Sang Pemburu Siluman

Langit di atas Gunung Gede menggulung kelam, seolah menyimpan sesuatu yang lebih tua dari hujan. Kabut turun perlahan, membungkus lereng hutan dengan bisikan dingin. Di tengah semak berduri yang menghitam oleh darah, Sasmita Wibisana berdiri diam. Nafasnya berat. Pedang siluman di tangannya masih meneteskan cairan kehijauan, menguap seperti racun.

Mayat makhluk itu—bukan sepenuhnya manusia, bukan sepenuhnya binatang—tergeletak dengan tubuh terpelintir. Matanya menyala sekali sebelum akhirnya redup, dan dari mulutnya yang compang-camping, suara serak keluar seperti desahan angin yang membawa pesan dari neraka.

“...Ibu akan bangkit... daging akan dibelah, darah akan diseruput... dan kau takkan bisa menebas apa yang tak lahir di dunia ini...”

Sasmita tak menjawab. Ia hanya menancapkan pedangnya dalam-dalam ke jantung makhluk itu, hingga tak ada lagi suara. Lalu ia menarik napas dalam-dalam, memejamkan mata.

Semenit. Dua menit. Angin berembus pelan, membawa bau bunga kenanga yang membusuk. Lalu dia membuka matanya. Pandangannya tajam, seperti panah yang menembus malam.

Ia menyusuri lereng, kakinya menyentuh tanah dengan langkah yang nyaris tak bersuara. Di balik jubah panjangnya, ada luka di bahu—bekas cakar siluman itu, tapi dia tak mengeluh. Ia sudah terbiasa bertarung dalam gelap. Di luar radar. Di luar cahaya. Ia bukan pahlawan kota, bukan simbol. Ia adalah pemburu. Dan malam ini, buruan memberinya sesuatu yang lebih berbahaya dari sekadar gigi dan cakar.

Nama itu.

“Ibu…”

Sasmita turun ke lembah kecil di kaki gunung, tempat ia menyimpan barang-barang mistis dan relik keluarga. Di balik sebuah batu besar yang dililit akar-akar tua, ia membuka peti kayu hitam yang dibungkus rajah daun lontar. Di dalamnya: kitab lawas dari Garut, kalung dari rambut keramat, dan potongan tulang yang disegel dalam botol kaca.

Ia mengambil kitab itu. Membukanya cepat. Menelusuri halaman demi halaman dengan mata yang sudah terbiasa membaca naskah kuno seperti membaca pesan WhatsApp. Hingga matanya berhenti di satu bagian:

> Nyai Rante Mayit. Ibu Iblis Jahanam.

Dukun pengikat jiwa, penguasa dunia sungsang.

Dikubur hidup-hidup oleh penduduk Gunungjati,

disegel tujuh lapis tanah merah dan bunga pemutus arwah.

Tangannya mengepal.

Itu bukan sekadar dongeng. Ia pernah mendengar nama itu saat kecil, dibisikkan oleh neneknya saat malam listrik padam. Nyai Rante Mayit, perempuan yang mengikat bayi dengan doa neraka, yang menyusu mayat, yang memanggil banaspati untuk beranakkan api.

Dan kini… siluman di Gunung Gede menyebutnya akan bangkit?

“Mustahil,” gumamnya. Tapi suaranya sendiri terdengar tak meyakinkan.

Ia menutup kitab itu dan merogoh sakunya. Sebuah liontin kecil, milik adiknya yang sudah meninggal, ia genggam erat. Perasaan dingin menjalar dari jantung ke ujung jarinya. Sesuatu yang lebih tua dari ilmu silat. Lebih dalam dari dendam.

Ia menyalakan ponsel bututnya—tak ada sinyal. Tapi bukan itu yang ia cari. Ia membuka aplikasi catatan, mengetik cepat.

> Anomali spiritual Gunungjati

Bayi mati mendadak

Siluman menyebut "Ibu"

Pola pergeseran arwah

Hubungan ke naskah Nyai Rante Mayit

Butuh akses ke lokasi penguburan lama

Setelah itu, ia menutup ponsel. Angin malam bertiup lebih kencang, membawa suara gamelan samar dari kejauhan, meski tak ada desa terdekat di radius lima kilometer.

Sasmita merapatkan jubahnya. Ia tahu. Dunia ini sedang membuka pintu ke sesuatu yang tak boleh dibuka. Sesuatu yang bahkan para pemburu siluman pun enggan menyentuhnya.

Tapi ia juga tahu: kalau bukan dia, siapa lagi?

Beberapa saat kemudian, Sasmita duduk bersila di depan peti kayu terbuka. Angin malam makin dingin, menusuk tulang. Dari balik jubahnya, ia mengeluarkan satu koper baja kecil. Kombinasi angka diputar cepat—klik. Isinya: selongsong peluru kaliber 12, deretan bahan mantra kering, dan botol kecil berisi minyak lempung dari makam tua.

Dengan tenang, ia mulai bekerja.

Tangannya cekatan, mencampur serpih akar kemenyan hitam, bubuk tulang janin harimau jadi, dan cairan dari botol itu. Satu per satu peluru dibuka, diisi ulang. Tak ada suara selain desir lembut logam bersentuhan dan komat-kamit mantra kuno dari mulutnya.

“Untuk yang menyentuh jiwa tanpa izin... untuk yang menyeberang tanpa tubuh... untuk yang menjerat bayi sebelum tangis...,” bisiknya.

Mantra itu bukan sekadar bacaan. Ia mematri tiap peluru dengan niat. Dengan rasa. Dengan dendam warisan. Peluru-peluru itu bukan untuk membunuh. Tapi untuk menyegel. Untuk memaksa sesuatu kembali ke dalam tanah yang seharusnya tidak mereka tinggalkan.

Satu demi satu, peluru dimasukkan ke dalam chamber shotgun klasik miliknya—senjata warisan ayahnya, pemburu siluman generasi sebelum dia. Namanya terukir samar di laras: Wibisana. Besi tua, tapi tak pernah meleset dalam urusan antara manusia dan yang bukan.

Klik. Klik. Klik.

Delapan peluru. Delapan kutukan.

Setelah semua terisi, ia berdiri. Menyampirkan senapan itu di punggung, lalu memeriksa belatinya yang diselipkan di sekujur tubuh. Hari ini bukan hari biasa. Dan malam ini bukan malam biasa.

Langit mendung tak bergerak. Seperti menahan sesuatu di atas sana agar tidak turun—bukan hujan, tapi sesuatu yang lebih gelap. Kabut mulai bergerak ke arah timur, seperti ditarik oleh kekuatan yang tak kasatmata.

Sasmita menatap arah itu. Sudut bibirnya mengencang. Gunungjati.

Ia memasukkan kitab ke dalam tas selempang, lalu meraih kalung rambut keramat dan melilitkannya di pergelangan tangan kiri.

“Kalau Ibu itu benar-benar bangkit,” gumamnya, “aku akan pastikan dia menyesal pernah menyentuh anak-anak manusia.”

Lalu ia berjalan ke arah motornya, yang tersembunyi di balik pohon beringin mati. Sebuah trail tua dengan segel pelindung di tangki bensinnya. Mesin dinyalakan tanpa suara. Lampu depan mati. Hanya suara rantai dan roda menyisir tanah hutan.

Sasmita melaju ke arah yang disebut dalam kitab.

Ke arah di mana bumi pernah dikutuk oleh tangisan bayi yang tidak sempat hidup.

Ke arah desa yang pernah membakar seorang dukun hidup-hidup, dan kini… mulai dilupakan.

Gunungjati menunggu.

Dan Sasmita tidak datang untuk menyapa. Ia datang membawa peluru.

Dan doa paling tajam yang pernah dia hafal.

Bersambung....

Episodes
1 Bunga Kematian
2 Hutan Borneo Di Terror
3 Teror Di Markas The Vault
4 Terror Di Kota Tanpa Wajah
5 Sang Pemburu Siluman
6 Musisi Dari Neraka
7 Keturunannya Ada Disini.
8 Sebuah Pintu Terbuka
9 Pawang Tanah Merah
10 Kedatangan Pertama Renggannis Larang
11 Evakuasi
12 Kedatangan The Chemist
13 Obrolan Sang dua penjaga
14 Serangan Para Pawang Tanah Merah
15 Ningsih Dalam Bahaya
16 Ningsih menjadi Kunci
17 Ke 5 Pahlawan Berkumpul
18 Kedatangan Raja Genderuwo
19 Pertengkaran
20 Ledakan Metal Dan Sains
21 Mundur Sementara
22 Pembentukan Tim
23 Sebuah Nama dan Masa Lalu Mengerikan
24 Strategi serangan balik
25 Keadaan Di Tempat Evakuasi
26 Serangan balik yang gagal
27 Serangan Kolaborasi
28 Misteri Uwa Dargo
29 Kebangkitan Nyai Rante Mayit
30 Mystic Guard Terdesak
31 Keputus Asaan
32 Kedatangan Pejuang Cahaya Kebenaran
33 Pertarungan Kebenaran vs Kebatilan
34 Bersatu dengan kebenaran
35 Kemenangan yang berharga
36 Kedamaian sementara
37 Anggota Baru
38 Kembali pulang
39 Kepulangan para pahlawan
40 Markas baru
41 Tempat Berkumpul
42 Ancaman Baru Dari Laut Selatan
43 Persiapan Diplomasi Spritual
44 Berkomunikasi dengan Ratu Pantai Selatan
45 Cara masuk ke dalam laut
46 Kota Di Dalam Laut
47 Pertemuan dengan Dewi Kadita
48 Sebuh Misi dari Sang Ratu
49 Keberanian dan Tekad
50 Dunia Ghaib Kapitalisme Hitam
51 Ketegangan dan Kegelisahan
52 Cermin Hawa Nafsu
53 Sebuah Tawaran Kenikmatan
54 Kebijaksanaan kekuatan mengalahkan Kenikmatan Palsu
55 Setelah Kemenangan
56 Ratu Lautan Bergabung
57 Semakin Kuat
58 Ibu Nafsu Pertama
59 Invasi Pertama
60 Cahaya Terakhir Di Lantai 13
61 Ancaman Baru Dari Neraka
62 Laporan Ancaman
63 Rapat Penting
64 Sang Ratu Laut Datang
65 Gertakan Kawi
66 Jernih Nurani
67 Pertempuran Di pesisir Pantai
68 Bertaruh nyawa
69 Bantuan dari Penyihir Tanah Jawa
70 Sihir Manusia Pantang Menyerah
71 Meriam Takdir
72 Selesai Pertempuran
73 Ilyzana Iblis Penggoda Hawa Nafsu
74 Sekutu Ilyzana
75 Rengganis Larang Murka
76 Sasmita Kagum
77 Hadiah dari Closer
78 Sisi Spritiual Taki dan Sasmita
79 Korban Kolor Ijo
80 Menolong sesama
81 Memburu Kolor Ijo
82 Keberanian yang tumbuh
83 Nafsu di Rawa busuk
84 Rencana dan Strategi melawan Ilyzana
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bunga Kematian
2
Hutan Borneo Di Terror
3
Teror Di Markas The Vault
4
Terror Di Kota Tanpa Wajah
5
Sang Pemburu Siluman
6
Musisi Dari Neraka
7
Keturunannya Ada Disini.
8
Sebuah Pintu Terbuka
9
Pawang Tanah Merah
10
Kedatangan Pertama Renggannis Larang
11
Evakuasi
12
Kedatangan The Chemist
13
Obrolan Sang dua penjaga
14
Serangan Para Pawang Tanah Merah
15
Ningsih Dalam Bahaya
16
Ningsih menjadi Kunci
17
Ke 5 Pahlawan Berkumpul
18
Kedatangan Raja Genderuwo
19
Pertengkaran
20
Ledakan Metal Dan Sains
21
Mundur Sementara
22
Pembentukan Tim
23
Sebuah Nama dan Masa Lalu Mengerikan
24
Strategi serangan balik
25
Keadaan Di Tempat Evakuasi
26
Serangan balik yang gagal
27
Serangan Kolaborasi
28
Misteri Uwa Dargo
29
Kebangkitan Nyai Rante Mayit
30
Mystic Guard Terdesak
31
Keputus Asaan
32
Kedatangan Pejuang Cahaya Kebenaran
33
Pertarungan Kebenaran vs Kebatilan
34
Bersatu dengan kebenaran
35
Kemenangan yang berharga
36
Kedamaian sementara
37
Anggota Baru
38
Kembali pulang
39
Kepulangan para pahlawan
40
Markas baru
41
Tempat Berkumpul
42
Ancaman Baru Dari Laut Selatan
43
Persiapan Diplomasi Spritual
44
Berkomunikasi dengan Ratu Pantai Selatan
45
Cara masuk ke dalam laut
46
Kota Di Dalam Laut
47
Pertemuan dengan Dewi Kadita
48
Sebuh Misi dari Sang Ratu
49
Keberanian dan Tekad
50
Dunia Ghaib Kapitalisme Hitam
51
Ketegangan dan Kegelisahan
52
Cermin Hawa Nafsu
53
Sebuah Tawaran Kenikmatan
54
Kebijaksanaan kekuatan mengalahkan Kenikmatan Palsu
55
Setelah Kemenangan
56
Ratu Lautan Bergabung
57
Semakin Kuat
58
Ibu Nafsu Pertama
59
Invasi Pertama
60
Cahaya Terakhir Di Lantai 13
61
Ancaman Baru Dari Neraka
62
Laporan Ancaman
63
Rapat Penting
64
Sang Ratu Laut Datang
65
Gertakan Kawi
66
Jernih Nurani
67
Pertempuran Di pesisir Pantai
68
Bertaruh nyawa
69
Bantuan dari Penyihir Tanah Jawa
70
Sihir Manusia Pantang Menyerah
71
Meriam Takdir
72
Selesai Pertempuran
73
Ilyzana Iblis Penggoda Hawa Nafsu
74
Sekutu Ilyzana
75
Rengganis Larang Murka
76
Sasmita Kagum
77
Hadiah dari Closer
78
Sisi Spritiual Taki dan Sasmita
79
Korban Kolor Ijo
80
Menolong sesama
81
Memburu Kolor Ijo
82
Keberanian yang tumbuh
83
Nafsu di Rawa busuk
84
Rencana dan Strategi melawan Ilyzana

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!