Usai menenangkan Esson dengan kalimat-kalimat bijak yang ia copy dari sosial media, Vero keluar dengan menggunakan motor gede miliknya. Sebenarnya bulan lalu Esson sudah membelikannya mobil, tetapi Vero masih lebih nyaman dengan motor kesayangannya itu.
Rencananya hari ini Vero malah akan mengembalikan mobil tersebut pada Esson, sekalian untuk membujuk kakaknya lagi—terakhir kali, agar mau mengizinkan dirinya menekuni dunia otomotif.
Namun, kerumitan masalah yang menimpa Esson, terpaksa Vero pun mengurungkan niatnya. Dengan perasaan yang sulit dijabarkan, mau tidak mau dia akan belajar bisnis sesuai keinginan Esson.
Kini di halaman rumah dua lantai dengan warna clay, Esson menghentikan motornya. Pelayan di sana langsung menyambut dan menyuruhnya masuk, karena Vero bukan lagi orang asing. Dia adalah teman dekat tuan muda mereka—Rimba.
"Eh, Vero. Tumben lo, muka kucel amat. Kenapa?" tegur Rimba saat Vero masuk ke kamar lelaki itu. Ternyata bukan hanya Rimba yang ada di sana, melainkan juga ada Gilang, teman Vero yang lain.
"Engap pikiran gue, entahlah." Vero menjawab malas, sembari duduk di sofa dan melemparkannya ke sembarang tempat.
"Soal kakak lo lagi?" Gilang ikut bertanya, seraya mengamati wajah Vero yang jauh lebih masam dibanding dua hari lalu.
"Ya udah lah, Ver, ikuti aja dulu keinginan kakak lo. Kalau dipikir-pikir ... ada benernya juga kata-kata Kak Esson itu, dunia bisnis jauh lebih menguntungkan dibanding otomotif. Tapi, gue sendiri juga ogah sih menggeluti bisnis. Pusing, botak gue entar." Rimba menyela lebih dulu, sambil nyengir hingga membuat Vero mendengkus sebal.
"Gini aja deh, Ver. Lo kuliah bisnis sambil dikit-dikit belajar otomotif. Jadi ngejar masa depan, tapi ngejar hobi juga," sahut Gilang lagi karena Vero tak jua bicara.
Sekarang pun Vero belum menanggapi ucapan Gilang. Saran dari Gilang sekilas terdengar mudah, tetapi Vero yakin sebenarnya tak akan semudah itu. Belajar bisnis sudah menguras otak dan juga waktu, tak akan sempat lagi otak-atik otomotif.
Alih-alih bicara, Vero malah menatap kedua temannya. Mereka sama-sama lahir di tengah keluarga kaya, tetapi keluarga mereka tidak menekan harus begini atau begitu. Rimba diizinkan ambil jurusan otomotif, sedangkan Gilang jurusan fotografi. Bebas saja mereka mendalami hobi tersebut.
Mungkin karena mereka bukan anak tunggal dan orang tua masih ada, atau pula aset keluarga mereka tidak sebanyak milik keluarga Vero. Entahlah.
Terkadang Vero merasa Esson sangat egois. Namun, tak dipungkiri Esson sangat menyayanginya. Esson tak hanya berperan sebagai kakak, tetapi juga mengambil alih peran orang tuanya. Vero pun paham semua keputusan Esson semata-mata untuk kebaikan dirinya.
"Tapi ...," batin Vero dengan perasaan yang kalut.
Mimpi terbesarnya untuk menjadi teknisi di tim pabrikan MotoGP terus terbayang-bayang, mengganggu pikirannya dan melemahkan semangatnya.
"Stok yang kemarin masih gue simpen kalau lo butuh pelampiasan lagi," celetuk Rimba sambil menepuk bahu Vero.
Lagi-lagi Vero mendengkus, sudah ogah menyentuh minuman laknat itu. Niat untuk melupakan masalah sejenak, kenyataannya malah mendatangkan masalah baru. Gila, bukan?
"Ngisep doang lah kalau nggak minat yang berat-berat. Jujur deh, nggak tega gue lihat muka lo yang mengenaskan kayak gitu." Gilang tertawa, seraya menyodorkan sebungkus rokok yang sudah terbuka, lengkap dengan koreknya.
Sebenarnya Vero bukan perokok, bahkan dia pernah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengenal benda itu sebelum lulus kuliah. Namun nyatanya, keputusan Esson yang membuatnya tertekan membuatnya mengenal rokok lebih dini.
"Lo berdua diem aja deh, tambah pusing gue denger kalian ngoceh." Vero bicara datar, sembari mengambil sebatang rokok dan menyulutnya.
Namun, mendengar peringatan itu Rimba malah tertawa. "Tapi ... gue mendadak kepikiran buat fotoin lo pas lagi ngerokok gini, terus gue kirim ke Kak Esson. Kira-kira ... gimana ya tanggapannya?"
"Lo coba aja biar tahu jawabannya, tapi jangan sekarang, dia lagi ada masalah," jawab Vero sekenanya.
"Masalah apa?"
"Mbak Carla minggat. Kayaknya ... Kak Esson bulan depan nggak jadi nikah."
"Hah?"
Gilang dan Rimba kompak membulatkan mata lebar-lebar. Mereka pun tahu semanis dan seromantis apa hubungan Esson dan Carla selama ini.
"Ini lo serius, Ver? Mereka putus? Masalahnya apa coba, kok bisa gitu," tanya Rimba.
Vero menarik napas panjang, lantas menghembuskannya dengan berat.
"Kurang paham juga gue," jawabnya setelah terdiam sesaat.
Di saat Vero masih menghibur hati dengan menemui teman-temannya, Esson justru kedatangan tamu yang tak lain adalah sahabat terdekatnya Carla.
Tessa, begitulah Esson mengenalnya. Dia adalah wanita cantik, kaya, anggun dan juga mempesona, meskipun Esson sendiri tidak pernah terpesona padanya.
"Aku tadi menemui CEO dan HRD di Hotel Starlight. Kata mereka, baru kemarin pagi Carla mengajukan resign. Kontrak kerjanya masih kurang delapan bulan, dan Carla rela membayar kompensasi demi bisa resign hari itu juga. Esson, sepertinya ... kepergian Carla kali ini benar-benar mendadak, bukan dengan rencana dari jauh-jauh hari."
Esson masih diam, tak langsung menyahut penjelasan Tessa. Dia hanya berpikir keras tentang fakta ini dan juga alasan konyol Carla kemarin. Sebenarnya ... ada apa? Apakah ada sesuatu yang ia lewatkan pada hari itu?
Di hadapan Esson, Tessa menggigit bibir demi menyembunyikan senyum yang hadir dengan sendirinya.
Esson Barnard, lelaki tampan dengan sejuta pesona itu, siapa yang tidak tertarik?
Tessa akui ia pun tertarik, bahkan sempat jatuh cinta dalam waktu lama. Hanya saja dia menyimpan semua itu sendiri. Sampai akhirnya Esson mengenal Carla dan jatuh cinta pada wanita itu.
Tessa cukup tahu diri. Setelah Esson dan Carla menjalin hubungan, dengan susah payah ia kubur jauh-jauh perasaannya untuk Esson, walaupun itu sangat sulit dan belum bisa dikatakan berhasil sampai sekarang. Namun, ia hanya ingin menyimpan perasaan itu untuk diri sendiri. Jangan sampai ada yang tahu termasuk Carla.
"Melihatnya hancur seperti ini, hatiku juga ikut sakit. Andai saja dia mau melihatku, dengan senang hati aku akan mengobati luka yang ditinggalkan Carla," batin Tessa, lagi-lagi dengan senyum yang tidak ketara.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Aditya hp/ bunda Lia
apa Tessa terlibat dengan keputusan yang di ambil Carla? kan musuh paling berbahaya adalah orang terdekat kita
2025-04-28
3
ken darsihk
Jangan 2 ada sesuatu seperti
" Mengguting dalam Lipatan "
2025-04-29
2
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
coba saja Tessa. kali aja berhasil. 😄😄
2025-05-05
1