Chapter 3

“Hei, pemuda. Pindahlah ke bagian tepi sana. di sana masih banyak bongkahan besar untuk diselesaikan. Bagian ini sudah lebih dari cukup tenaga pria paruh baya seperti kami. Pergilah ke sana.”

Shinkai mengangguk. Lantas berpindah ke tempat bongkahan berlian yang dimaksud pria tadi. Kilau indah menyambut kedatangannya. Benar. Bagian itu butuh tenaga seperti Shinkai.

Tempat itu, atau desa tempat tinggal Shinkai, hingga beberapa desa di sekitarnya merupakan wilayah yang menghasilkan hasil alam seperti berlimpah ruah. Sehingga, sebagian besar mata pencaharian di sana adalah sebagai penambang berlian. Sekalipun bukan pekerja tetap, namun para pemuda seperti Shinkai selalu mendapatkan tempat untuk membantu pekerjaan tersebut.

Sekalipun kerap kali ditambang, namun tanah yang menyimpan berlian itu tidak pernah habis oleh alat-alat berat. Jika hari itu mereka menggali sepanjang belasan meter, maka belasan meter tersebut akan kembali seperti semula keesokan harinya. Bahkan bekas penggalian pun tidak tersisa. Itu adalah fenomena alam yang biasa di sana. Adapun belian seperti tumbuhan yang terus tumbuh dan berkembang. Sehingga, siapapun pasti akan memiliki berlian. Akan tetapi, tentu setiap penambangan memiliki pemiliknya masing-masing. Biasanya karena diturunkan dari beberapa generasi terdahulu. Total tempat penambangan di desa tersebut ada lima belas tempat. Sedangkan di desa-desa tetangga penghasil berlian lainnya hanya berjumlah dua sampai lima tempat saja.

Meskipun demikian, bukan berarti berlian tidak benar-benar istimewa. Jika benda tersebut dibawa ke kota atau negeri yang jauh dari tempat itu, maka harga jualnya akan sangat mencengangkan. Bisa mencakup harga minimal sepuluh kali lipat.

“Shin, baguslah kau di sini. Tolong habiskan bagian kecil yang tersangkut ini. Mata rabunku tidak melihatnya dengan jelas,” pinta seorang pria yang berusia tidak kurang dari 60 tahun.

“Yang itu nanti saja. kita harus meratakan bongkahan yang besar dulu,” tukas seseorang di dekatnya.

“Tapi serpihan ini akan mudah dibentuk menjadi mata kalung. Nine akan suka dengan hadiah semacam ini,” jelas pria tua itu.

“Cucumu lagi. Ayolah, kita punya prioritas lain di sini. Jangan egois.”

Shinkai melebarkan telapak tangannya pada sang pria tua, “Aku mendapatkan bongkahan berbentuk bintang kecil. Apakah ini cukup?”

Itu adalah berlian yang sengaja dibentuk oleh Shinkai beberapa waktu lalu untuk menghibur Aimee karena waktu tradisi Jatah Berlian Gadis Cantik telah usai. Ya, tentu saja daripada disebut menghibur, lebih cocok disebut mengejek.

“Berlian bintang hijau. Ini bahkan lebih indah dari pecahan tajam tadi,” jawab si pria tua.

“Itu warna merah, pak tua. Baru saja kau bilang itu bongkan kecil yang indah. Sekarang kau sudah berubah pikiran,” tegas si pria yang awalnya menolak permintaan di kakek untuk diambilkan serpihan kecil itu.

“Hei, diam kau pria kumis kusut. Pantas saja putramu selalu memanggilmu si kucing garong!”

Senyuman getir tersulam pada bibir Shinkai. Sambil melanjutkan pekerjaannya, ia menyimpan kecewa. Ayolah, seharusnya itu menjadi adegan yang menyentuh hati.

20 menit kemudian. Waktunya istirahat makan siang. Shinkai membuka bekal yang terbungkus kain merah. Itu adalah bekal buatan bu Dyn. Saat dibuka, isinya adalah nasi yang ditempelkan rumput laut berbentuk senyuman. Dengan lauk ayam goreng lembut tanpa tulang beserta saus gurih. Serta lalapan pucuk bunga mawar. Dengan gerakan cepat, Shinkai langsung membuang lalapan aneh itu ke semak-semak.

“Siapa juga orang aneh selain dirinya yang akan memakan menjadi semacam itu,” keluhnya dengan suara kecil.

“Hei, Shin. Apa makananmu hari ini?” tanya si kakek yang tadi.

“Hai, kakek Haru. ayam.”

“Itu terlihat lembut dan sedikit berair. Apakah gigimu sudah kropos sepertiku?” ujar kakek yang bernama Haru itu.

Belum sempat Shinkai menyentuh makanannya, pada ia sudah lapar sekali. Namun si kakek Haru terus saja mengajaknya untuk mengobrol dan bertanya ini dan itu. tangan kiri Shinkai yang bersembunyi di balik pahanya terkepal kuat sekali. Ia benar-benar sudah muak. Padahal beberapa kali perutnya meronta minta diisi.

“Dulu, sewaktu aku seusia denganmu. Aku punya teman yang selalu memakan makanan lembut. Ternyata, itu karena hidupnya tak lama lagi.”

Kurang ajar. Kau pikir aku penyakitan?

Kemudian, kakek Haru mengeluarkan selembar kertas kosong. Lalu diberikan kepada Shinkai.

Tangan Shinkai yang sejak tadi terkepal, kini digunakan untuk menerima itu. Walaupun dengan perasaan bingung.

“Ah, maaf. Penaku digondol anjing tadi pagi.”

“Baiklah, apa yang harus aku lakukan dengan kertas ini, Kek?” tanya Shinkai dengan suara yang agak meninggi bersama geram.

“Tuliskan wasiat sehingga aku akan terus mengenangmu seumur hidupku. Aku akan bersaksi bahwa kau anak yang baik.”

Kau yang jauh lebih tua, Kakek! Pikirkan batas usiamu. Geram Shinkai dalam hati.

Beberapa menit berikutnya, akhirnya kakek Haru menyantap makanannya dan menjeda ucapannya. Dengan begitu, Shinkai juga bisa melahap makanannya yang sudah dingin. Ia hanya bisa menahan sebal lagi. Sebab kenikmatan makanan hangat sirna sudah. Walaupun begitu, ia cukup bersyukur karena setidaknya waktu istirahat masih cukup untuknya menghabiskan bekalnya.

“Oh, iya. Di mana lalapan bungamu?”sambung kakek Haru.

“Tidak ada.”

“Benarkah? harusnya itu tidak pernah absen untukmu yang masih butuh asupan gizi.”

Shinkai hanya menjawabnya dengan senyuman tanggung.

Beberapa saat berikutnya. Makanan Shinkai telah tandas. Disusul di kakek Haru.

“Shinkai,” panggil kakek Haru saat Shinkai hendak kembali bekerja. Nada suaranya lebih dalam.

“Iya, Kek?” Shinkai bertanya setelah menoleh.

“Terima kasih, telah memberikanku berlian itu untuk Nine. Aku tahu, sebenarnya kau telah menyiapkan itu untuk orang lain.” Wajah si kakek tampak lebih serius.

“Tak apa. Itu tidak terlalu penting. Kau lebih membutuhkannya.”

“Itu karena keberanianmu yang sangat kurang, Shin. Terlalu takut ditolak, sampai kau tidak sempat mengukir nama dan melaksanakan tradisi Jatah Berlian Gadis Cantik.”

Seketika seluruh bagian dalam tubuh Shinkai seperti terbakar. Ya, terbakar emosi yang berjam-jam ia pendam sendiri hingga mengendap membentuk kobaran api dalam dirinya.

Siapapun pensiunkan pria tua sialan ini!

“Hei, cepat kembali bekerja anak muda. Kita tidak punya banyak waktu lagi. Sebentar lagi tanah ini akan tersusun ulang! Kau juga pria tua. Jangan menambah beban kami!”

“Baiklah, ayo kita kembali bekerja. Kucing garong itu sudah mencicit.”

Sejak kapan kucing mencicit?

Punggung yang agak membungkuk itu ditatap oleh Shinkai. Terbayang, betapa ringkihnya itu terlihat. Namun, ia masih mampu mengerjakan pekerjaan berat. Sudah lebih dari empat puluh tahun, kakek Haru menjadi pekerja tambang berlian. Kedua anaknya menjadi korban pemberontakkan tujuh tahun lalu. Meninggalkan seorang cucu yang kini menjadi keluarga satu-satunya. Shinkai termenung sejenak. Sebab ia adalah bagian dari tragedi itu. Ia tahu betul beratnya beban yang ditanggung kakek Haru. sekalipun orangnya sangat menyebalkan dan tidak bisa menjaga omongan. Namun, tak pernah mengeluh pada siapapun. Agar ia tidak akan mendengar kabar tidak mengenakkan yang disampaikan orang lain pada cucu kesayangannya.

“Maaf, aku adalah bagian dari orang yang merenggut warna dalam kehidupanmu,” bisik Shinkai dengan suara kecil sekali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!