Bagian 2 Bukan Sekadar Kos-Kosan

Galuh menatap cangkir teh yang masih hangat di atas meja belajarnya. Aroma melati dari teh celup yang digunakan Saras terasa menenangkan, mengusir sedikit rasa penat yang menumpuk sejak pagi. Ia menyesap pelan, membiarkan kehangatannya menyusup hingga ke dalam dada.

Malam itu hening. Hanya suara kipas angin di pojok kamar yang menemani Galuh berpikir.

“Dia nggak sejutek yang kelihatan, ya…” gumamnya lirih.

Ia baru tinggal satu malam di kos ini, tapi hatinya sudah mulai terusik. Bukan oleh tempat baru, atau kota baru melainkan oleh seseorang yang berada hanya beberapa langkah dari kamarnya. Saras.

Ada sesuatu dalam sikap Saras yang membuat Galuh ingin tahu lebih banyak. Dingin, iya. Tidak ramah? Mungkin. Tapi juga… perhatian, meskipun caranya tidak biasa.

Galuh menoleh ke dinding tipis yang memisahkan kamarnya dengan kamar Saras. Ia bisa mendengar samar-samar suara musik instrumental klasik jenis musik yang tak pernah ia bayangkan akan diputar oleh perempuan seusia Saras.

“Aneh… tapi bikin penasaran,” gumamnya sambil tersenyum tipis.

---

Keesokan paginya, suasana kos cukup sepi. Sebagian penghuni kos berangkat lebih awal karena jadwal kuliah atau kegiatan organisasi. Galuh bangun lebih lambat, matanya masih berat setelah begadang membaca materi orientasi.

Ia turun ke dapur, berniat membuat sarapan sederhana. Saat membuka kulkas, ia melihat ada sekotak nasi goreng dalam wadah plastik bening dengan secarik kertas kecil tertempel di atasnya:

“Untuk Galuh. Jangan lupa sarapan. S”

S.

Saras?

Galuh menahan senyum, lalu mengambil wadah itu. Ia memanaskannya sebentar di microwave, lalu duduk di meja makan kecil dekat jendela. Rasa nasi gorengnya cukup enak. Tidak terlalu pedas, tapi ada sedikit rasa manis khas masakan rumah.

“Tumben…” bisik Galuh. “Dia baik banget.”

Setelah selesai sarapan, Galuh memutuskan untuk mencuci piring sendiri. Ia tidak ingin jadi beban di kos, apalagi tinggal serumah dengan cewek. Perlu menjaga sikap.

Sebelum naik ke atas, ia melihat Saras duduk sendirian di ruang tamu kecil, mengenakan jaket hitam dan celana jeans. Earphone menempel di telinganya, matanya menatap layar laptop dengan ekspresi serius.

Galuh sempat ragu untuk menyapa, tapi akhirnya memberanikan diri.

“Kak Saras…”

Saras menoleh sekilas, melepas sebelah earphone-nya. “Hm?”

“Eh, tadi… makasih ya. Sarapannya,” kata Galuh kikuk.

Saras mengangguk pelan. “Iya, kebetulan masak banyak. Lagian kamu pasti nggak sempat beli.”

Galuh menggaruk tengkuknya. “Iya sih… hehe. Tapi tetep makasih. Nggak nyangka Kak Saras perhatian juga.”

Saras mengangkat alis. “Perhatian? Bukan. Cuma… manusiawi aja.”

Galuh terkekeh pelan. “Ya udah. Tapi saya senang, kok. Saya kira Kak Saras dingin banget.”

Saras tidak menjawab. Ia hanya kembali memasang earphone-nya dan menatap layar laptop lagi. Tapi dari sudut mata Galuh, ia bisa melihat sekilas senyum tipis di wajah perempuan itu.

---

Hari-hari berikutnya berjalan cukup cepat. Orientasi kampus mulai terasa membosankan, penuh dengan tugas-tugas yang dibuat-buat dan panitia yang sok galak. Tapi bagi Galuh, semua itu masih bisa ditoleransi asal ia punya tempat pulang yang nyaman.

Kos Cendana mulai terasa seperti rumah kedua. Ia mulai mengenal beberapa penghuni kos lainnya, meski tidak sedekat itu. Interaksinya masih paling banyak dengan Saras, meskipun perempuan itu tetap menjaga jarak.

Mereka kadang berangkat ke kampus bersama, kadang tidak. Saras tak pernah memaksa Galuh bercerita, tapi ia selalu ada saat Galuh butuh bantuan baik soal kampus, tugas, atau sekadar saran.

Hingga suatu malam, ketika listrik tiba-tiba padam.

Gelap gulita menyelimuti seluruh bangunan kos. Galuh yang sedang mengetik tugas di laptop langsung panik. Ia membuka pintu kamar, mencoba mencari sumber cahaya.

“Kak Saras?” panggilnya pelan.

“Di sini,” suara itu terdengar dari lorong. Galuh mendekat dan melihat Saras sedang menyalakan lilin kecil dari dapur.

“Mati lampu, ya?”

“Ya,” jawab Saras, mengangkat lilin dan memberikannya pada Galuh. “Pakai ini dulu. Nanti aku cek MCB-nya di bawah.”

“Wah, Kak Saras ngerti listrik juga?”

Saras hanya mengangguk singkat. “Sedikit. Dulu sering bantu ayah.”

Galuh mengangguk, lalu mengikuti Saras ke lantai bawah. Di ruang kecil dekat tangga, Saras membuka kotak MCB dengan hati-hati. Galuh memegang lilin untuk menerangi.

“Mungkin overload. Banyak yang pakai pemanas air atau charger sekaligus,” gumam Saras sambil memeriksa saklar satu per satu.

Galuh mengangguk, memperhatikan gerakan Saras yang cekatan. Ia tidak pernah menyangka perempuan seperti Saras bisa begitu mandiri dan… tangguh.

Tak lama, listrik kembali menyala. Lampu menyilaukan mata mereka sejenak.

“Beres,” ujar Saras singkat.

Galuh mengangkat dua jempol. “Keren, Kak.”

Saras menoleh. “Jangan terlalu kagum. Aku nggak sehebat itu.”

“Tapi serius, saya jadi makin salut,” ujar Galuh jujur.

Saras tak menjawab. Tapi untuk pertama kalinya, ia menatap Galuh agak lama. Tatapannya tidak setajam biasanya ada sesuatu yang berbeda di dalamnya. Mungkin… pengakuan bahwa dia sedikit membuka pintu bagi orang lain.

---

Malam itu, Galuh tak bisa tidur. Bukan karena tugas, bukan karena suara bising tapi karena hatinya mulai gelisah. Rasa nyaman yang muncul setiap kali bicara dengan Saras bukan lagi sekadar kagum. Ada sesuatu yang lebih hangat, lebih dalam… dan lebih rumit.

Ia mencoba mengabaikannya. Tapi makin diabaikan, makin terasa.

Dan Galuh tahu, ia sedang memasuki wilayah berbahaya: jatuh hati pada seorang senior yang tinggal satu atap dengannya.

Terpopuler

Comments

kalea rizuky

kalea rizuky

Galuh witing tresno soko kulino yeee

2025-04-25

0

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1 Awal yang Tak Terduga
2 Bagian 2 Bukan Sekadar Kos-Kosan
3 Bagian 3 Tumbuhnya Rasa, Diam-diam
4 Bagian 4 Malam yang Mengganggu
5 Bagian 5 Menata Jarak, Menyimpan Rindu
6 Bagian 6 Jangan Dekat Kalau Nggak Mau Jatuh
7 Bagian 7 Semakin Dekat, Semakin Takut
8 Bagian 8 Rahasia yang Terkubur
9 Bagian 9 Bayang Masa Lalu yang Tak Pergi
10 Bagian 10 Jebakan yang Mengoyak Kepercayaan
11 Bagian 11 Luka yang Tersembunyi
12 Bagian 12 Langkah Pertama Menuju Cahaya
13 Bagian 13 Hati yang Tak Ingin Berbohong
14 Bagian 14 Status yang Belum Bernama
15 Bagian 15 Rahasia dari Masa Lalu
16 Bagian 16 Bayangan yang Mengintai
17 Bagian 17 Aku, Kamu, dan Rahasia yang Belum Usai
18 Bagian 18 Rahasia dari Masa Lalu
19 Bagian 19 Titik Patah Saras
20 Bagian 20 Luka yang Belum Sembuh
21 Bagian 21 Terlalu Dekat dengan Kenyataan
22 Bagian 22 Nyaris Jatuh, Nyaris Jujur
23 Bagian 23 Kenyataan yang Menyakitkan
24 Bagian 24 Cinta yang Tidak Pernah Sama
25 Bagian 25 Ketika Hati Bicara Lebih Dulu
26 Bagian 26 Jeda yang Mengusik
27 Bagian 27 Peluang yang Tak Disangka
28 Bagian 28 Gerbang yang Terbuka Setengah
29 Bagian 29 Jejak Luka yang Tersisa
30 Bagian 30 Memasuki Gerbang Perubahan
31 Bagian 31 Jeda yang Membuka Mata
32 Bagian 32 Tanda Tanya di Balik Senyuman
33 Bagian 33 Isyarat yang Tak Terucap
34 Bagian 34 Tumbukan Dua Dunia
35 Bagian 35 Jejak Luka dan Nyala Harapan
36 Bagian 36 Luka yang Menemukan Cahaya
37 Bagian 37 Retakan yang Menyatukan
38 Bagian 38 Riak-Riak di Balik Kedamaian
39 Bagian 39 Dalam Diam yang Menyala
40 Bagian 40 Cahaya yang Tak Pernah Padam
Episodes

Updated 40 Episodes

1
Bagian 1 Awal yang Tak Terduga
2
Bagian 2 Bukan Sekadar Kos-Kosan
3
Bagian 3 Tumbuhnya Rasa, Diam-diam
4
Bagian 4 Malam yang Mengganggu
5
Bagian 5 Menata Jarak, Menyimpan Rindu
6
Bagian 6 Jangan Dekat Kalau Nggak Mau Jatuh
7
Bagian 7 Semakin Dekat, Semakin Takut
8
Bagian 8 Rahasia yang Terkubur
9
Bagian 9 Bayang Masa Lalu yang Tak Pergi
10
Bagian 10 Jebakan yang Mengoyak Kepercayaan
11
Bagian 11 Luka yang Tersembunyi
12
Bagian 12 Langkah Pertama Menuju Cahaya
13
Bagian 13 Hati yang Tak Ingin Berbohong
14
Bagian 14 Status yang Belum Bernama
15
Bagian 15 Rahasia dari Masa Lalu
16
Bagian 16 Bayangan yang Mengintai
17
Bagian 17 Aku, Kamu, dan Rahasia yang Belum Usai
18
Bagian 18 Rahasia dari Masa Lalu
19
Bagian 19 Titik Patah Saras
20
Bagian 20 Luka yang Belum Sembuh
21
Bagian 21 Terlalu Dekat dengan Kenyataan
22
Bagian 22 Nyaris Jatuh, Nyaris Jujur
23
Bagian 23 Kenyataan yang Menyakitkan
24
Bagian 24 Cinta yang Tidak Pernah Sama
25
Bagian 25 Ketika Hati Bicara Lebih Dulu
26
Bagian 26 Jeda yang Mengusik
27
Bagian 27 Peluang yang Tak Disangka
28
Bagian 28 Gerbang yang Terbuka Setengah
29
Bagian 29 Jejak Luka yang Tersisa
30
Bagian 30 Memasuki Gerbang Perubahan
31
Bagian 31 Jeda yang Membuka Mata
32
Bagian 32 Tanda Tanya di Balik Senyuman
33
Bagian 33 Isyarat yang Tak Terucap
34
Bagian 34 Tumbukan Dua Dunia
35
Bagian 35 Jejak Luka dan Nyala Harapan
36
Bagian 36 Luka yang Menemukan Cahaya
37
Bagian 37 Retakan yang Menyatukan
38
Bagian 38 Riak-Riak di Balik Kedamaian
39
Bagian 39 Dalam Diam yang Menyala
40
Bagian 40 Cahaya yang Tak Pernah Padam

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!