PEMAKAMAN LASMI

Dewangga memeluk pundak kedua anaknya Rangga dan Nayla. Ketiganya baru saja kehilangan untuk selama-lamanya sosok wanita hebat dalam keluarga mereka. Lasmi sosok istri dan ibu yang penuh kasih sayang bagi Dewangga Rangga dan Nayla.

Keluarga Dewangga tinggal di desa terpencil yang di kelilingi oleh lautan. Sebagian besar masyarakat di desa tersebut beraktifitas sebagai nelayan. Termasuk ayah Nayla yang berprofesi sebagai nelayan di bantu dua orang pekerja lainnya. Saudara Nayla satu-satunya Rangga juga membantu pekerjaan ayah mereka.

 Rangga berusia lima belas tahun, sejak tamat sekolah dasar ia memilih putus sekolah karena sering ikut ayahnya melaut. Rangga menikmati aktifitasnya itu. Sungguh di sayangkan demi menopang perekonomian keluarga ia harus berhenti sekolah padahal pemuda itu memiliki otak yang cerdas tapi takdir berkata lain untuknya.

Rangga semakin giat bekerja, apalagi Dewangga telah berjanji akan mewariskan semua perlengkapan nelayan milik keluarga mereka untuknya kelak setelah Nayla menyelesaikan pendidikannya.

Dewangga dan kedua anaknya menatap gundukan tanah basah di hadapan mereka. Beberapa saat yang lalu baru saja selesai pemakaman Lasmi. Dewangga berusaha tegar dan ikhlas, terutama di hadapan anak-anaknya. Namun yang paling nampak terpukul dan kehilangan yaitu Nayla. Gadis kecil itu tak henti menangisi kepergian Lasmi. Bahkan Nayla tidak mau beranjak dari sisi ibunya sejak di nyatakan meninggal.

"Rangga Nayla ayo kita kembali kerumah, mama kalian sekarang sudah tenang tidak merasa kesakitan lagi. Kita harus mengikhlaskan kepergiannya", ucap Dewangga berusaha tegar.

Rangga yang usianya beranjak remaja mengerti. Pemuda itu menuruti ayahnya. Berbeda dengan Nayla yang nampak enggan pergi.

"Nayla masih ingin bersama mama, ayah", ucapnya lirih seraya menatap pusara Lasmi.

"Kamu harus istirahat nak, sejak semalam kamu belum tidur Nayla. Kalau kamu sakit mama mu pasti sangat sedih nak. Berusahalah menerima kepergian mama dengan ikhlas nak. Seperti abang mu Rangga.

 Nayla sedih mendengar kata-kata ayahnya, gadis kecil itu kembali meneteskan airmata.

Dewangga menghela nafas seraya mengusap lembut air mata yang jatuh di pipi putri bungsunya. Laki-laki itu membawa Nayla kedalam dekapan hangatnya.

"Kita harus kuat anak-anak ku, tanpa mama kalian kehidupan kita terus tetap berlanjut. Ayah janji akan menjadi ayah sekaligus ibu kalian. Mulai sekarang katakan pada ayah semua yang mengganjal di hati kalian. Ayah akan berusaha mendengarkan", ujar Dewangga dengan suara bergetar sambil mengecup pucuk kepala Nayla dan Rangga bergantian.

Nayla menganggukkan kepalanya dan melingkarkan tangannya pada Dewangga. "Iya ayah", jawab Nayla terdengar pelan sambil mengusap air matanya yang membasahi pipinya.

*

Satu minggu kemudian..

Satu minggu telah berlalu setelah kepergian Lasmi. Selama itu pula Nayla masih menangisinya, terutama jika ia sendirian.

Dewangga tahu anak bungsunya itu masih sangat terpukul.

Beberapa saat yang lalu Dewangga dan keluarganya baru saja mengirimkan berdoa bersama untuk Lasmi. Kini hanya beberapa keluarga yang masih berbincang-bincang dengan Dewangga. Sementara Nayla melihat Nathan bermain game dari handphone miliknya.

Hal yang rutin Nathan lakukan untuk menghibur Nayla. Setidaknya Nay bisa melupakan sejenak kesedihan di saat ia menemaninya.

Hari sudah semakin gelap ketika satu persatu keluarga pamit pulang kerumah masing-masing pada Dewangga yang menghantarkan mereka hingga depan rumah.

"Dewa, kami pamit pulang juga. Pikirkanlah apa yang kita bicarakan tadi. Demi kebaikan Nayla dan wasiat istri mu", ucap Yulia mami Nathan yang sudah berdiri di samping Dewangga hendak pulang.

Wanita yang masih terlihat cantik itu memanggil Nathan yang sedang bersama Nayla di teras rumah. Nathan berlari menghampiri setelah pamit pada Nayla yang juga mengikutinya.

Yulia dan Dewa tersenyum melihat keduanya sangat akrab. Yulia yang berteman baik dengan Lasmi sejak di bangku sekolah memeluk hangat Nayla yang juga memeluknya.

"Dah Nayla", ujar Nathan sambil melambaikan tangannya pada Nayla sebelum masuk ke dalam mobil di balas Nayla dengan lambaian tangan juga.

"Dah kak Nathan", balas Nayla tersenyum ceria.

Yulia menoleh pada Dewangga. "Segera kabari aku jika kau sudah memutuskan. Aku akan membantu mu merawat Nayla. Kami berangkat awal bulan", ujar Yulia sebelum masuk kedalam mobilnya.

Dewangga menganggukkan kepalanya. "Terimakasih bantuan mu dan Yoga. Aku akan bicara pada putriku terlebih dahulu".

"Iya lakukanlah secepatnya. Kamu tidak perlu sungkan dengan mas Yoga, malahan ia senang jika Nayla ikut bersama kami. Kamu lihat sendiri kan bagaimana Nathan menganggap Nayla adiknya sendiri.

Dewa menganggukkan kepalanya. Sebenarnya tersirat kesedihan di wajahnya.

 "Jika Nayla mau, aku akan bicara kepada guru Nayla agar membantu menyiapkan berkas kepindahan Nayla. Nathan sudah mendapatkan sekolah barunya di Jakarta tentunya tidak akan sulit untuk Nayla yang berprestasi juga di terima di sana", ujar Yulia sebelum masuk mobil.

*

Keesokan harinya..

Dewa yang baru selesai menunaikan kewajiban sholat subuh, keluar kamar. Masih mengenakan pakaian koko dan peci di atas kepala.

Laki-laki itu berdiri tepat di depan pintu kamar, menatap hidangan di atas meja sudah tertata rapi. Menu sederhana seperti saat istrinya masih ada. Tiba-tiba kedua mata laki-laki itu menghangat mengingat semua tentang kehidupan keluarganya yang selama ini sangat harmonis dalam kesederhanaan.

Sungguh ia kehilangan sosok yang selalu menyambutnya dengan senyuman hangat kala lelah menghampiri setelah bertarung dengan nyawa di tengah lautan guna menghidupi keluarga mereka.

"Ayah sudah selesai sholat subuh?

 Nayla sudah menyiapkan makan pagi kita". Suara gadis kecil itu mengejutkan Dewa.

Sambil mengerjapkan matanya yang berkaca-kaca, Dewangga berusaha tersenyum. "Alhamdulillah, ayah akan makan lahap pagi ini", jawabnya.

Dewangga menolehkan kepalanya. "Dimana abang mu? Apa ia masih tidur karena hujan begini?". Dewa duduk di kursi meja makan.

Nayla menganggukkan kepalanya. "Iya bang Rangga masih di kamarnya. Setelah sarapan Nayla langsung ke sekolah ayah, semoga hujannya reda", ucapnya sambil duduk di hadap Dewa.

"Nayla ...ada yang ingin ayah bicarakan pada mu", ucap Dewa menatap lembut putrinya yang sedang menikmati makanannya.

"Iya ayah".

Dewangga menggenggam tangan kiri Nayla. "Tante Yulia dan om Yoga menawari mu sekolah di ibu kota nak. Ayah sudah memikirkannya, ayah setuju dengan ide itu. Ayah yakin kamu lebih gampang mewujudkan keinginan mu dan mama mu menjadi seorang dokter jika di kota besar. Sementara di sini sekolah pun terbatas. Ayah ingin melihatmu berhasil dalam pendidikan Nayla. Tidak seperti abang mu yang memilih berhenti sekolah–"

"Kenapa ayah dan mama selalu memikirkan Nayla saja, sementara aku di anggap bodoh karena tidak sekolah". Tiba-tiba Rangga sudah ada di dekat meja makan, ia mendengar semua perkataan Dewangga barusan.

Dewa memijat keningnya.

"Aku tidak di anggap sama sekali oleh ayah dan mama selama ini. Kalian hanya fokus pada Nayla saja", seru Rangga menggebu-gebu dan menatap tidak suka pada adiknya yang terdiam.

"Rangga...Rangga jangan bicara seperti itu nak, dengarkan ayah karena Nayla yang masih bersekolah kita harus mendukung adik mu. Ayah tidak akan lupa janji ayah pada mu, semua usaha ayah kamulah penerusnya. Karena kamu anak laki-laki ayah dan mama", ucap Dewa berdiri menenangkan putranya yang terlihat kesal.

"Nayla Nayla Nayla...kasih sayang kalian hanya untuk anak manja ini saja. Aku benci pada mu!!!", teriak Rangga dengan amarah menatap adiknya yang terdiam di meja makan. Pemuda itu berlari keluar rumah saat di luar masih turun hujan dengan derasnya.

"Ranggaaa ayah belum selesai bicara–"

Nayla memeluk pinggang Dewa, gadis kecil itu mendongak kan kepalanya menatap laki-laki itu.

"Ayah, Nayla bersama kalian saja. Nay membantu ayah dan bang Rangga saja. Tidak apa-apa Nayla tidak menggapai cita-cita sebagai dokter, Nayla tidak mau bang Rangga marah lagi", ucapnya lirih.

Jemari Dewa mengusap lembut rambut panjang Nayla. Kini laki-laki itu berjongkok sambil memegangi bahu putrinya itu.

Sesaat memejamkan matanya. "Tidak nak. Kamu tetap harus bersekolah. Ayah sudah janji pada mendiang mama mu, kamu tetap sekolah yang tinggi. Dan kelak bisa mengangkat kehidupan keluarga kita. Ini keputusan ayah".

Dewa tersenyum menatap manik bening putrinya. "Sekarang bersiaplah ke sekolah, ayah akan mengantarmu. Kemudian ayah akan mencari abang dan bicara padanya. Ayah yakin abang mu bisa menerima keputusan ayah", ucap Dewangga dengan lembut mengusap wajah Nayla.

...***...

To be continue

Terpopuler

Comments

Dinda Wei

Dinda Wei

Rangga kok gitu sama adik sendiri iri bukannya mendukung adik yg pinter. Kalau kayak dia ya nggak bakalan berangkat keluarga kalian weii. Lanjut thor upnya 🙏

2025-04-22

1

Amelia

Amelia

Aku kira rangga abang yg baik ternyata oh ternyata baperan begitu orangnya. Bukan tipikal kakak yang melindungi dia mah

2025-04-24

0

Eleanor

Eleanor

Hai thor aku kembali membaca karya mu. Menarik sih. Semangat

2025-05-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!