Bab 5 | Janji semu

"Gimana, Na? Ada yang bisa dibanting?" Tawa kecil terdengar saat seorang wanita dengan apron yang menutupi sebagian tubuh, dia datang dengan secangkir teh melati yang masih mengepulkan asap tipis.

"Cerita aja, kusut banget tu muka."

Wanita itu melepas topi lalu menatap gadis berseragam di hadapannya.

Alana menghirup napas dalam, lalu mencondongkan tubuh ke depan.

"Akhir-akhir ini aku ngerasa nggak enak badan. Kapan Tante free? Anterin aku ke dr. Rian bisa kan?" Tanpa menunggu lama, Alana langsung ke topik utama.

Mendengar itu, wajah wanita di hadapannya seketika berubah. "Na, sekarang apa yang kamu rasain? Tante bisa kapan aja anter kamu. Soal kafe biar dipegang yang lain dulu. Mau sekarang aja? Jangan ditunda-tunda, Na. Tante khawatir, Papa Mama mu udah tahu?"

Alana menggeleng pelan. Lalu dia mengetik sesuatu di ponselnya dan kembali menatap wanita itu.

"dr. Rian belom bales, kalo dia bisa ya kita ke sana sekarang. Tante nggak papa ninggalin kafe?"

Wanita itu mengangguk, lalu berjalan ke arah dapur.

Dia adalah Lidia, adik bungsu Hanna atau ibunda Alana. Sejak kecil, Alana memang lebih dekat dengannya karena sang mama lebih sibuk dengan bisnis dan berbagai kesibukan yang mengharuskan dia jarang ada di rumah. Begitu juga dengan Bastian atau papa Alana yang lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor. Berangkat pagi, pulang tengah malam. Bahkan tak jarang dia juga sering dinas ke luar kota hingga berhari-hari. Saat mereka pergilah, Hanna selalu meminta bantuan Lidia untuk menemani Alana di rumah.

Alana segera memperlihatkan ponselnya saat Lidia datang. Keduanya mengangguk lalu beranjak pergi.

"Pak Joko gimana, Tant? Takutnya dia ngadu kalo tahu." Alana menahan lengan tantenya sebelum mereka membuka pintu kaca.

Lidia hanya tersenyum lalu berjalan lebih dulu ke arah mobil milik kakaknya.

Setelah mengobrol sebentar, pak Joko keluar dan mengangguk saat Alana datang. Lalu dia kembali masuk dan membawa mobilnya pergi.

"Oke, beres. Yuk," ajak Lidia pada keponakannya yang masih terdiam.

Dalam perjalanan, Alana lebih banyak terdiam sambil mengamati lalu lalang kendaraan yang tak ada habisnya. Dia bahkan tak mendengar saat wanita di sampingnya berulang kali memanggil.

"Hei, jangan ngelamun. Mikirin apa sih? Cowok ya? Udah pacaran ya?" Goda Lidia membuat wajah Alana seketika cemberut masam.

Mereka kemudian mengobrol santai hingga mobil memasuki pelataran parkir rumah sakit. Sebelum membuka pintu, Alana kembali terdiam.

"Na, ayo." Lidia kembali menutup pintu saat gadis itu tak kunjung keluar.

"Aku takut, Tant." Alana menghela napas pelan.

Lidia mengusap lembut punggung gadis di sampingnya, dia memberikan nasehat dan kata penyemangat yang membuat Alana mengangguk lalu turun dari mobil.

Mereka melangkah ke arah ruang dokter yang dituju. Tanpa menunggu lama, keduanya sudah duduk berhadapan dengan seorang dokter yang tersenyum hangat melihat mereka.

"Alana, gimana kabarmu?" dr. Rian menatap gadis itu dengan kening berkerut.

"Aku baik-baik aja, dok." Jawaban Alana membuat dr. Rian tersenyum simpul. Dia bertanya hal yang sama pada Lidia. Lalu dia meminta Alana untuk berbaring di tempat tidur.

Setelah menjalani berbagai medical check up, Alana dan Lidia keluar untuk menunggu hasilnya. Mereka duduk di bangku tunggu sembari mengamati sekeliling.

"Na, bentar ya. Tante ke toilet dulu."

Setelah Lidia pergi, Alana membuka ponsel untuk menghilangkan kejenuhan yang membuatnya sedikit kesal.

Tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara seseorang memanggil namanya. Alana mengangkat wajah dan mengangguk mengikuti orang itu masuk ke dalam ruangan.

Ponsel bergetar, sebuah panggilan masuk membuat Alana meminta ijin pada dokter di hadapannya. Setelah selesai, dia kembali duduk dan mendengarkan penjelasan tentang kondisi tubuhnya.

"Baik Alana, mulai sekarang kamu harus lebih hati-hati. Jaga pola makan dan aktifitas fisikmu, jangan terlalu lelah. Kalau merasa tubuhmu mulai kurang fit, segera istirahat yang cukup. Oke, sampai di sini ada yang mau ditanyakan?"

Alana hanya menggeleng pelan. Perkataan dokter membuat hatinya sedikit gelisah, terlebih dia tahu apa yang akan terjadi ke depannya.

"Jangan banyak pikiran, Na. Pulanglah, istirahat. Nanti kalau ada yang mau ditanyakan, kamu bisa hubungi saya. Oh ya, tolong obatnya dihabiskan ya." dr. Rian membukakan pintu dan menepuk bahu Alana pelan.

"Kamu gadis kuat, Na. Semua akan baik-baik saja." Bisiknya sambil tersenyum lalu melambai ke arah Lidia yang sudah menunggu di dekat pintu.

Di rumah, Lidia langsung menanyakan kondisi keponakannya. Dia begitu khawatir melihat wajah Alana yang lesu dan sedikit pucat saat keluar dari ruang dr. Rian tadi.

"I'm fine, Tante. Oh ya, jangan bilang Papa Mama soal ini ya, cukup kita bertiga yang tahu." Alana melangkah ke arah tangga dan mulai menapaki satu per satu sampai di lantai dua.

Dia segera masuk kamar, menguncinya lalu berteriak dengan mulut tertutup bantal.

Kata-kata dr. Rian kembali menari dalam benak, terlebih saat dia mengatakan jika kondisi ginjalnya sedang dalam masalah. Meski bukan masalah besar, namun perlu perhatian khusus mengingat dirinya hanya memiliki satu ginjal sejak lahir.

Kenapa? Kenapa harus aku, Tuhan? Kenapa aku nggak bisa normal seperti yang lain?

Alana menangis dalam diam, dia tak berani membaginya pada siapa pun termasuk tante Lidia yang begitu mencemaskan keadaannya. Dia juga sudah berpesan pada dr. Rian agar merahasiakan kondisinya.

Ponsel di tempat tidur bergetar, panggilan masuk dari mamanya membuat Alana buru-buru menghapus air mata.

"Halo, Ma?" Alana tersenyum saat panggilan video itu diterima. Wajah ibunya yang lelah terlihat di layar, membuat Alana merasa iba.

"Kamu di mana, Nak? Udah pulang? Maaf ya, Mama belum bisa pulang hari ini, kemungkinan besok atau lusa. Kamu mau dibawain apa, Sayang?" Hanna terlihat menunggu jawaban anaknya.

"Nggak usah, Ma. Yang penting Mama pulang dengan selamat itu udah bikin Alana seneng."

Mendengar itu, Hanna menitikkan air mata. Dia segera tersenyum, "Mama kangen kamu, Nak. Maafin Mama karena jarang di rumah ya."

Alana mengangguk, matanya mulai terasa panas.

"Ya udah, nanti lanjut lagi ya, Ma. Alana mau mandi, gerah banget nih." Alana sengaja mengalihkan topik agar air matanya tak terlihat oleh sang ibu.

"Oke, Sayang. Baik-baik kamu di sana ya, tunggu Mama pulang."

Sebelum ibunya menutup panggilan, Alana segera berkata lirih. "Ma, i miss you so much."

Hanna tak kuasa membendung air mata, "Mama juga rindu, Nak."

Alana menatap layar ponsel yang gelap seperti hidupnya selama ini. Gelap, sunyi dan kosong.

Rumah yang besar dan terbilang mewah, tak membuat hari-harinya berwarna, justru setiap menginjakkan kaki di rumahlah kekosongan dan perasaan hampa seketika datang menghampiri tanpa permisi.

Ponsel kembali bergetar, panggilan dari ayahnya.

"Halo, Pa?"

Alana mengangguk lalu menjawab setiap tanya yang ayahnya ucapkan, dia juga tersenyum kala ayahnya mengucapkan kata maaf sama seperti ibunya.

Alana merasa hambar oleh kata-kata itu. Kata yang selalu diucapkan dan kembali dilakukan setiap saat tanpa ada perubahan sedikit pun.

"Nanti Papa usahakan pulang cepat, Nak. Kamu jangan tidur dulu ya, Papa ada sesuatu buat kamu." Bastian tersenyum setelah mendengar jawaban anaknya. Dia meletakkan ponsel di meja kerja, lalu kembali berkutat dengan tumpukan dokumen yang tak ada habisnya.

*

Terpopuler

Comments

🌞Oma Yeni💝💞

🌞Oma Yeni💝💞

aduh,,, masalah rumit ini mah

2025-07-06

0

Anisa Febriana272

Anisa Febriana272

.

2025-05-28

1

Nurhani ❤️

Nurhani ❤️

aku mampir tour/Drool/jngan lupa mampir balik🤗nanti aku baca lgi

2025-05-18

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 | Anak baru
2 Bab 2 | Singa betina
3 Bab 3 | Tragedi toilet sekolah
4 Bab 4 | Aula dan trauma
5 Bab 5 | Janji semu
6 Bab 6 | Kabar tak terduga
7 Bab 7 | Liontin hati
8 Bab 8 | Gala dan Galih
9 Bab 9 | Sepucuk surat
10 Bab 10 | Pertemuan pertama
11 Bab 11 | Si pengamat
12 Bab 12 | Barang bukti
13 Bab 13 | Dies natalis
14 Bab 14 | Taman kota
15 Bab 15 | Pelukan hangat
16 Bab 16 | Ma, are you okay?
17 Bab 17 | Rahasia lama
18 Bab 18 | Patah
19 Bab 19 | Suasana baru
20 Bab 20 | Puisi
21 Bab 21 | Joging
22 Bab 22 | Saran Gila
23 Bab 23 | Kopdar
24 Bab 24 | Ungkapan hati
25 Bab 25 | Makhluk ajaib
26 Bab 26 | Dia kembali datang
27 Bab 27 | Trending topik
28 Bab 28 | Angkringan
29 Bab 29 | Dilema
30 Bab 30 | Kota gudeg
31 Bab 31 | Nostalgia
32 Bab 32 | Dia dan rasa
33 Bab 33 | Papa
34 Bab 34 | Kurir
35 Bab 35 | Buket bunga
36 Bab 36 | Sugar baby
37 Bab 37 | Persaingan ketat
38 Bab 38 | Dalang kegaduhan
39 Bab 39 | Berdua di aula
40 Bab 40 | Masa depan?
41 Bab 41 | Rits kafe
42 Bab 42 | Pernikahan
43 Bab 43 | Hasil akhir
44 Bab 44 | Teman kecil
45 Bab 45 | Menguak masa lalu
46 Bab 46 | Maba
47 Bab 47 | Ayana
48 Bab 48 | Kota hujan
49 Bab 49 | Tika
50 Bab 50 | Besti
51 Bab 51 | Taman hiburan
52 Bab 52 | Kumala
53 Bab 53 | Surat cinta untuk Alana
54 Bab 54 | Kakak tingkat
55 Bab 55 | Mawar merah
56 Bab 56 | Cincin dan hati
57 Bab 57 | Calon mantu
58 Bab 58 | Yes, I do
59 Bab 59 | Hujan
60 Bab 60 | Pulang
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Bab 1 | Anak baru
2
Bab 2 | Singa betina
3
Bab 3 | Tragedi toilet sekolah
4
Bab 4 | Aula dan trauma
5
Bab 5 | Janji semu
6
Bab 6 | Kabar tak terduga
7
Bab 7 | Liontin hati
8
Bab 8 | Gala dan Galih
9
Bab 9 | Sepucuk surat
10
Bab 10 | Pertemuan pertama
11
Bab 11 | Si pengamat
12
Bab 12 | Barang bukti
13
Bab 13 | Dies natalis
14
Bab 14 | Taman kota
15
Bab 15 | Pelukan hangat
16
Bab 16 | Ma, are you okay?
17
Bab 17 | Rahasia lama
18
Bab 18 | Patah
19
Bab 19 | Suasana baru
20
Bab 20 | Puisi
21
Bab 21 | Joging
22
Bab 22 | Saran Gila
23
Bab 23 | Kopdar
24
Bab 24 | Ungkapan hati
25
Bab 25 | Makhluk ajaib
26
Bab 26 | Dia kembali datang
27
Bab 27 | Trending topik
28
Bab 28 | Angkringan
29
Bab 29 | Dilema
30
Bab 30 | Kota gudeg
31
Bab 31 | Nostalgia
32
Bab 32 | Dia dan rasa
33
Bab 33 | Papa
34
Bab 34 | Kurir
35
Bab 35 | Buket bunga
36
Bab 36 | Sugar baby
37
Bab 37 | Persaingan ketat
38
Bab 38 | Dalang kegaduhan
39
Bab 39 | Berdua di aula
40
Bab 40 | Masa depan?
41
Bab 41 | Rits kafe
42
Bab 42 | Pernikahan
43
Bab 43 | Hasil akhir
44
Bab 44 | Teman kecil
45
Bab 45 | Menguak masa lalu
46
Bab 46 | Maba
47
Bab 47 | Ayana
48
Bab 48 | Kota hujan
49
Bab 49 | Tika
50
Bab 50 | Besti
51
Bab 51 | Taman hiburan
52
Bab 52 | Kumala
53
Bab 53 | Surat cinta untuk Alana
54
Bab 54 | Kakak tingkat
55
Bab 55 | Mawar merah
56
Bab 56 | Cincin dan hati
57
Bab 57 | Calon mantu
58
Bab 58 | Yes, I do
59
Bab 59 | Hujan
60
Bab 60 | Pulang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!