Bertemu Kakak Kelas

Aku nyaris terlambat karena ternyata jalanan Jakarta serapat itu di pagi hari. Dua jam kami terbuang hanya untuk menempuh perjalanan jarak pendek dari hotel penginapan ke kantor pusat perusahaan Mitra Siaga Company.

08:45 WIB

Jam digital di ponselku menunjukkan pukul demikian, tersisa 15 menit sebelum waktu pertemuan. Vika berjalan beriringan denganku, berkejaran dengan waktu karena kami bukan orang yang suka ngaret di perjanjian waktu.

Kami berjalan setengah berlari, ternyata bukan hanya kami yang sibuk memburu waktu, tetapi orang-orang di depan dan belakangku juga sama sibuknya karena terdengar langkah kaki mereka yang berdentam-dentam setengah berlari.

"Di lantai berapa?"

"Enam. Mari, memakai lift biasa, Pak."

"Belum diperbaiki?"

"Iya, Pak. Sebelah sana sedang diperbaiki."

Samar-samar aku dapat medengar percakapan pria dan wanita. Orang-orang di belakang kami, mereka sama-sama sedang terburu-buru.

Kami mengantre masuk ke dalam lift, tetapi dua orang penjaga yang semula di pintu, turut berlari menyingkirkan kami supaya menepi karena seseorang -yang sepertinya orang penting- akan menggunakan lift tersebut. Semua karyawan yang akan memakai lift seakan segan dan menepi dengan sendirinya.

Aku yang tidak tahu ada apa, hanya diam di depan lift dan sedikit menepi tanpa tahu seseorang mana dibelakangku yang tengah diutamakan masuk ke dalam lift.

Ting! Pintu lift terbuka. Aku bergegas masuk yang pertama.

Duar!

"Auh!" semua berkas di tanganku berjatuhan karena seseorang menerobos masuk ke dalam lift yang baru terbuka.

"Ibu?!" Vika meneriaku yang terjatuh di dekat lift lobby kantor.

"Eh, bego! Nabrak atasan dia." Suara bisik-bisik tak sengaja aku dengar mengumpati kelalaianku.

"Eh, Bu. Gapapa, Bu?" tanya Vika membantu berdiri. Pintu lift tertahan karena tubuhku yang jatuh di tengah pintu, ia jadi tertutup dan seseorang menahan pintunya.

"Maaf, saya bantu." ujar seseorang yang menabraku yang baru saja keluar dari dalam lift.

"Maaf, saya sedang buru-buru," ujarnya lagi sembari menyerahkan berkas-berkasku.

"Terima ka ... Kak Alan?" tanyaku lirih. Pria di depanku terlihat seperti kakak tingkatku sewaktu SMA dulu. Alan namanya.

Ia pun berbalik menatapku dengan ramah bertanya. "Iya? Siapa, ya?"

Senyumku terkembang karena rupanya aku tidak salah orang. "Saya Dita, Kak."

"Dita?" tanya dia dengan dahi berkerut-kerut.

"Permisi, Mbak? Bisa mohon tidak menghalangi pintu lift?" pinta seorang wanita cantik padaku.

Aku mundur sejenak.

"Pak Alan, mari. Sudah ditunggu di ruangan."

"Ya! Oke-oke, siapa tadi? Nita. Saya harus pergi. Sorry, Nita," ujar kak Alan. Dia terlampau sibuk dan harus pergi meski belum berhasil mengingatku. Aku tidak salah orang, dia benar-benar kak Alan yang aku kenal.

MEETING ROOM.

Tepat pukul sembilan, kami tiba di lantai enam, tempat pertemuan. Di temani Vika, semua sudah berada di dalam ruangan termasuk kak Alan. Dia tersenyum kepadaku dan menyapa kepada dengan menundukkan kepalanya.

"Ya, seperti itulah program sekolah kami, sekolah khusus komunitas tuli dengan sebagian besar pengajar berasal dari teman-teman tuli. Yakni ada 5 pengajar teman tuli dan 2 pengajar dengar. Sekian, apakah ada pertanyaan, Bapak, Ibu?" tanyaku di akhir presentasi program sekolah kami.

Satu orang pria mengangkat tangan. Aku mengangguk, mempersilakan yang bersangkutan mengajukan pertanyaan.

"Ekspetasi apa ke depan dari sekolah, terutama yang bisa Anda janjikan sebagai pimpinan untuk kelanjutan danl kemajuan sekolah komunitas tunarungu ini?"

Aku mengangguk, memahami pertanyaan itu.

"Baik, mohon maaf sekadar informasi jika kami biasa menyapa teman-teman kami yang tuli dengan sapaan teman tuli, ya, Pak. Bukan tunarungu. Harapan saya pada mulanya sangat sederhana bermula karena rasa empati saya ...."

Aku menjelaskan tujuan awal mendirikan sekolah komunitas tuli saat itu tentang aksesiblitas mereka yang serba terbatas terutama di hak pendidikan umum: sekolah dasar, menengah formal yang semua bersaing dengan orang-orang dengar.

"..., sedangkan saya turut prihatin karena mereka serba terbatas. Maka dari situ, memerjuangkan hak mereka dengan membuat sekolah kecil-kecilan khususnya anak-anak tuli yang seharusnya masih berada di bangku sekolah."

Aku menjelaskan bahwa kami dapat melihat mereka mempunyai harapan yang besar untuk keberlangsungan masa depan bangsa. Pada dasarnya mereka cerdas, berpotensi bisa berkembang jika didukung dengan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan.

Aku juga menjelaskan harapan besarku kepada pihak-pihak donatur untuk mendukung memperbanyak wadah pendidikan yang layak dan inklusif.

"Begitu, Pak, harapan dan motivasi saya dengan adanya sekolah komunitas tuli yang kami beri nama sekolah Pelita Harapan ini."

Semua orang melempar pandangan, saling mengangguk, kemudian satu per satu berdiri untuk memberikan apresiasi.

Semua bertepuk tangan saat aku menyelesaikan presentasi program sekolah komunitas tuli yang sudah lima tahun ini berjalan. Kesepakatan pun diperoleh bahwa perusahaan Mitra Siaga Company akan menaungi sekolah komunitas kami.

Semua terang bahwa dengan perjanjian hitam di atas putih, perusahaan tidak menjadikan sekolah sebagai media penyimpanan aset atau hal serupa yang dapat merugikan.

Bahkan jika perusahaan mengalami konflik internal, manajemen mitra siaga tidak akan mencampur baurkan permasalahan tersebut dengan mitra, pihak sekolah akan menjadi yang paling diuntungkan jika terjadi perselisihan. Dengan timbal balik, sekolah akan berlabel mitra di bawah yayasan mitra siaga education.

Kontrak yang semula ditawarkan selama satu semester diperpanjang menjadi lima tahun.

"Jadi, kamu Dita adik tingkat saya semasa SMA dulu?"

"Benar, Kak. Eh, Pak Alan."

"Hahaha, Kak Alan saja biar saya merasa selalu muda," ujarnya saat kami mengobrol di lorong ruang pertemuan menuju lift.

"Senang bisa bertemu dengamu di sini. Sangat keren program sekolah Anda, Bu ... Dita."

"Dita saja, Pak. Eh, Kak."

"Oke, Dita. Saya takjub dengan ide kamu mendirikan sekolah tersebut. Kamu memperjuangkan hak teman tuli di kampung kecil. Sayang sekali bos sedang tidak ada di sini, mungkin dia akan sangat tertarik dengan programmu ini. Terobosan dari kampung halaman beliau lagi. Mungkin malah akan membuat manajemen khusus untuk sekolah ini."

"Terima kasih, Kak Alan. Kalau boleh tahu siapa pimpinan mitra siaga ini, ya, Kak?"

"Oh, itu bos kami. Pak Elham namannya, Elham Syahreza. Kalau mitra siaga education ini konsep baru dari adiknya. Pak Bima namanya. Kamu bisa lihat profil perusahaan di laman website dan media sosial kami," ujar kak Alan selaku manajer yayasan Edukasi Mitra Siaga.

"Terima kasih, ya, Dit, sudah berkenan hadir. Sesuai kontrak, kami akan memfasilitasi pembangunan sarana dan prasarana sekolah dengan segera. Tentu menunggu rekomendasi pimpinan kami."

"Terima kasih juga, Kak."

"Pulang pakai apa?" tanya dia saat di depan pintu lift.

"Bus, Kak. Sama salah satu pengajar di sekolah kami, Vika."

Ia mengangguk. Kami masuk ke dalam lift yang sama meski aku merasa segan, tetapi dia mempersilakan kami masuk lebih dulu.

"lady first," katanya.

"Dita?"

"Ya, Kak?"

"You look so different!"

Aku mengernyit. Apa karena penampilanku yang tidak sesuai?

"Very smart, and growing up! Good job! See you, Dear."

Aku mengangguk dan melambaikan tangan padanya yang berbeda arah setelah keluar dari lift.

Aku merasa tenang dan lega, donatur kali ini benar-benar membuatku percaya. Selama aku membaca isi kontrak kerja sama sebagai mitra, tidak ada satu pun yang merugikan pihak sekolah ataupun anak-anak. Semua teratur dan sistematis dengan struktur organisasi yang jelas.

Di depan hotel, Vika menyenggol lenganku. "Bu Dita, Pak Alan cakep, ya? Sepertinya dia naksir ibu."

Aku tersenyum. Bukan dia yang naksir, tapi aku dan sejak dulu.

Ya, siapa yang tidak akan suka kepadanya. Penampilan selali oke, keren, tampan, dan cerdas. Good looking sejak lahir. Mantan kakak kelasku yang pernah menjadi idola semua remaja perempuan pada masanya, kapten basket dan primadona semua warga sekolah semasa itu. Bahkan hingga sekarang, tidak ada ubahnya. Tetap tampan dan pintar tak lekang oleh zaman.

"Iya, kan, Bu? Saya benar?"

Terpopuler

Comments

Heriyani Lawi

Heriyani Lawi

kakak tingkat biasanya sebutan utk yg sdh kuliah kalo masih SMA sebutannya kakak kelas thor

2025-06-21

1

Alif 33

Alif 33

belum bisa ketemu elham

2025-04-25

0

lihat semua
Episodes
1 Perawan Tua
2 Benar Dijodohkan
3 Pertemuan yang Tertunda
4 Bertemu Kakak Kelas
5 Rencana Pernikahan
6 Pertemuan Pertama
7 Pedekate
8 Curhat ke Moon
9 Perpisahan Tak Terduga
10 Menikah
11 Menjadi Keluarga Bu Galih
12 Prioritas
13 Bareng Devy
14 Perbincangan Singkat
15 Pertemuan Terakhir
16 Rencana Lain
17 Aroma Kopi
18 Sekian Purnama
19 Pesan Mama
20 Kebohongan Kecil
21 Beda Kasta
22 Menemukan Sesuatu
23 Camping
24 Ketahuan
25 Dua Pilihan
26 Pameran Seni
27 Claire
28 Postingan Viral
29 Anastasia
30 Sebuah Pertanyaan
31 Bagaikan Bunga
32 Sebuah Lukisan Bermakna
33 CIIS
34 Dia Lebih Baik
35 Bercerai
36 Masalah Baru
37 Sisa Rasa
38 Nasib Siswa CIIS
39 Kedatangan Mama Galih
40 Semua Orang Tahu
41 Tragedi
42 Pasca Kecelakaan
43 Sang Pawang
44 Kedatangan
45 Kabar Berita
46 Kenyataan
47 Hampir Gila
48 Ikut Claire
49 Pulang
50 Tujuh Bulanan
51 Permintaan Maaf
52 Yang Tak Kumengerti
53 Mekka Medina
54 Alasan Resign
55 Rumah Baru
56 Perkara
57 Mereka Saling Mengenal
58 Tak Berharap Lebih
59 Quince
60 Baby Blues
61 Tak Memaksa Tinggal
62 Welcoming Party
63 Welcoming Party 2
64 Proposal Pameran Seni
65 Disetujui
66 Tampil Berbeda
67 Disulap Make-Up
68 Kabar Buruk
69 Akhir Cerita
70 Permintaan Pertama dan Terakhir
71 Lalai
72 Komunikasi Tanpa Emosi
73 Setelah Berpisah
74 Pertunjukan
75 Golden Art Fair
76 Di Bawah Menara Eiffel
77 Bertemu Magda
78 Pertimbangan
79 Mengundurkan Diri
80 Sebulan Setelah Resign
81 Melepaskan Diri
82 Persidangan
83 Kesaksian di Meja Hijau
84 Terungkap
85 Kabar Duka
86 Disekap
87 Akhir Pertarungan
88 Akhirnya
89 Pertemuan kembali
90 Pengisi Acara Seminar (Bonus Chapter)
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Perawan Tua
2
Benar Dijodohkan
3
Pertemuan yang Tertunda
4
Bertemu Kakak Kelas
5
Rencana Pernikahan
6
Pertemuan Pertama
7
Pedekate
8
Curhat ke Moon
9
Perpisahan Tak Terduga
10
Menikah
11
Menjadi Keluarga Bu Galih
12
Prioritas
13
Bareng Devy
14
Perbincangan Singkat
15
Pertemuan Terakhir
16
Rencana Lain
17
Aroma Kopi
18
Sekian Purnama
19
Pesan Mama
20
Kebohongan Kecil
21
Beda Kasta
22
Menemukan Sesuatu
23
Camping
24
Ketahuan
25
Dua Pilihan
26
Pameran Seni
27
Claire
28
Postingan Viral
29
Anastasia
30
Sebuah Pertanyaan
31
Bagaikan Bunga
32
Sebuah Lukisan Bermakna
33
CIIS
34
Dia Lebih Baik
35
Bercerai
36
Masalah Baru
37
Sisa Rasa
38
Nasib Siswa CIIS
39
Kedatangan Mama Galih
40
Semua Orang Tahu
41
Tragedi
42
Pasca Kecelakaan
43
Sang Pawang
44
Kedatangan
45
Kabar Berita
46
Kenyataan
47
Hampir Gila
48
Ikut Claire
49
Pulang
50
Tujuh Bulanan
51
Permintaan Maaf
52
Yang Tak Kumengerti
53
Mekka Medina
54
Alasan Resign
55
Rumah Baru
56
Perkara
57
Mereka Saling Mengenal
58
Tak Berharap Lebih
59
Quince
60
Baby Blues
61
Tak Memaksa Tinggal
62
Welcoming Party
63
Welcoming Party 2
64
Proposal Pameran Seni
65
Disetujui
66
Tampil Berbeda
67
Disulap Make-Up
68
Kabar Buruk
69
Akhir Cerita
70
Permintaan Pertama dan Terakhir
71
Lalai
72
Komunikasi Tanpa Emosi
73
Setelah Berpisah
74
Pertunjukan
75
Golden Art Fair
76
Di Bawah Menara Eiffel
77
Bertemu Magda
78
Pertimbangan
79
Mengundurkan Diri
80
Sebulan Setelah Resign
81
Melepaskan Diri
82
Persidangan
83
Kesaksian di Meja Hijau
84
Terungkap
85
Kabar Duka
86
Disekap
87
Akhir Pertarungan
88
Akhirnya
89
Pertemuan kembali
90
Pengisi Acara Seminar (Bonus Chapter)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!