Kegigihan Olivia

“Selamat pagi Thomas.”

Setelah tersadar dari rasa kaget melihat sosok Olivia sudah berdiri persis di pintu ruangannya, tatapan Thomas beralih pada Danu yang masih berdiri di belakang Olivia

Niat ingin memarahi asisten papinya dibatalkan karena tatapan Danu seakan menjelaskan alasannya membawa Olivia ke situ.

“Tinggalkan kami !” perintah Thomas yang diangguki Danu sebelum ia menutup pintu.

Sekarang hanya tinggal mereka berdua di ruangan yang lebih sederhana dibandingkan milik Hendri.

Olivia bergerak mendekat sementara Thomas acuh dan fokus membolak-balik setumpuk dokumen yang ada di mejanya.

“Selamat pagi Thomas.”

Olivia mengulang sapaannya saat posisinya sudah berada persis di hadapan meja Thomas.

Pria itu diam saja, seolah telinganya tidak mendengar suara Olivia.

Tidak ingin waktunya yang berharga jadi sia-sia, Olivia menghampiri Thomas lalu tanpa basa basi dengan gerakan tiba-tiba tangannya diletakkan di atas dokumen yang sedang dibaca Thomas.

Bukannya marah, Thomas malah mendorong kursinya menjauhi meja lalu beranjak namun lagi-lagi Olivia dengan cekatan menahan lengan Thomas.

“Selama kalian menikah aku tidak pernah mengusikmu tapi untuk kali ini aku akan memaksa.”

Thomas bergeming, wajahnya yang dingin terlihat datar, enggan menatap Olivia yang masih memegang lengannya.

“Terlalu banyak yang ingin aku tanyakan. Mulai dari masalah rumah dan mobil yang dijual cepat-cepatlalu kenapa kamu nggak datang ke acara peringatan mbak Rosa sampai soal Gaby yang sekarang tinggal dengan opa dan omanya.”

Olivia sengaja diam beberapa detik, berharap Thomas bereaksi tapi harapannya zonk.

Dengan gaya pura-pura berani, Olivia melepaskan tangannya dan mendekati Thomas padahal jantungnya berdegup kencang, khawatir pria itu bersikap kasar bila Olivia terlalu dekat.

“Mana yang benar : kamu suka membuat orang penasaran atau diammu karena ada rahasia yang disembunyikan ?” tanya Olivia dengan gaya yang sedikit didramatisir.

“Tidak usah buang-buang waktu orang lain ! Katakan langsung apa maumu !”

Tatapan Thomas yang tajam dan terasa dingin membuat Olivia mundur selangkah.

“Dimana barang-barang milik kak Rosa ? Sudah dibuang atau malah kamu bakar ? Seharusnya kamu menawarkan kami…”

“Untuk apa kamu mempermasalahkan sampah-sampah itu ?”

“Sampah apa maksudmu !” Olivia mendorong Thomas dengan asal sambil melotot.

“Sampah yang bisa membuatmu kaya maksudmu ? Apa gajimu sebagai anak pemilik perusahaan masih kurang sampai harus menjual rumah dan mobil kakakku cepat-cepat ?”

“Jangan asal bicara !” bentak Thomas.

Olivia sempat kaget namun ia tidak mau kelihatan gentar di hadapan Thomas malah ia kembali mendekati pria itu.

“Mobil dan rumah itu adalah hasil kerja keras kakakku dan sekarang jadi milikmu,” desis Olivia dengan senyuman sinis.

Thomas bergeming, tatapan tajamnya belum beralih bahkan rahangnya juga masih mengeras.

“Kami tidak mengharapkan bagian apapun tapi keputusanmu sungguh kelewatan. Bagaimana bisa kamu menjual dan menyingkirkan semua milik mbak Rosa di saat tanah kuburannya saja masih basah ?”

Tidak ada tanda-tanda Thomas akan menjawab rasa ingin tahu Olivia. Keduanya hanya saling bertatapan dengan wajah penuh emosi.

Satu menit.

Dua menit hingga akhirnya mendekati 5 menit Thomas memutusnya.

“Lusa akan aku kirim ke rumah kalian.”

Pria itu berniat kembali ke mejanya tapi Olivia menahannya lagi.

“Kenapa harus menunggu lusa ? Aku cuti hari ini. Berikan saja alamatnya, aku bisa mengambilnya sendiri.”

Dari gerakan bahunya kelihatan Thomas menghela nafas dan tidak berbalik badan.

“Lusa atau tidak sama sekali !”

Dihentakkan lengannya hingga tangan Olivia terlepas.

Tidak ingin dianggap mudah ditindas, Olivia menghalangi Thomas duduk di kursi kerjanya dengan berdiri di depan pria itu.

”Apa ada sesuatu yang ingin kamu sembunyikan di antara barang-barang pribadi mbak Rosa ?”

“Berhentilah jadi manusia yang berpikiran negatif !”

“Hanya padamu aku gampang curiga !” sinis Olivia.

“Apa mbak Rosa pernah bilang kalau aku tidak pernah menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu ?”

Thomas sempat mengerutkan dahinya sebelum wajahnya kembali datar.

“Firasatku mengatakan kalau kamu bukan orang baik dan perasaanmu pada mbak Rosa tidak tulus.”

“Aku tidak peduli !”

“Berikan alamatnya sekarang dan beritahu siapapun yang ada di sana untuk mengijinkan aku masuk.”

“TIDAK !”

Dengan sedikit kasar Thomas menyingkirkan tubuh mungil Olivia dari hadapannya.

Olivia menggeram kesal karena hampir saja ia jatuh karena tenaga Thomas membuatnya terhuyung.

“Kalau begitu aku akan mengikutimu hari ini sampai permintaanku dikabulkan.”

Thomas mengangkat telepon di mejanya, menyuruh seseorang masuk ke dalam ruangannya.

Sambil berdiri di belakang kursi Thomas, bibir Olivia menyunggingkan senyum tipis karena merasa bisa membuat kakak iparnya mengalah.

Seorang pria muda seumuran Danu masuk setelah mengetuk pintu tiga kali dan langsung mendekati meja Thomas.

“Ada yang bisa saya bantu, Pak ?”

“Antarkan dia sampai ke lobi, kalau tidak bisa dengan cara baik-baik….”

“Kamu pikir aku penjahat ?”

Spontan Thomas menoleh dengan mata membola karena baru saja Olivia memukul bahunya dengan sekuat tenaga.

“Tidak perlu kamu menyuruh asistenmu mengusirku ! Aku akan kembali ke ruangan om Hendri dan menunggu di sana.”

“Silakan saja ! Kamu pikir papi bisa membuatku menuruti permintaanmu ? Dasar perempuan keras kepala ! Anak manja !” ejek Thomas dengan senyuman sinis.

Olivia mengepalkan kedua tangannya sambil menggeram kesal karena dianggap anak manja.

“Akan aku buktikan kemampuan anak manja ini !” balas Olivia dengan senyuman sinis.

Dengan senyuman sinis dan kedua tangan terlipat di depan dada, Thomas menatap Olivia yang akhirnya berjalan ke arah pintu.

Terlanjur dengan ucapannya, gengsi kalau tetap bersikeras menunggu di ruangan Thomas.

Begitu sosok adik iparnya sudah pergi, Thomas menghela nafas panjang dan menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi.

Kedua tangannya diangkat untuk bantalan kepala dan matanya memejam.

Thomas pikir dengan kepergian Rosa, urusannya beres dan tuntas tapi kedatangan Olivia yang tiba-tiba membuat ia harus mengantipasi segala kemungkinan yang membuat hidupnya tidak akan tenang.

Tanpa perlu diberitahu Olivia, Thomas sudah tahu kalau sejak awal gadis itu tidak pernah suka padanya namun Thomas tidak pernah peduli.

Untungnya Olivia tidak pernah mengusiknya atau mencoba menjalin hubungan sebagai saudara ipar dan Rosa tidak petnah memaksa Thomas untuk sedikit lunak pada adiknya.

Thomas mengambil handphonenya dan menekan tombol panggilan ulang.

“Apa kabarnya Om ?”

Thomas menghela nafas sambil memutar bola matanya, kesal setiap kali mendengar panggilan om dari lawan bicaranya.

“Tidak baik karena mendengarmu menyapaku om,” gerutu Thomas.

“Memang status kita kan paman dan keponakan,” sahutnya sambil terkekeh.

”Ya…Ya….Kamu memang pintar soal membully orang tapi nggak pernah berhasil membuat gadis-gadis menerima cintamu.”

“Yang satu ini agak spesial Om, nggak mudah ditundukkan dan galaknya lebih seram dari macan Sumatra.”

“Terserah apapun istilahmu tapi dia mulai menggangguku karena mencoba jadi pahlawan untuk kakaknya.”

“Bukannya wajar seorang adik…”

Malas bertele-tele, Thomas pun memotong kalimat lawan bicaranya.

“Sudah cukup banyak uang yang aku keluarkan untuk memberimu modal jadi jangan sampai aku menyesal dan berubah pikiran. Buat dia menerimanya dan berhenti mencari tahu soal kematian kakaknya !”

“Baik Om.”

Terpopuler

Comments

vj'z tri

vj'z tri

loh loh loh kok bersambung 🤭🤭🤭🤭

2025-05-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!