Part 3

Assalamualaikum Readers semuanya, novel Kekasih Halal mohon dukungannya yah dengan cara like (tekan tombol icon jempol di bawah, jangan lupa icon love juga biar selalu tahu jadwal updatenya), komen (kritik, saran, kesan boleh banget😘), dan Vote. Terimakasih ya😘😘

☘️Selamat membaca☘️

Sejak aku lulus SMK dan kebetulan sejak itu pula Ibu pulang karena sakit, aku memutuskan untuk pulang juga dari pesantren untuk mengurus Ibu di rumah.

Aku mencuci dan memasak sesuai kemampuanku, semua pekerjaan rumah aku kerjakan dengan senang hati.

Aku merasa senang bisa merawat Ibuku karena Ibu adalah segalanya bagiku, jika aku belum menikah maka syurgaku dan keridhoan Allah  ada di tangan Ibuku.

Sesampainya di rumah, aku mulai masak seadanya. Sayuran sudah ku beli kemarin sore. Aku selalu membeli sayuran sore hari agar paginya aku bisa langsung memasak. Aku mulai belajar memasak saat aku berada di pesantren, disana saat piket ada juga yang bertugas membantu memasak di dapur.

Selesai memasak, aku menuangkan nasi di piring agar cepat dingin. Sebelum berangkat mencuci di sungai aku terlebih dahulu memasak nasi di magicom yang menurutku lebih praktis, sehingga selesai mencuci nasi sudah matang.

Nasi sudah dingin, sayur sudah matang. Aku segera menghidangkannya di ruang tengah. Aku masuk ke kamar Ibu lalu aku memapah Ibu ke ruang tengah untuk makan bersama. Disela-sela aku makan terlintas dalam fikiranku jika nanti aku di Jakarta pasti Ibu akan sendirian.

“ Ibu, nanti bagaimana jika aku di Jakarta Ibu akan sendiran, aku tidak tega bu.”  Mataku tiba-tiba berkaca-kaca, hati ini rasanya benar-benar tidak tega jika harus membayangkan Ibuku akan hidup seorang diri, walaupun Kinar sudah mengatakan bahwa dirinya akan ikut menjaga Ibuku, tapi aku tetap merasa khawatir.

Ibu tersenyum, “Ibu bersama Allah Nduk, kamu jangan cemas, Allah akan menjaga Ibu, kita semua adalah  makhluk yang sangat lemah, kita tidak akan mampu melawan setiap bencana, menaklukan setiap derita dan mencegah setiap malapetaka dengan kekuatannya sendiri, jadi tidak perlu takut dan cemas, ada Allah yang maha segala-galanya yang akan menjaga Ibu.”

Aku sedikit lega jika Ibu mengatakan demikian, tapi walau bagaimana pun aku masih harus menitipkan Ibu pada Kinar dan kedua orangtuanya. Selesai makan aku berpamitan pada Ibu untuk sowan ke ndalem pesantren, minta doa pada Abah Kyai dan Bu Nyai. Sudah 6 tahun aku mondok disana, yang pasti aku juga dekat dengan keluarga ndalem. Ibu mengizinkannya, aku segera mengambil sepedaku yang ada di teras depan, aku mulai mengayuh sepedaku menuju pesantren yang jaraknya lumayan jauh, tapi demi sebuah doa restu aku rela berpanas-panasan sambil mengayuh sepeda.

Aku juga akan berpamitan pada guru-guru ngajiku di sana, itu adalah bentuk dari adab seorang murid kepada gurunya, kata guru ngajiku keberkahan ilmu yang di dapat oleh para ulama salaf itu disebabkan karena baiknya adab mereka dalam menuntut ilmu dan adab mereka terhadap guru.

Aku melihat sekeliling desaku yang masih sangat asri, sawah terbentang begitu luas, setiap berpapasan dengan warga desa kami saling tegur sapa, indah sekali, rasanya ingin selamanya hidup di desa saja jika di perkenankan, tapi takdir hidup manusia selalu berubah-ubah. Kita hanya bisa bersiap diri dengan apapun yang Allah sudah gariskan pada kehidupan kita.

Tak terasa akhirnya sampai juga di pesantren, aku menyapa Pak Satpam penjaga pesantren, Pak Satpam tentunya menyapaku juga dengan senang hati, beliau sudah sangat mengenalku, bagaimana mungkin lupa begitu saja, aku sudah menghuni pesantren ini selama 6 tahun, aku terkenal penurut  juga pintar.

Aku segera memarkirkan sepedaku, lalu bergegas masuk ke dalam rumah Bu Nyai yang berada di samping Masjid pesantren.

Aku segera memarkirkan sepedaku, lalu bergegas masuk ke dalam rumah Bu Nyai yang berada di samping Masjid pesantren.

“Assalamualaikum.” Aku mengetuk pintu rumah Bu Nyai.

“Waalaikumsalam.” Bu Nyai begitu terkejut ketika melihatku sudah di depan pintu rumahnya, beliau langsung menghampiriku dan memelukku dengan penuh kehangatan.

“ Ya Allah Inay, kenapa baru kemari?” Bu Nyai mengelus kepalaku.

“ Maaf Bu Nyai, Ibu di rumah masih sakit, jadi Nay baru sempat kesini”. Bu Nyai mempersilahkan aku duduk. Bu Nyai menyuruh anak gadisnya yang kebetulan di rumah untuk mengambilkan minuman dan cemilan untukku.

Bu Nyai menanyakan keadaan Ibuku, aku menceritakan keadaan Ibu yang masih sakit, Bu Nyai mengutarakan niatnya ingin memberikanku beasiswa untuk kuliahku nanti agar kelak bisa menjadi guru di pesantren.

Namun aku menolaknya dengan berat hati, ku utarakan niatku datang ke pesantren hari ini, dan aku juga menceritakan tentang keberangkatanku ke Jakarta karena sebuah alasan yang mendesak.

Beasiswa dari Bu Nyai padahal sangat menggiurkan, tapi perintah Ibu menurutku lebih penting, aku takut jika orang kaya itu menuntut Ibu. Aku juga melihat kesedihan diwajah Bu Nyai, tapi Bu Nyai seolah mengerti akan kegelisahanku dan masalah hidup yang sedang aku hadapi.

“Nay, jika terjadi apapun jangan sungkan untuk memberitahu saya yah!” Bu Nyai kembali mengusap kepalaku.

Aku mengangguk, “doakan Inayah ya Bu”. Aku memeluk tubuh Bu Nyai, Bu Nyai pun membalas pelukanku.

Setelah berpamitan dengan Bu Nyai kini saatnya aku berpamitan pada Abah yang saat itu sudah dipanggil oleh anaknya. Abah duduk di sebelahku, aku langsung mencium tangan Abah lalu menceritakan  perihal diriku yang akan menggantikan Ibuku merantau ke Jakarta.

Abah mengerti keadaanku, Abah malah menasehatiku jika berbakti dengan orang tua itu wajib, jika kepergianku dikarenakan atas perintah Ibu dan untuk membantu Ibu itu termasuk dalam kategori berjihad.

Kata Abah berbakti pada orang tua setara dengan jihad dan termasuk perbuatan yang dicintai Allah SWT, insyaAllah akan dimudahkan dalam segala perkara, diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, serta memperoleh imbalan syurga dan dijauhkan dari malapetaka. Nasehat Abah membuatku semakin mantap untuk melangkah.

Karena waktuku sudah tidak banyak, nanti sore sudah harus ke terminal, aku pun berpamitan pulang, Bu Nyai memelukku cukup lama, sedangkan Abah menatapku penuh haru. Aku keluar dari rumah Bu Nyai,  lalu berjalan mengambil sepeda yang terparkir di halaman pesantren.

“ Inayah…!!!” sapa seseorang memanggilku dari kejauhan.

Aku langsung menengok ke arah sumber suara, aku melihat Ustad Hadi menghampiriku, seketika aku langsung grogi, Ustad Hadi yang digosipkan menyukaiku, entahlah itu berita benar atau hanya gosip, tapi orang bilang gosip adalah kebenaran yang tertunda. Aku langsung menundukan pandanganku ketika Ustad Hadi semakin mendekat.

“ Iya Ustad, ada apa?” aku masih menundukan pandanganku. Aku memegangi sepedaku dengan erat untuk mengurangi rasa grogi di depan Ustad Hadi.

“Kenapa baru datang Nay, Bu Nyai dan Abah selalu menunggumu datang.” Ustad Hadi ikut memegangi sepedaku juga, entahlah mungkin ingin mencegahku agar tidak cepat pergi.

“ Iya tadi sudah bertemu Tadz,” jawabku singkat, ingin sekali aku segera pergi dari sini karena ini masih area pesantren, aku takut orang lain akan berfikir yang bukan-bukan karena aku hanya mengobrol berdua dengan Ustad Hadi.

“Apa kamu akan mengambil beasiswa dari Abah?” tanya Ustad Hadi sambil tersenyum. Aku menggeleng, karena sudah terlanjur ditanya akhirnya aku menceritakan pada Ustad Hadi alasan kenapa aku tidak menerima beasiawa yang ditawarkan Abah.

Wajah Ustad Hadi langsung berubah seketika ketika mendengar aku akan merantau ke Jakarta. Ustad Hadi takut aku  tidak bisa mengimbangi pergaulan yang ada disana. Aku pun tidak bisa berkata apa-apa selain minta didoakan.

Ustad Hadi lalu mengambil sesuatu pada sakunya, sebuah kertas dan pulpen. Ustad Hadi menulis nomor ponselnya dikertas kecil dan memberikannya padaku.

Ustad Hadi berpesan  agar menghubunginya jika suatu hari nanti aku membeli ponsel. Aku hanya mampu mengangguk lalu segera berpamitan pulang. Ustad Hadi mempersilahkan aku pulang dengan kesedihan yang terlihat diraut wajahnya.

Terpopuler

Comments

Nong Nurhasanah

Nong Nurhasanah

ia bener,aq jg belum bisa move on dr AJTP,tp aq mulai coba buat terus baca.sapa tau pelajaran yg didapat akan sama ky yg di AJTP.atau mungkin malah lebih

2022-04-02

1

sakura🇵🇸

sakura🇵🇸

wah...pak ustadz harus gercep donk

2022-03-11

0

fauzi

fauzi

bukan jodoh ustad

2021-11-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!