[S1] LILAC DI JENDELA | Jirosé (END)
Bab 5 – Tanda di Tengah Bisu
Sudah dua hari Rose tak datang ke studio. Tidak ada lilac di meja, tidak ada teh hangat di samping piano. Ruangan itu kembali seperti dulu—dingin, kosong, efisien.
Jimin mencoba fokus. Ia mainkan nada-nada dari komposisi barunya, tapi semuanya terdengar… datar. Ia bahkan mengulang satu melodi selama lima belas menit, berharap menemukan kembali emosi yang biasanya datang bersama kelopak lilac di sudut ruangan.
Teleponnya berdering. Sooyoung, produser lamanya, yang juga tahu banyak tentang sisi-sisi Jimin yang tidak pernah ditulis media.
Kim Sooyoung
“Kau terdengar… kosong. Komposisinya belum selesai?”
Park Jimin
“Belum. Aku kehilangan nadanya.”
Kim Sooyoung
“Atau kau kehilangan seseorang yang membuat nada itu hidup?”
Park Jimin
(terdiam)
“Mungkin.”
Kim Sooyoung
“Jimin… jangan terlalu percaya diam. Beberapa orang pergi bukan karena ingin, tapi karena menunggu kau bicara.”
Hari itu juga, Jimin pergi ke toko bunga tempat Rose magang. Ia datang tanpa masker, tanpa kacamata hitam. Ia ingin dilihat. Ia ingin Rose tahu, ia tidak datang sebagai idol, tapi sebagai laki-laki yang kehilangan cahaya kecil di harinya.
Toko itu sepi saat ia masuk. Lonceng di atas pintu berdenting pelan. Rose sedang menyusun bunga di meja, dan saat ia menoleh—waktu seolah berhenti.
Rose tidak bicara. Hanya menatap, gugup. Tapi ada tanya di matanya.
Jimin mendekat perlahan.
Park Jimin
“Aku nggak suka bunga. Dulu.”
Roseanne Park
(masih diam, bingung)
“Oh?”
Park Jimin
“Terlalu wangi. Terlalu rapuh. Terlalu… hidup.”
Roseanne Park
(kepalanya sedikit miring)
“Lalu kenapa datang ke sini?”
Park Jimin
“Karena kamu. Kamu bikin aku sadar… mungkin aku cuma takut. Takut nyentuh sesuatu yang bisa layu kalau aku terlalu dekat.”
Roseanne Park
(suara pelan)
“Bunga memang rapuh. Tapi mereka juga bisa tumbuh kembali.”
Park Jimin
(tersenyum untuk pertama kalinya hari itu)
“Kalau gitu… mau bantu aku belajar merawatnya lagi?”
Rose tidak langsung menjawab. Tapi ia membuka lemari kecil di belakang dan mengambil satu pot kecil bunga lilac yang baru mekar.
Ia menyerahkannya pada Jimin—diam-diam, tanpa kata, tapi penuh makna. Dan saat tangan mereka bersentuhan sejenak, seolah ada sesuatu yang berpindah.
Sebuah janji, mungkin. Atau awal dari hal yang lebih rumit dari sekadar musik dan bunga.
---
Bersambung
Comments