Alvero Barnard

Semalam suntuk Esson mencari Carla, termasuk dengan menelepon sahabat-sahabat Carla. Namun, hasilnya tetap nihil. Tidak ada titik terang yang menunjukkan keberadaan kekasihnya itu.

Jam enam pagi Esson baru kembali ke rumah. Langkahnya lunglai, wajahnya masam, pakaian dan rambut kusut tak beraturan. Ia benar-benar berantakan pagi ini. Pelayan-pelayan yang menyambut kedatangannya hanya berani menunduk tanpa bertanya apa pun. Mereka paham ada yang tidak beres dengan tuannya.

Sesampainya di ujung tangga, sepasang mata menatap langkah Esson dengan lekat. Tak lupa pula menilik kondisi tubuhnya dari ujung kaki sampai ujung kepala.

"Kak Esson!"

Mendengar namanya dipanggil, Esson menoleh malas. Lantas menghela napas kasar saat matanya beradu pandang dengan Alvero Barnard—adik Esson satu-satunya.

"Kak Esson kayak ... kusut banget. Kenapa?" tanya Vero dengan hati-hati.

"Tidak ada. Kamu belajar saja yang baik, kuliah yang benar. Jangan pedulikan masalahku," jawab Esson sambil melangkah pergi, meninggalkan Vero yang kini mematung di tempatnya.

Sekali lagi, Esson menegaskan bahwa dirinya harus kuliah dengan benar. Vero tahu 'benar' yang dimaksud Esson bukan sekadar rajin datang ke kampus dan merampungkan tugas yang diberikan dosen, melainkan juga mengambil jurusan yang dipilih Esson.

Mungkin lelaki itu tak mau lagi mendengar rengekannya, yang masih saja meminta kuliah jurusan otomotif, bukan jurusan bisnis.

'Menjadi teknisi balap tidak bisa menjamin masa depanmu, Vero. Lebih baik belajar tentang binis dan kita kelola perusahaan bersama-sama. Aset Papa sudah menjamur di mana-mana, kalau bukan kita yang mengelolanya, siapa lagi?'

Tanggapan Esson setiap kali Vero mengutarakan keinginannya untuk masuk dunia otomotif.

Vero memang berbeda dengan Esson. Dia tidak suka dengan bisnis. Membuat kepala pening, katanya. Justru lebih suka mengotak-atik mesin motor. Bahkan, cita-cita terbesarnya adalah menjadi teknisi di tim pabrikan MotoGP.

Namun sayangnya, mimpi itu tidak mendapat restu dari Esson. Malah dengan sedikit egois, beberapa hari lalu Esson mendaftarkannya kuliah di universitas ternama dengan mengambil jurusan bisnis.

'Nikmati saja dulu, lama-lama akan terbiasa. Kelak kamu akan mengerti kenapa aku bersikeras menyuruhmu belajar bisnis.'

Begitulah ucapan Esson yang membuat Vero tidak punya sempat untuk membantah.

"Ahh!"

Terdengar lagi embusan napas berat dari bibir Vero. Tersadar bahwa sang kakak sedang tidak baik-baik saja. Lantas, Vero kembali melihat ponsel yang sedari tadi ada di genggamannya. Kemudian matanya memejam sesaat seolah memikirkan sesuatu yang berat.

Setelah beberapa saat terjebak dalam dilemanya, Vero pun mengayunkan kaki dan menyusul Esson yang sudah masuk kamar. Untungnya pintu kamar tersebut tidak dikunci, jadi Vero bisa langsung masuk tanpa menunggu Esson yang membukakan pintu.

"Kak, aku tahu kamu sedang ada masalah," kata Vero sambil menghampiri sang kakak, yang kala itu duduk di sofa sembari memegangi kepalanya.

"Ada apa, Kak?" Vero bertanya lagi karena sampai beberapa saat Esson masih setia dalam diamnya.

"Pikirkan saja kuliahmu, Vero! Ini urusan orang dewasa, kamu tidak akan mengerti."

Mendengar jawaban sang kakak, Vero hanya bisa menarik napas panjang. Selisih umur mereka memang cukup jauh. Saat ini dirinya baru 18 tahun, sedangkan Esson sudah menginjak usia 32 tahun. Selisih empat belas tahun. Namun, juga bukan berarti Vero belum mengerti permasalahan orang dewasa. Ia sudah remaja, bukan anak kecil lagi.

"Memang belum tentu aku bisa ngasih solusi untuk Kak Esson, tapi seenggaknya aku bisa jadi pendengar. Aku nggak bisa melihat Kak Esson kayak gini. Sekarang Mama Papa udah nggak ada, cuma Kak Esson yang—"

"Carla pergi, hilang entah ke mana. Dia membatalkan pernikahan dengan alasan yang konyol. Kamu tahu, dia marah karena aku menemui relasi dan tidak bisa mengantarnya pulang. Hanya gara-gara itu Carla meminta pisah dan berulang kali mengatakan kebenciannya padaku. Apa itu wajar? Apa itu bukan hal gila?"

Esson menceritakan permasalahannya dengan berapi-api. Tak tahan lagi menahan semua sesak sendirian. Terlebih Vero mendesaknya untuk bicara.

"Kamu tahu sendiri, Vero, fitting baju sudah, cincin dan undangan sudah ada. Hotel tempat pesta kami sudah kupesan, pihak WO sudah kubayar lunas. Semua orang sudah tahu bulan depan aku dan Carla akan menikah. Aku mencintainya, Vero. Aku hanya mau dia! Tapi, kenapa? Kenapa dia pergi dengan alasan yang gila itu? Kurang apa aku selama ini, hah!" teriak Esson dibarengi napas yang memburu. Tangannya pula dengan kasar menggebrak meja, hingga botol minum yang ada di sana jatuh ke lantai.

"Hubungan kami baik-baik saja sebelumnya, tapi karena alasan sepele pada malam itu, Carla mengeraskan hati dan tidak mau lagi mendengar penjelasanku. Bahkan, dia pergi tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Aku hancur, Vero."

Suara Esson melemah, sekadar tercekat di tenggorokan. Namun, Vero hanya bisa mendengar dan menatapnya tanpa bisa mengatakan apa pun. Ia sendiri tertegun dan kesulitan menelan ludah usai mendengar uraian masalah tersebut.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Uba Muhammad Al-varo

Uba Muhammad Al-varo

jadi tambah penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada Carla

2025-04-28

2

Aditya hp/ bunda Lia

Aditya hp/ bunda Lia

masih menjadi teka teki dan menduga2 ini lanjut Thor tetap 💪💪

2025-04-28

2

@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

semua bingung dengan kemarahan Carla.

2025-05-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!