Bab. 05 Memberikan Cucu

Sesampainya di rumah keluarga besarnya, Sagara disambut oleh aroma kopi yang harum dan suasana tenang khas rumah milik Hermawan.

Pria dengan kerutan di kening itu sedang duduk dengan santai di kursi, membaca majalah dengan tenang sambil menikmati secangkir kopi.

“Kamu sudah datang, cucuku,” kata Kakek Hermawan tanpa menoleh. “Apa kamu mau dibuatkan kopi juga? Ini sangat nikmat.”

Sagara menghempaskan tubuhnya di sofa di seberang kakeknya, masih dengan sisa rasa kesal yang belum mereda.

“Nggak usah banyak basa-basi. Katakan, apa yang ingin Kakek bicarakan denganku?” tanyanya.

Kakek Hermawan menutup majalahnya dan menatap Sagara dengan tatapan serius, seperti biasanya. 

“Sudah saatnya kamu berpikir tentang masa depan. Aku semakin tua, Gara. Dan aku tidak bisa menjamin akan selalu berada di sini untuk mengurus perusahaan keluarga kita.”

Sagara mengerutkan kening. “Kakek, aku sudah mengurus perusahaan sesuai harapan Kakek. Bukankah itu sudah cukup?”

“Tidak cukup!” kata Kakek Hermawan sambil meletakkan cangkir kopinya di atas meja. “Perusahaan keluarga kita butuh penerus, dan aku ingin seorang cucu yang bisa melanjutkan garis keturunan kita. Jika dalam waktu dekat kamu tidak bisa memberikan aku cucu, semua harta warisan milik keluarga akan jatuh ke panti sosial.”

Sagara tersentak mendengar pernyataan itu. “Kakek tidak sedang bercanda, kan? Semua harta warisan kakek akan jatuh ke panti sosial jika aku tidak segera punya anak? Syarat macam apa ini? Benar-benar tidak masuk akal!”

 “Tentu saja aku sangat serius. Apa wajahku ini terlihat sedang bercanda?” ucap Kakek Hermawan sambil tersenyum. “Aku tidak akan membiarkan harta dan perusahaan ini dikuasai orang luar atau dihancurkan oleh tangan yang salah. Kamu satu-satunya harapan keluarga ini, jadi kamu harus segera memutuskan,” lanjut Kakek Hermawan.

“Kakek, ini bukan hal yang mudah. Aku baru saja ditinggalkan kekasihku dan–”

“Aku tidak mau mendengar alasan apapun! Kamu harus segera menemukan jalan keluar dan memberikan aku cucu secepatnya!” Kakek Hermawan memotong ucapan Sagara. Ini adalah satu-satunya cara supaya cucunya segera melepas masa lajangnya. 

“Jika kamu menolak, maka warisan keluarga ini tidak akan pernah menjadi milikmu!” Kakek Hermawan bangkit dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Sagara. 

Sagara terdiam, menatap kakeknya dengan tatapan kosong. Belum selesai satu masalah, kini muncul masalah baru.

“Brengsek!” Sagara mengusap wajahnya dengan frustasi. “Dasar kakek tua pemaksa!”

**

**

“Dasar anak nggak tahu diri!” Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Alika begitu ia melangkah masuk ke dalam rumahnya.

Wajah Alika tertoreh ke samping, rasa panas dan kebas langsung menjalar di pipinya. Gadis itu terhuyung, namun ia berusaha menahan tubuhnya agar tetap berdiri tegak.

Di depannya, Ibu Maya berkacak pinggang. Menatapnya dengan tatapan marah. Seolah, sudah menahan emosi yang mendidih di dalam dirinya sejak tadi. 

“Dari mana saja kamu, hah? Kenapa semalaman nggak pulang? Mau jadi perempuan nakal, iya?!” bentak Ibu Maya. Suaranya menggema, memenuhi ruangan keluarga yang kecil itu.

“Maaf, Bu. Sebenarnya aku–”

“Terus saja kamu minta maaf. Aku bosan mendengarnya Alika!" Ibu Maya memotong ucapan Alika dengan nada kasar. Matanya menyala, menatap Alika penuh kebencian. “Sejak ayahmu yang penyakitan itu meninggal, kamu jadi pembangkang. Bukankah kamu harus pergi bekerja? Mau bayar pakai apa rumah kontrakan ini kalau kamu malas-malasan?” imbuh Ibu Maya.

Alika menundukkan wajahnya, menahan air mata yang hampir jatuh. Rasa sakit di pipinya ini, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan luka hatinya. Setiap kali Ibu Maya memarahinya dan membicarakan tentang ayahnya yang sudah tiada, membuat hatinya tercabik-cabik.

Di sudut ruangan, Keisha, berdiri dengan senyuman mengejek. Ia memang menunggu momen ini. 

“Rasakan itu!” gumam Keisha. Rencana liciknya semalam untuk menjebak Alika akhirnya berhasil.

Tony, pria yang seharusnya Alika temui di hotel pasti sudah melakukan sesuatu pada adik tirinya itu.

“Bu, coba lihat tanda merah keunguan yang ada di lehernya. Aku yakin, semalam Alika pasti tidur bersama seseorang,” sahut Keisha ikut berkomentar tanpa sedikitpun menunjukkan rasa simpati pada Alika.

Keisha malah membuat suasana menjadi semakin panas. Kata-katanya bagaikan racun yang langsung saja menyebar kemana-mana. 

Ibu Maya menatap Alika dengan mata menyipit. Perhatiannya kini tertuju pada leher gadis itu.

“Ini maksudnya apa!” seru Ibu Maya. “Apa kamu berniat menghancurkan nama baik keluarga kita?”

Alika tersentak kaget. Dengan reflek, ia segera menutupi lehernya. Alika yakin, bekas itu adalah hasil dari semalam, tanda yang ditinggalkan pria asing itu tanpa Alika sadari. Dan sekarang, malah dijadikan senjata oleh Keisha untuk memojokkan dirinya. 

Terpopuler

Comments

Susi Akbarini

Susi Akbarini

waaahhh.

kurang ajar keisha..
pasti dia udah terima uang dari tony..
tapi kok tony gak protes kako Alica gak datanga padanya..
apa jgn2 tertukar ama wanita pesanan pacar sagara..
😀😀❤❤❤

2025-04-27

2

Dewi Suntana

Dewi Suntana

pergi ajh . . ibu pilih kasih .

2025-04-27

1

Miu Nih.

Miu Nih.

sabar ya cuuu... namanya juga orang tua yang udah tua bangettt, gitu sih suka banyak maunya 🤣

2025-04-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!