendadak gelisah.

"Dad, kenapa balik lagi ke sekolah?"

Adrian menarik napas dalam-dalam, menenangkan nada suaranya sebelum menjawab.

"Daddy ingin bertemu Miss Elina."

Seketika, wajah Claire berseri-seri.

"Miss Elina?! Daddy juga suka Miss Elina? Aku suka banget sama dia! Dia cantik, suaranya lembut, dan dia tahu cara bikin boneka kertas terbang! Daddy nikah aja sama Miss Elina Dad!"

Claire tertawa riang, melompat turun dari mobil dan meraih tangan Daddynya, seolah mengajaknya masuk ke dalam sekolah untuk mencari wanita yang begitu ia kagumi.

Namun langkah Adrian terhenti di depan pagar besi. Ada keganjilan yang tak bisa ia abaikan, sebuah firasat tajam yang menusuk perasaannya sejak tadi.

Ia tidak pernah peduli pada kehidupan pribadi para guru sekolah anaknya. Tapi kali ini berbeda. Elina berbeda. Tatapannya terlalu kosong, terlalu lelah. Dan mobil tua usang itu membawa terlalu banyak tanda tanya.

Ia memejamkan mata sejenak. Menghitung kemungkinan, atau justru menolak semua kemungkinan yang mulai menjalar dalam pikirannya.

Sementara Claire tetap berceloteh riang, tanpa menyadari bahwa Daddynya kini terperangkap dalam kecemasan yang belum bernama.

"Dad, kalau ketemu Miss Elina, kita ajak makan malam bersama yuk!"

Adrian melirik putrinya, seraya mengangguk ringan. Lalu menatap gerbang yang kini kosong.

Miss Elina, kau kemana?

...****************...

Langit siang mulai meredup, awan kelabu menggantung di atas kepala Adrian saat mobilnya berhenti di gang sempit yang mengarah ke sebuah kawasan permukiman padat.

Claire tertidur di kursi belakang, memeluk boneka kelincinya erat-erat. Adrian memandangi wajah mungil itu sejenak sebelum turun, lalu menarik napas panjang dan melangkah menyusuri gang sempit dengan langkah tergesa.

Dia kembali ke rumah itu. Rumah yang masih terekam jelas di ingatannya.

Rumah dengan tembok yang catnya mengelupas dan kesunyian yang nyaring menyayat.

Adrian berdiri di depan pintu, mengetuk dengan ragu.

Sekali.

Tak ada sahutan.

Dua kali.

Masih sepi.

Ia melirik jendela kaca kecil yang tertutup tirai lusuh. Tak ada cahaya, tak ada suara. Hanya keheningan.

Ketika hendak berbalik pergi, tetangga sebelah rumah membuka sedikit jendela dan menatapnya penuh curiga.

"Cari siapa, Mas?"

Adrian menoleh, cepat-cepat memasang senyum sopan.

"Elina. Guru TK yang tinggal di sini. Apa dia sudah pulang?"

Wanita itu menyipitkan mata, lalu geleng-geleng pelan.

"Oh, itu Bu Elina. Nggak, Mas. Tadi saya liat dia pergi naik mobil sama orang-orang tinggi gede!"

Darah Adrian terasa berdesir. Jemput? Siapa? Rentenir?

"Apa mereka kelihatan memaksa?"

Wanita itu berpikir sejenak.

"Nggak juga sih. Tapi Bu Elina mukanya pucat. Dia langsung naik mobil. Saya pikir keluarga...Tapi mukanya nggak familiar."

Adrian menunduk pelan, mengucapkan terima kasih sebelum berbalik dan kembali ke mobilnya.

Hatinya mulai disesaki kekhawatiran yang tak bisa dijelaskan.

Sesuatu telah terjadi, dan Elina sedang sendirian menghadapinya.

Dia menyalakan mesin mobil dan menatap kembali gang sempit itu dari kaca spion.

Dia tidak bisa tinggal diam.

...****************...

Interior mobil itu pengap. Bau rokok bercampur parfum murahan membuat Elina mual. Ia duduk di jok belakang, terjepit di antara dua pria asing yang tak berhenti mengawasinya. Si gempal yang mengemudi, sesekali tertawa kecil sambil menatap Elina dari kaca spion.

"Cantik juga ya... Sayang, hidup lo pahit," katanya sambil menyulut rokok baru.

Elina memalingkan wajah ke jendela, menahan napas, menahan mual, menahan takut.

"Mau dibawa ke mana?" tanyanya pelan.

Si kurus menoleh, menyeringai. "Cuma ngobrol, kok. Tenang aja. Bos pengin ketemu kamu. Udah nunggak tiga bulan, ya?"

Jantung Elina mencelos.

Bos.

Dia tahu siapa yang dimaksud. Pria itu tak pernah muncul langsung, tapi dia yang mengendalikan semuanya. Dan jika pria itu yang minta bertemu...artinya ini bukan sekadar peringatan.

Mobil meluncur ke arah luar kota, melewati gudang-gudang kosong dan deretan ruko tak terpakai. Elina menggenggam ujung roknya erat-erat.

"Saya butuh waktu lagi...tolong. Saya cuma guru TK. Saya, saya akan bayar. Saya janji," suaranya nyaris tak terdengar.

Si gempal tertawa pelan. "Janji nggak laku, Cantik. Bos udah capek denger janji. Hari ini lo harus kasih kepastian."

Mobil akhirnya berhenti di depan sebuah bangunan tua, gudang kosong yang diubah jadi tempat pertemuan. Dua lelaki itu turun lebih dulu, lalu membuka pintu dan menyuruh Elina ikut. Kaki Elina gemetar, tapi ia melangkah juga.

Di dalam, cahaya lampu neon berkedip-kedip. Udara lebih pengap. Ada bayangan seorang pria duduk di kursi lusuh, diapit dua pria bertubuh besar.

"Akhirnya kita ketemu juga, Nona Elina."

Suara itu tenang...terlalu tenang. Tapi di baliknya, Elina bisa mencium ancaman yang menggantung.

"Kau tahu kenapa kau di sini, bukan?"

Elina menelan ludah. "Saya minta waktu. Hanya satu bulan lagi."

Pria itu tertawa. Lalu menggeser sebuah map ke arahnya.

"Tanda tangan kontrak ini, maka lunas semua hutangmu. Tidak satu rupiah pun tersisa."

Elina memandang kertas itu. Tangannya gemetar saat meraihnya, dan lebih gemetar lagi saat membaca isinya.

Itu bukan kontrak pinjaman. Itu...kontrak pengabdian.

Matanya membelalak. Ia menggeleng cepat. "Tidak...tidak! Saya bukan...bukan barang dagangan."

Tawa pria itu makin keras.

"Tapi hidupmu sudah jadi milik kami sejak kamu warisi hutang itu, Elina."

Elina berdiri tergesa, napasnya memburu. "Saya tidak akan tandatangan! Lebih baik mati daripada jadi budak kalian!"

Dan saat itulah ponsel salah satu lelaki berbunyi. Pria itu bicara singkat di ujung ruangan, lalu menghampiri si bos.

"Bos...ada yang nyari cewek ini. Katanya... Adrian Leonhart."

Untuk pertama kalinya, senyum pria itu menghilang.

Adrian Leonhart.

Nama yang menggetarkan siapa pun yang berkecimpung dalam dunia bisnis, atau dunia gelap seperti mereka.

Si bos menyipitkan mata, menatap Elina lagi.

"Menarik." Ia berdiri. "Sampaikan pada Tuan Leonhart...kami hanya ‘berbicara’. Tapi kita bisa buat kesepakatan."

Episodes
1 BAB 1: Dunia yang Menyesakkan
2 BAB 2: Di Balik Pintu yang Retak
3 BAB 3 : Bayang-bayang yang Mengintai
4 BAB 4 : Jejak yang Menghilang
5 BAB 5: Lelaki yang Tak Terduga
6 BAB 6: Lampu Redup dan Dinding Rahasia
7 BAB 7 : Jamuan Sabtu Malam
8 BAB 8 : Malam yang Tak Pernah Sepi
9 BAB 9 : Batas yang Terguncang
10 BAB 10 : Amplop Putih dan Keputusan Sunyi
11 BAB 11 : Kabar untuk Sang Nenek
12 BAB 12: Medan tak Terlihat
13 BAB 13: Secercah Harapan yang Tumbuh
14 BAB 14: Latar Belakang
15 BAB 15: Layak diberi Kesempatan
16 BAB 16: Hanya sebuah Permainan
17 BAB 17: Sebuah Awal yang Sebenarnya
18 BAB 18: Malam Pernikahan
19 BAB 19: Rencana Bulan Madu
20 BAB 20: Hanya Berdua
21 BAB 21 : Awal dari Sesuatu yang Lebih Dalam
22 BAB 22: Dua Jiwa Menuju Rumah yang Sesungguhnya
23 BAB 23: Kembali ke Rumah
24 BAB 24: Kembali ke Porosnya
25 BAB 25: Kehidupan Setelah Menikah
26 BAB 26: Perlahan Bergerak ke arah yang Lebih Nyata
27 BAB 27: Rahasia yang Terbongkar
28 BAB 28: Tak lagi atas Nama Kontrak
29 BAB 29: Inspeksi Dadakan Nyonya Elizabeth Leonhart
30 BAB 30: Memberanikan Diri
31 BAB 31: Gangguan Kecil dari Claire
32 BAB 32: Pagi yang Manis
33 BAB 33: Kekecewaan Elina
34 BAB 34: Rencana Kejutan Manis
35 BAB 35: Malam Pertama
36 BAB 36: Hari-hari yang Manis
37 BAB 37: Tamu Istimewa
38 BAB 38: Persiapan Perjamuan Amal
39 BAB 39: Pesta Perjamuan Amal
40 BAB 40: Malam Damai
41 BAB 41: Masa Lalu yang Kembali Mendekat
42 BAB 42: Kunjungan tak Terduga
43 BAB 43: Pertemuan yang Terlambat
44 BAB 44: Dongeng, Dendam, dan Pintu yang Terbuka
45 BAB 45: Benang Tipis Bernama Rasa Percaya
46 BAB 46: Kejutan yang Menanti
47 BAB 47: Bara Api
48 BAB 48: Menunggu Pintu Maaf itu Terbuka
49 BAB 49: Gerbang yang Tertutup
50 BAB 50: Manis yang Mengaburkan
51 BAB 51: Meja Sarapan dan Rencana yang Mengusik
52 BAB 52: Kedatangan yang Menyesakkan
53 BAB 53: Untuk Claire, Aku Bertahan
54 BAB 54: Benturan yang tak Terhindarkan
Episodes

Updated 54 Episodes

1
BAB 1: Dunia yang Menyesakkan
2
BAB 2: Di Balik Pintu yang Retak
3
BAB 3 : Bayang-bayang yang Mengintai
4
BAB 4 : Jejak yang Menghilang
5
BAB 5: Lelaki yang Tak Terduga
6
BAB 6: Lampu Redup dan Dinding Rahasia
7
BAB 7 : Jamuan Sabtu Malam
8
BAB 8 : Malam yang Tak Pernah Sepi
9
BAB 9 : Batas yang Terguncang
10
BAB 10 : Amplop Putih dan Keputusan Sunyi
11
BAB 11 : Kabar untuk Sang Nenek
12
BAB 12: Medan tak Terlihat
13
BAB 13: Secercah Harapan yang Tumbuh
14
BAB 14: Latar Belakang
15
BAB 15: Layak diberi Kesempatan
16
BAB 16: Hanya sebuah Permainan
17
BAB 17: Sebuah Awal yang Sebenarnya
18
BAB 18: Malam Pernikahan
19
BAB 19: Rencana Bulan Madu
20
BAB 20: Hanya Berdua
21
BAB 21 : Awal dari Sesuatu yang Lebih Dalam
22
BAB 22: Dua Jiwa Menuju Rumah yang Sesungguhnya
23
BAB 23: Kembali ke Rumah
24
BAB 24: Kembali ke Porosnya
25
BAB 25: Kehidupan Setelah Menikah
26
BAB 26: Perlahan Bergerak ke arah yang Lebih Nyata
27
BAB 27: Rahasia yang Terbongkar
28
BAB 28: Tak lagi atas Nama Kontrak
29
BAB 29: Inspeksi Dadakan Nyonya Elizabeth Leonhart
30
BAB 30: Memberanikan Diri
31
BAB 31: Gangguan Kecil dari Claire
32
BAB 32: Pagi yang Manis
33
BAB 33: Kekecewaan Elina
34
BAB 34: Rencana Kejutan Manis
35
BAB 35: Malam Pertama
36
BAB 36: Hari-hari yang Manis
37
BAB 37: Tamu Istimewa
38
BAB 38: Persiapan Perjamuan Amal
39
BAB 39: Pesta Perjamuan Amal
40
BAB 40: Malam Damai
41
BAB 41: Masa Lalu yang Kembali Mendekat
42
BAB 42: Kunjungan tak Terduga
43
BAB 43: Pertemuan yang Terlambat
44
BAB 44: Dongeng, Dendam, dan Pintu yang Terbuka
45
BAB 45: Benang Tipis Bernama Rasa Percaya
46
BAB 46: Kejutan yang Menanti
47
BAB 47: Bara Api
48
BAB 48: Menunggu Pintu Maaf itu Terbuka
49
BAB 49: Gerbang yang Tertutup
50
BAB 50: Manis yang Mengaburkan
51
BAB 51: Meja Sarapan dan Rencana yang Mengusik
52
BAB 52: Kedatangan yang Menyesakkan
53
BAB 53: Untuk Claire, Aku Bertahan
54
BAB 54: Benturan yang tak Terhindarkan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!