Nayla sedang fokus mengerjakan tugas sekolah di meja belajar ketika suara ketukan di kamar membuat ia kehilangan konsentrasi. Sebelum Nayla menyahut pintu langsung dibuka dari luar.
Nayla mengalihkan perhatian ke pintu dan tersenyum melihat Yulia yang masuk membawa segelas susu. Ia tidak sendirian namun di belakangnya ada Nathan juga.
"Sayang kamu sedang sibuk?", tanya Yulia sambil menaruh gelas berisi susu di atas meja samping Nayla yang terlihat kebingungan mengerjakan soal-soal di buku pelajaran.
Nathan langsung duduk di samping Nayla dan mengambil buku cetak di hadapan Nayla. "Hm...aku tahu kamu pasti kesulitan mengerjakan tugas bahasa Inggris kan Nay? Wajah mu selalu kebingungan begitu kalau ada PR bahasa Inggris", seloroh Nathan.
"Iya. Kenapa pelajaran ini sulit sekali. Lebih baik aku di suruh mengerjakan soal matematika yang banyak daripada mengerjakan satu soal bahasa Inggris", ucap Nayla dengan bola mata membulat sempurna.
Yulia tersenyum mendengar pengakuan Nayla. Ia memegang pundak Nathan dan Nayla dari belakang. "Itulah gunanya kakak mu mahir berbahasa Inggris sayang. Ia bisa mengajarimu mengerjakan tugas sekolah mu", ucap Yulia.
"Sekarang kamu belajar dengan Nathan ya, mami tinggal kalian berdua. Ingat jangan berantem", ujar Yulia membalikkan badannya keluar. Wanita itu membiarkan pintu kamar Nayla terbuka lebar.
Nathan serius mengajari Nayla. Gadis kecil itu langsung menulis di buku ketika Nathan mengatakan jawaban Nayla benar.
Tidak sampai tiga puluh menit tugas Nayla selesai di kerjakan. Kini gadis kecil itu berdiri menyusun buku-buku yang akan di bawa besok ke dalam tas.
Sementara Nathan melipat-lipat kertas yang tidak berguna menjadi hewan.
"Kak Nathan benar-benar akan pindah ke London?". Nayla membuka percakapan, sementara ia masih sibuk melihat daftar pelajaran hari esok yang tertempel di hadapannya.
"Hm...
"Pasti kakak sangat senang tinggal di luar negeri, bisa bermain salju sepuas-puasnya", ujar Nayla tanpa menghentikan aktivitasnya.
"Kota London salah satu kota tersibuk di dunia, pastinya aku harus belajar giat untuk menembus salah satu sekolah terbaik di sana. Bulan depan aku sudah harus mengikuti tes di tiga sekolah favorit di sana. Doakan kakak di terima di salah satu sekolah itu ya Nay", ucap Nathan tanpa melihat Nayla yang kini menatapnya.
Sorot mata bening gadis kecil itu mendadak nampak sendu. Membayangkan jauh dari Nathan yang selalu ada untuknya sebagai saudara tiba-tiba harus berpisah membuat ia sedih.
"Aku yakin kak Nathan pasti di terima di salah satu sekolah itu. Pasti tinggal di sana enak, kak Nathan pasti betah tinggal di London".
Nathan tersenyum mendengar itu. Pemuda itu berdiri dan melihat ke arah Nayla. "Yang membuat ku bahagia karena bisa lebih mengenal keluarga ayah kandung ku Nay. Selama hidup ku, aku hanya bisa menatap ayahku dari foto-foto yang tersimpan rapi, tanpa bisa memeluknya. Bisa kau bayangkan betapa aku merindukan papi Decland".
Nathan menghela nafasnya. Nay bisa merasakan Nathan masih menyimpan luka kehilangan sosok ayah ketika ia belum mengerti apapun.
"Tentu aku bisa merasakan kesedihan kakak, aku juga masih menangis kehilangan mama", ucap Nayla pelan seraya menundukkan kepalanya.
Nathan bisa melihat kesedihan itu. Spontan pemuda itu menjulurkan tangan mengucek rambut Nayla seperti biasanya. "Sebaiknya kamu istirahat sekarang, jangan bersedih lagi", ucap Nathan membalikkan badannya keluar kamar Nayla, menutup rapat-rapat pintunya.
Nayla tak bergeming, seutas senyum nampak di sudut bibirnya. Tangan mungil gadis itu mengambil lipatan kertas menyerupai hewan yang di buat Nathan beberapa saat yang lalu. Ada empat lipatan kertas di atas meja belajarnya. Nayla mengambil satu dan memandanginya.
*
Tiba hari yang tidak Nayla harapkan yaitu dimana Nathan harus pergi menuntut ilmu di tempat yang jauh. Berbeda benua dan kultur.
Nayla ikut mengantar Nathan ke bandara bersama Yulia dan Yoga. Keduanya memeluk Nathan bergantian sambil memberi sedikit wejangan pada pemuda itu.
Sementara Nayla berdiri tidak jauh dari ketiganya. Nampak jelas raut wajah sedih akan berpisah dari Nathan teman sekaligus kakak yang sangat baik baginya.
Nathan melihat kearah Nayla. Senyuman tersungging di sudut bibirnya. "Kamu tidak ingin memeluk kakak Nay? Kita lama tidak akan ketemu", ujar Nathan yang bertubuh tegap di usianya menginjak usia lima belas tahun.
Nayla memaksakan tersenyum di wajahnya yang memendam kesedihan. Gadis mungil itu memeluk Nathan. "Nay sedih karena tidak ada lagi yang akan mengajari tugas bahasa Inggris kak", ucapnya pelan.
Nathan mengucek rambut panjang Nayla yang sudah menjadi kebiasaannya. Tidak seperti sebelumnya Nayla pasti langsung protes jika diperlakukan begitu kali ini gadis itu hanya diam.
"Makanya sekarang kamu harus rajin mengikuti les bahasa inggris. Kakak mau ketika kita bertemu lagi, kamu sudah lancar bicara Inggris".
"Nathan penerbangan mu sudah di panggil. Kamu harus segera masuk pesawat". Ucapan Yoga menyadarkan Nathan dan Nayla yang masih berbincang-bincang.
Sekali lagi Nathan memeluk kedua orangtuanya bergantian. Ia pun kembali memeluk penuh kasih sayang pada Nayla.
Nathan memegang kedua bahu Nayla dan menatapnya. "Saat kita bertemu lagi, kakak mau melihatmu lebih berisi tidak kurus seperti ini lagi", ucap Nathan di sambut helaan nafas Nayla yang hanya menggigit bibir bawahnya saja.
Nathan membalikan badannya kemudian melambaikan tangan pada ketiganya sebagai salam perpisahan demi mewujudkan cita-cita di negara ayahnya.
Yulia tidak bisa menahan haru ketika harus berpisah jauh pada putranya tersebut, ia menyeka airmata yang menetes di wajahnya. Yoga memeluk pundak istrinya. "Kita akan segera bertemu kembali dengan putra kita", ucapnya menenangkan istrinya yang nampak sedih.
Yulia menganggukkan kepalanya seraya memeluk bahu Nayla. Ketiganya pulang, ketika tak nampak lagi Nathan di pandangan mata.
*
Hari semakin larut malam ketika Nayla terjaga dari lelapnya dan tidak bisa memejamkan kedua matanya lagi.
Nayla duduk di depan meja belajarnya. Meraih figura foto ia dengan keluarga ketika masih ada Lasmi. Foto itu ketika Nayla akan masuk sekolah dasar di kampung halamannya di Belitung.
Waktu cepat berlalu, kini Nayla sudah mengenakan seragam putih biru, sudah dua tahun ia merantau di ibu kota tinggal bersama keluarga Nathan.
Selama ia merantau hanya satu kali saja Nayla bertemu ayahnya ketika mengunjunginya. Itupun menyisakan kesedihan bagi Nay karena Rangga tetap menunjukkan tidak suka pada Nayla yang memilih pergi dari rumah mereka. Rangga mengatakan Nayla egois hanya memikirkan diri sendiri saja.
Kedua netra gadis itu menghangat.
"Sampai kapan pun aku tidak akan melupakan kak Rangga dan ayah. Nayla tahu kalian berkerja keras menyekolahkan Nay di sini. Suatu hari nanti aku akan membahagiakan kalian. Nayla juga tidak pernah melupakan mama. Mama akan selalu ada di hati Nayla, doa untuk mama selalu Nay panjatkan", ucap gadis itu lirih.
Kristal bening yang sejak tadi menganak di pelupuk mata kini jatuh menyentuh pipinya.
Nayla merebahkan tubuhnya kembali sambil memeluk bingkai foto keluarga yang tersemat di tangannya. Berusaha memejamkan kedua matanya lagi untuk menyongsong hari esok.
...***...
To be continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Dinda Wei
Pas ketemu lagi Nay pasti udah jd gadis cantik Nathan, bikin kamu beda memandang Nayla krn emang bukan adik kandung.
2025-04-28
0
Amelia
Up yg banyak kak Emily. Vote meluncur
2025-04-28
0
Aninda
Nayla jgn sedih terus /Cry/
2025-04-30
0