Bab 2 Lamaran

Bu Daning menghela napas."Kalau kamu bukan anakku. Lalu anak siapa? Kenapa harus menanyakan hal yang tidak masuk akal? Sudahlah, jangan kayak anak kecil kamu itu!"

Hanin terdiam. "Aku hanya penasaran saja. Kenapa sikap Ibu beda sama aku," tukasnya.

Bu Daning menatap Hanin."Sudah, kamu pergi ke kamarmu. Istirahatlah dulu, nanti sore kembali bantuin."

"Aku cuci piring dan perkakas kotornya dulu."

"Terserah. Yang penting aku udah nyuruh kamu istirahat! Jadi, jangan merasa seperti si paling tersakiti kalau ngadu sama bapakmu!" kata Bu Daning dengan ketus.

"Iya, Bu..."

Lisna keluar dari kamar mandi yang memang bersebelahan dengan dapur. Diliriknya sang Kakak yang duduk di kursi jongkok sedang menggosok wajan dan perkakas masak kotor lainnya.

"Mirip banget kayak babu kamu, Nin, tukasnya.

Hanin tersenyum tipis mendengar hinaan Lisna. Jika ditanggapi, adiknya itu akan semakin bersemangat untuk menghinanya. Jadi, lebih baik ia diamkan saja. Sementara Lisna merasa kesal karena Hanin tak menanggapi ucapannya.

"Kamu budeg, ya?" Hanin masih diam, dan terus menggosok pantat panci yang hitam. Ibunya akan marah jika pantat panci itu masih hitam. Merasa diabaikan, Lisna pun muntab. la menendang wadah sabun yang digunakan untuk

mencuci piring sampai tumpah dan isinya habis.

"APA MAUMU, LIS!" Hanin sontak berteriak dan berdiri. Melotot tajam ke arah Lisna.

Seketika, nyali Lisna menciut melihat tatapan yang tak pernah ditunjukkan Hanin.

"Aku mencoba mengalah karena kamu adikku. Aku diam karena aku tidak mau bertengkar denganmu. Tapi, kenapa kamu selalu mencari gara-gara denganku, hah? Maumu itu apa!"

Hanin merasa sangat lelah, sejak subuh sudah berkutat didapur sampai sesiang ini. Bukannya

membantu atau setidaknya diam, Lisna malah mencari gara- gara terus menerus.

Lisna melotot. "Berani kamu sekarang?" sahutnya dengan bibir bergetar. la menoleh ke arah sang

Ibu yang seperti tak mau membelanya.

"Aku ini kakakmu! Sudah seharusnya kamu yang hormat sama aku!" teriak Hanin.

Lisna menggigit bibirnya. "Ibu, lihat si Hanin!" adunya pada ibunya. Hanin tersenyum sinis. Selalu saja jika kalah berdebat Lisna akan mengadu dan merengek pada ibunya. Dan pada akhirnya, ia yang harus mengalah.

"Bela saja anak kesayangan Ibu ini. Seperti biasa, aku akan mengalah jika Ibu yang minta,"tukas Hanin.

Bu Daning membuang napas panjang. "Lisna, hentikan. Jangan membuat Hanin kesal. Kamu harus ingat, kalau tidak ada Hanin, semua masakan ini tidak akan jadi," katanya.

Hanin menatap ibunya, heran.'Hah? Ibu belain aku?' batinnya. Lisna sendiri menghentakkan kaki. "Ibu mulai membela si dekil ini, ya?!" teriaknya.

Bu Daning mencengkeram pisau di tangannya. "Lisna! Sudah!"teriaknya. Lisna terlonjak, tak menyangka bahwa ibunya membentaknya didepan Hanin.

"Ibu ...." Lisna melengos, lalu menghentakkan kakinya layaknya anak kecil yang marah karena permintaannya tak dituruti. la masuk ke dalam kamar, membanting pintu dengan keras sampai terdengar hingga keluar rumah.

"Ada apa, sih, Bu? Kenapa Lisna marah-marah begitu? Pintu sampek dibanting- banting,"

kata Pak Abdul yang seketika ke dapur setelah mendengar pintu yang ditutup keras.

"Biasa, Lisna lagi marah," sahut Bu Daning. Ia kembali menyelesaikan pekerjaannya.

"Habis bertengkar sama Hanin?" tebak Pak Abdul sambil menatap Hanin yang sudah kembali mencuci piring.

"Iya ...," jawab Bu Daning.

"Gitu kalau anak selalu kamu manja, Bu. Dia pasti merasa aman karena kamu selalu membelanya."

"Kalau Bapak nggak tahu apa-apa, mending diam saja deh! Jangan bikin aku tambah capek!"

Ucapan Bu Daning membuat Pak Abdul meneguk ludahnya. "Bapak kan ngomong baik-baik, Bu."

"Udahlah, mending Bapak pergi saja, jangan di sini. Aku muak!"

Hanin mencengkeram spons yang ada di genggamannya. la membuang napas panjang. Setiap hari, setiap waktu selalu saja ia mendengar perdebatan antara Bapak dan ibunya. Dan perdebatan itu selalu dimenangkan oleh Bu Daning karena Pak Abdul akan lebih memilih untuk mengalah.

Lisna berdiri di depan cermin kamarnya yang besar. Bibir mungilnya dilapisi lipstik merah muda, serasi dengan gaun kebaya modern yang melekat sempurna ditubuh rampingnya. Rambutnya disanggul rapi, dihiasi aksen melati kecil di sisi kanan. Sudah dua jam ia berkutat dengan penampilan, memastikan semuanya

sempurna. Lantas, setelah memastikan penampilannya sempurna, ia keluar kamar melewati ruang keluarga yang sudah ditata rapi.

Dipojok ruangan, Hanin duduk dengan gamis sederhana berwarna pastel. Ia tidak memakai make-up tebal seperti adiknya, hanya bedak tipis yang membuat wajahnya terlihat berseri alami. Namun, meskipun sederhana, aura lembut Hanin tetap memikat, sesuatu yang sering kali tidak disadari Lisna.

"Bagaimana? Aku terlihat lebih cantik dari biasanya, kan, Nin?" tanya Lisna dengan nada menyindir sambil mematut diri. Ia melirik Hanin dengan tatapan sinis dan meremehkan. Rasa kesalnya belum hilang. Namun, karena sebentar lagi calon suaminya akan datang,maka ia harus bisa mengontrol diri.

"Tentu saja. Tidak semua orang seberuntung aku. Sudah cantik, punya calon suami kaya raya pula."Lisna mengajukan pertanyaan, tapi ia pula yang menjawabnya.

Hanin mengangguk pelan. Ia tidak menggubris sindiran itu, sudah terlalu sering mendengarnya. Baginya, hari iniadalah hari bahagia untuk adiknya, bukan ajang untuk membalas perkataan. Ia sendiri sudah lelah karena seharian bekerja di dapur.

"Bagaimana penampilanku? Apakah terlihat seperti calon menantu dari keluarga terpandang?" Lisna berbalik, memamerkan gaun merah yang begitu indah.

"Iya, Lis. Kamu cantik," jawab Hanin datar.

Lisna mendengkus. Ia ingin mendengar lebih dari itu, mungkin sedikit pujian yang lebih tulus. Namun, respons datar Hanin membuatnya yakin kakaknya itu hanya iri.

Setelah beberapa saat, suara klakson mobil mewah terdengar dari depan rumah. Lisna bergegas menuju jendela, membuka tirai sedikit untuk mengintip. Sebuah sedan hitam berkilauan berhenti dihalaman, diikuti oleh SUV besar.

"Mereka datang!" seru Lisna, wajahnya berseri- seri. Di balik sikap Lisna itu, Hanin hanya tersenyum kecil. Ia senang melihat kebahagiaan adiknya. Namun, iajuga tidak bisa mengabaikan rasa kesal yang selalu muncul setiap kali Lisna meremehkannya.

"Jangan berdiri saja di situ, Mbak. Ini bukan acara kamu," sindir Lisna sambil melangkah keluar untuk menyambut calon suaminya.

Hanin menghela napas panjang. Sambil menunduk, ia melangkah ke ruang tamu, mempersiapkan diri untuk menyambut tamu yang akan datang.

Bu Daning sudah berdiri didepan pintu dengan senyum lebar.la mengenakan batik coklat yang seragam dengan Pak Abdul. Wajahnya berbinar penuh semangat. Hari ini, calon besan yang ia banggakan mengunjungi rumahnya untuk pertama kalinya.

"Pak, kamu jangan sampai bicara ngawur loh, ya. Jaga harkat dan martabat kita," bisik Bu Daning

pada suaminya.

"Iya, Bu. Lagian siapa juga yang mau ngomong ngawur? Ada -ada saja kamu ini."

"Lisna, cepat ke sini!" panggil Bu Daning, melirik putrinya yang berdiri gugup di dekat tangga.Lisna bergegas ke arah ibunya. la melangkah dengan penuh percaya diri, walaupun hatinya sedikit berdebar.

Di luar, pintu mobil sudah terbuka, dan seorang pria paruh baya turun dengan setelan jas rapi. Di belakangnya, seorang wanita anggun dengan tas tangan yang terlihat mahal mengikutinya, diringi seorang pria muda yang tinggi dan tampan.

"Selamat datang, Pak Herman, Bu Lila," sapa Bu Daning sambil menjabat tangan mereka dengan hangat.

"Terima kasih, Bu Daning dan Pak Abdul," balas Pak Herman sambil tersenyum. la memandang

rumah sederhana itu dengan pandangan penuh pemahaman.

Lisna berdiri di samping ibunya, menundukkan kepala dengan sopan. Matanya melirik kearah pria muda di belakang, calon suaminya, Arya. Jantungnya berdegup kencang saat pria itu tersenyum tipis ke arahnya.

"Kami sudah mendengar banyak tentang keluarga Anda," ujar Bu Lila. "Lisna memang gadis yang beruntung." Lisna tersipu.

Pujian itu membuatnya merasa melambung. Namun, di sisi lain, Hanin yang berdiri di belakang mereka hanya diam. la mengamati setiap gerak-gerik dengan mata yang sendu meski bibirnya tersenyum.

Makan siang berlangsung meriah. Bu Daning memimpin pembicaraan dengan semangat,

membicarakan betapa bangganya ia pada Lisna.

"Lisna ini anak yang rajin, pintar, dan tentu saja cantik. Arya pasti tidak salah memilih. Apalagi, Lisna ini kan bidan," ucap Bu Daning membanggakan putrinya, sesekali melirik calon menantunya.

"Ya, kami sangat terkesan dengan Lisna. Semoga hubungan ini membawa berkah untuk kedua keluarga," timpal Pak Herman.Namun, di balik pembicaraan itu,Bu Lila terus memperhatikan Hanin. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuat Hanin merasa tidak nyaman.

"Anda punya anak lain, ya? Siapa namanya?" tanya Bu Lila tiba-tiba. "Saya tidak pernah tahu kalau Lisna punya saudara."

"Oh, ini Hanin, anak pertama saya," jawab Bu Daning. Wajahnya sedikit kaku saat menyebut nama Hanin, seolah ingin memperjelas bahwa peran Hanin dalam acara ini hanyalah pelengkap.

Hanin tersenyum sopan. la mengangguk pelan sambil memperkenalkan diri. Namun, Bu Lila tidak melanjutkan percakapan. Matanya kembali tertuju pada Lisna. Meskipun acara berjalan lancar, Hanin merasakan kejanggalan yang tidak bisa diabaikan. Sesekali, ia melihat Lisna melemparkan tatapan penuh kemenangan ke arahnya, seolah ingin menunjukkan bahwa ia telah memenangkan perlombaan yang sebenarnya tidak pernah Hanin ikuti.

Di dalam hati Hanin, ia hanya berdoa semoga kebahagiaan Lisna benar- benar tulus dan bertahan lama. Karena ia tahu, dunia tidak selalu seindah gaun yang bersolek.

"Jadi, kita sudah bisa menentukan tanggal pernikahan, kan?" tanya Bu Daning.

"Iya. Tapi, kita bisa melangsungkan pernikahan setelah Arya menyelesaikan kuliahnya.Nanggung, kan kalau kuliahnya harus tertunda?" kata Bu Lila seraya menyomot sepotong buah semangka.

Bu Daning mengangguk. "Iya, tentu saja. Jangan sampai Nak Arya putus kuliah. Iya, kan, Pak?" tanyanya pada Pak Abdul yang lebih banyak diam.

"Iya, Bu. Nanti soal pernikahan bisa dilaksanakan setelah Nak Arya wisuda. Yang penting anak- anak kita ini sudah diikat dalam lamaran," kata Pak Abdul.

Pak Herman manggut-manggut. "Oh, ya. Lalu, itu anak sulung kalian? Apa belum menikah?"

Hanin semakin tetunduk. Jari-jemarinya mencengkeram lutut untuk mengeyahkan rasa gugupnya.

"Emmmn... iya, Pak. Hanin ini belum menikah. Belum ketemu sama jodohnya," sahut Bu Daning seraya tersenyum sungkan.

"Wah, sayang sekali. Ngomong-ngomong kalau nikahnya keduluan sama adiknya, bisa jadi perawan tua, loh. Susah ketemu jodoh," tukas Bu Lila. Suaranya lembut tapi entah mengapa terdengar seperti hinaan yang menyakitkan bagi

Hanin.

"Maaf, Bu. Tapi, soal jodoh saya tidak terlalu risau, karena saya percaya kalau Allah akan mempertemukan saya sama calon saya di saat yang tepat," ujar Hanin dengan senyum di bibirnya.

Bu Lila berdecih, lantas tertawa pelan. "Kalau cuma pasrah ya mana ketemu? Oh, ya, kamu kerja apa?Apa sama kayak Lisna, seorang bidan?"

Hanin menggigit bibir bawahnya. "Saya cuma penjaga toko kelontong milik Ko Yusuf," jawabnya dengan suara pelan.

Kedua mata Bu Lila membelalak. "Hah, benarkah? Kok, bisa? Memangnya kamu nggak kuliah dulu? Atau kamu memangtidak mau punya kerjaan mapan?"

Hanin menghela napas. "Saya."

"Ehm! Bu Lila, Hanin dulu tidak kuliah karena dia memilih bekerjauntuk membantu ekonomi keluarga," sela Pak Abdul. "Kami sudah meminta dia kuliah tapi, dia menolak. Katanya, dia ingin agar Lisna sukses, makanya dia bantu buat nambah biaya kuliah Lisna," paparnya.

Bu Daning dan Lisna menatap Pak Abdul dengan tatapan marah. Bisa -bisanya lelaki paruh baya itu

menjawab begitu.

"Oh... begitu." Bu Lila manggut- manggut. "Sayang sekali, ya. Kamu berkorban buat adikmu tapi hidupmu kini menderita. Palingan nanti kamu ketemu jodoh juga gak jauh- jauh dari kerjaanmu

sekarang,' sahutnya.

"Bu, sudah. Hentikan! Kita disini buat membahas hubungan Arya dan Lisna. Bukan untuk membahas jodoh Hanin," tegur Pak Herman.

Episodes
1 Bab 1 Tidak Adil
2 Bab 2 Lamaran
3 Bab 3 Bertemu Lagi
4 Bab 4 Pria Aneh
5 Bab 5 Pria Menyebalkan
6 Bab 6 Rewang
7 Bab 7 Mendadak Lamaran
8 Bab 8 Digerebek
9 Bab 9 Sah!
10 Bab 10 Makan Siang
11 Bab 11 Paket
12 Bab 12 Gara-Gara Skincare!
13 Bab 13 Identitas Raffa
14 Bab 14 Kekhawatiran Seorang Ayah
15 Bab 15 Jadi Bidan Itu Cape
16 Bab 16 Jarak Yang Terbentang
17 Bab 17 Nafkah Pertama
18 Bab 18 Bertemu Bu Amira
19 Bab 19 Belanja
20 Bab 20 Iri Dengki
21 Bab 21 Kalung Dari Arya
22 Bab 22 Mulai Terbuka
23 Bab 23 Dua Garis Merah
24 Bab 24 Ancaman
25 Ba 25 Nikah Dadakan
26 Bab 26 Seatap
27 Bab 27 Persiapan Pembongkaran Identitas
28 Bab 28 Ternyata Imitasi
29 Bab 29 Black Card
30 Bab 30 Cerita Masa Lalu
31 Bab 31 Aku Imam dan Kamu Makmum!
32 Bab 32 Dipecat
33 Bab 33 Siapa Raffa Sebenarnya?
34 Bab 34 Arya Syok Berat
35 Bab 35 CEO Telah Muncul
36 Bab 36 Keluarga Hanin Syok
37 Bab 37 Bertemu Dengan Pak Brata
38 Bab 38 Penghasut
39 Bab 39 Rencana Menik
40 Bab 40 Malam Yang Tertunda
41 Bab 41 Resign
42 Bab 42 Lisna Akan Dipecat
43 Bab 43 Rahasia Yang Terungkap
44 Bab 44 Hancurnya Hati Lisna
45 Bab 45 Tak Puas
46 Bab 46 Kerinduan Pak Brata
47 Bab 47 Kecemburuan Lisna
48 Bab 48 Langkah Awal Pak Brata
49 Bab 49 Penggrebekkan
50 Bab 50 Sakit
51 Bab 51 Awal Kehancuran
52 Bab 52 Hancur
53 Bab 53 Kerja Paksa
54 Bab 54 Pergi
55 Bab 55 Permintaan Maaf
56 Bab 56 Diusir
57 Bab 57 Melahirkan
58 BAB 58 Viral
59 Bab 59 Sebuah Ancaman
60 Bab 60 Mulai Beraksi
61 Bab 61 Kebebasan Menik
62 Bab 62 Penyesalan Arya
63 Bab 63 Tertangkap
64 Bab 64 Obsesi Arya
65 Bab 65 Teman Lapas
66 Bab 66 Ular Kecil
67 Bab 67 Keputusan Nafha
68 Bab 68 Viral Lagi
69 Bab 69 Perubahan Arya
70 Bab 70 Kehidupan Lisna
71 Bab 71 Kejutan Untuk Bumil
72 Bab 72 Candra
73 Bab 73 Berdamai Dengan Masalalu
74 Bab 74 Keponakanku
75 Bab 75 Lisna Baru Tahu
76 Bab 76 Suka
77 Bab 77 Kunjungan
78 Bab 78 Hanin Pengusaha Sukses
79 Bab 79 Rasa Iri Yang Masih Ada
80 Bab 80 Kesempatan Kedua
81 Bab 81 Lamaram
82 Bab 82 Perjuangan Aris
83 Bab 83 Benteng Yang Mulai Runtuh
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Bab 1 Tidak Adil
2
Bab 2 Lamaran
3
Bab 3 Bertemu Lagi
4
Bab 4 Pria Aneh
5
Bab 5 Pria Menyebalkan
6
Bab 6 Rewang
7
Bab 7 Mendadak Lamaran
8
Bab 8 Digerebek
9
Bab 9 Sah!
10
Bab 10 Makan Siang
11
Bab 11 Paket
12
Bab 12 Gara-Gara Skincare!
13
Bab 13 Identitas Raffa
14
Bab 14 Kekhawatiran Seorang Ayah
15
Bab 15 Jadi Bidan Itu Cape
16
Bab 16 Jarak Yang Terbentang
17
Bab 17 Nafkah Pertama
18
Bab 18 Bertemu Bu Amira
19
Bab 19 Belanja
20
Bab 20 Iri Dengki
21
Bab 21 Kalung Dari Arya
22
Bab 22 Mulai Terbuka
23
Bab 23 Dua Garis Merah
24
Bab 24 Ancaman
25
Ba 25 Nikah Dadakan
26
Bab 26 Seatap
27
Bab 27 Persiapan Pembongkaran Identitas
28
Bab 28 Ternyata Imitasi
29
Bab 29 Black Card
30
Bab 30 Cerita Masa Lalu
31
Bab 31 Aku Imam dan Kamu Makmum!
32
Bab 32 Dipecat
33
Bab 33 Siapa Raffa Sebenarnya?
34
Bab 34 Arya Syok Berat
35
Bab 35 CEO Telah Muncul
36
Bab 36 Keluarga Hanin Syok
37
Bab 37 Bertemu Dengan Pak Brata
38
Bab 38 Penghasut
39
Bab 39 Rencana Menik
40
Bab 40 Malam Yang Tertunda
41
Bab 41 Resign
42
Bab 42 Lisna Akan Dipecat
43
Bab 43 Rahasia Yang Terungkap
44
Bab 44 Hancurnya Hati Lisna
45
Bab 45 Tak Puas
46
Bab 46 Kerinduan Pak Brata
47
Bab 47 Kecemburuan Lisna
48
Bab 48 Langkah Awal Pak Brata
49
Bab 49 Penggrebekkan
50
Bab 50 Sakit
51
Bab 51 Awal Kehancuran
52
Bab 52 Hancur
53
Bab 53 Kerja Paksa
54
Bab 54 Pergi
55
Bab 55 Permintaan Maaf
56
Bab 56 Diusir
57
Bab 57 Melahirkan
58
BAB 58 Viral
59
Bab 59 Sebuah Ancaman
60
Bab 60 Mulai Beraksi
61
Bab 61 Kebebasan Menik
62
Bab 62 Penyesalan Arya
63
Bab 63 Tertangkap
64
Bab 64 Obsesi Arya
65
Bab 65 Teman Lapas
66
Bab 66 Ular Kecil
67
Bab 67 Keputusan Nafha
68
Bab 68 Viral Lagi
69
Bab 69 Perubahan Arya
70
Bab 70 Kehidupan Lisna
71
Bab 71 Kejutan Untuk Bumil
72
Bab 72 Candra
73
Bab 73 Berdamai Dengan Masalalu
74
Bab 74 Keponakanku
75
Bab 75 Lisna Baru Tahu
76
Bab 76 Suka
77
Bab 77 Kunjungan
78
Bab 78 Hanin Pengusaha Sukses
79
Bab 79 Rasa Iri Yang Masih Ada
80
Bab 80 Kesempatan Kedua
81
Bab 81 Lamaram
82
Bab 82 Perjuangan Aris
83
Bab 83 Benteng Yang Mulai Runtuh

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!