4. Bukan Sekadar Aksesoris

Aylin menatap liontin itu tak berkedip, jantungnya berdegup kencang menunggu apa yang akan terjadi.

"Ayo... tunjukkan dirimu. Peta itu. Apapun kau."

Tapi tak ada yang terjadi. Tidak ada simbol, tidak ada garis, tidak ada pantulan bentuk di dinding atau lantai. Hanya sinar.

Hanya... sinar.

Cahaya itu perlahan meredup, kembali ke bentuk semula. Hangat. Lembut. Diam.

Aylin menunduk.

"Mungkin bukan begitu caranya. Atau mungkin... aku bukan siapa-siapa."

Ia menggenggam liontin itu erat, seolah berharap benda itu bisa bicara. Tapi liontin tetap diam.

"Atau mungkin... belum waktunya. Bukankah itu yang dia bilang? ‘Jika saatnya tiba, keturunannya akan tahu caranya.’ Tapi bagaimana aku tahu kapan saat itu tiba? Berapa banyak waktu yang harus aku habiskan hanya untuk menunggu ‘saat’ yang entah kapan datangnya?"

Ia menyeka setetes darah yang sempat menodai permukaan liontin, lalu mengembalikannya ke pouch dengan hati-hati. Napasnya berat, tapi ada seberkas tekad di sana yang belum padam.

"Kalau memang ini milik leluhurku... kalau peta itu benar-benar ada... aku akan menemukannya. Aku tidak peduli seberapa lama harus kucari."

Ia mematikan lampu meja, membiarkan cahaya bulan menggantikan peran listrik, lalu merebahkan diri. Tapi matanya tak bisa terpejam. Cahaya liontin masih berpendar samar dari dalam pouch, seolah menjanjikan sesuatu—sebuah petunjuk, atau kutukan. Aylin belum tahu.

Tapi ia akan mencari tahu.

Satu jam kemudian, pintu kamar berderit pelan. Akay berdiri di ambang pintu dengan mata yang langsung tertuju pada sosok Aylin yang tertidur lelap di atas ranjang. Wajahnya letih, tapi senyum perlahan mengembang di bibirnya.

“Aku rindu sekali padamu,” gumamnya hampir tanpa suara.

Ia melepas jas dan menggantungnya dengan tenang, lalu membuka kancing kemeja sambil melangkah ke kamar mandi. Wajah Aylin dalam tidurnya—begitu damai, begitu menenangkan—seolah menyalakan bara yang telah lama ia pendam.

Tak lama, ia keluar hanya mengenakan boxer. Langkahnya ringan tapi pasti saat mendekati ranjang. Ia membungkuk, menyentuh pipi Aylin, lalu menjatuhkan diri di sampingnya.

Aylin menggeliat. Pelan, kelopak matanya terbuka setengah. “Akay…” suaranya parau, mengabur antara kantuk dan keterkejutan. Tapi senyumnya tulus, seperti menemukan rumah setelah tersesat.

"Kapan kau pulang?" tanyanya dengan suara serak yang malah terdengar menggoda di telinga Akay.

“Baru sampai,” jawab Akay singkat, lalu menatap wajah itu dengan tatapan yang tak bisa ia sembunyikan lagi.

“Aku nyaris gila menahan rindu.”

Tanpa menunggu balasan, ia menarik tubuh Aylin ke dalam dekapannya. Sentuhannya tak terburu-buru, tapi penuh tuntutan. Setiap helai rambut, setiap tarikan napas, terasa seperti bagian dari kerinduan yang lama terpendam.

Aylin merespons, matanya kini terbuka sepenuhnya. Napasnya tertahan ketika jemari Akay menyusuri lengannya, lalu turun perlahan ke pinggangnya. Ia menggigit bibirnya pelan, mencoba menahan gejolak yang mulai menguar dari dalam dirinya.

“Aku pikir kau akan pulang besok,” bisiknya.

“Nggak tahan,” Akay menjawab di antara ciuman lembut yang ia jatuhkan di pelipis, pipi, lalu turun ke rahangnya.

Cahaya temaram dari lampu tidur membuat bayangan tubuh mereka menyatu, seperti dua siluet yang saling mengisi. Aylin mendesah pelan saat Akay menjelajahi tubuhnya seperti musafir yang menemukan oase.

Setiap sentuhan seolah ditulis dengan bahasa yang hanya mereka berdua pahami—penuh hasrat, tapi juga cinta yang tak terbantahkan.

Tangannya menggenggam lengan Akay erat saat dunia di sekeliling mereka mengabur. Saat debaran jantung menjadi satu-satunya irama yang mereka dengar.

Akay mengecup setiap jengkal tubuh Aylin penuh kerinduan dan hasrat yang menggelora.

Aylin menggelinjang pelan, jemarinya meremas seprai saat sentuhan Akay semakin dalam—mengacak-acak logikanya yang biasanya tertata.

"Akay..." Aylin hanya bisa mendesahkan nama yang telah terukir dalam hatinya itu saat ia tenggelam dalam lautan hasrat yang tak terbendung. Jemarinya mencengkram erat lengan kokoh suaminya, menggumam bahkan meneriakkan nama itu berkali-kali.

Dan sialnya hal itu malah membuat Akay semakin liar dan terbakar.

Napas Akay masih memburu saat menatap wajah istrinya yang kelelahan dalam kungkungannya.

"Kau membuatku gila," gumamnya, lalu menghujani wajah istrinya dengan ciuman. Setelah puas, ia merebahkan tubuhnya di samping Aylin.

Napas mereka masih memburu. Keringat hangat membasahi kulit, menyatu dalam keheningan malam yang hanya diisi oleh detak jantung yang belum sepenuhnya tenang. Akay memeluk Aylin dari belakang, mengusap pelan lengan wanita itu yang kini bersandar nyaman di dadanya.

“Lelah?” bisiknya, mengecup puncak kepala Aylin.

“Hm...” Aylin hanya mengangguk pelan, menikmati detik-detik tenang itu, seolah dunia bisa berhenti hanya dengan pelukan hangat dari Akay.

Dan ketika semuanya mereda, ketika napas mereka masih saling bertaut, Akay membisikkan sesuatu di telinganya.

“Kau membuatku lupa pada segalanya.”

Namun kedamaian itu retak saat mata Akay tak sengaja melirik ke arah laci. Sekilas, cahaya biru kehijauan bersinar samar dari celahnya. Hening seketika terasa menggantung.

“Sinar apa di laci itu?” tanyanya, nadanya berubah—masih tenang, tapi kini diliputi rasa penasaran.

Aylin sontak tegang, meski hanya sekejap. Ia benar-benar lupa menutup laci itu. Tapi ekspresinya cepat terkendali. Ia tersenyum lembut dan berbalik sedikit untuk menatap Akay.

"Itu? Liontin. Glow in the dark. Lucu 'kan?"

Akay menyipitkan mata, menatapnya. “Glow in the dark? Seriusan kamu beli liontin begituan?”

Aylin mengangguk pelan, menyembunyikan kegelisahan di balik tatapan tenangnya. “Aku langsung tertarik saat melihatnya. Jadi ya, aku beli aja."

Akay menatap Aylin lama, seolah ingin membaca lebih dalam dari sekadar kalimat ringan barusan. Tapi akhirnya ia hanya menarik napas dan tersenyum samar.

“Liontinmu bagus. Tapi kamu lebih bercahaya.”

Ia menarik napas dan mengecup kening Aylin.

Tak beberapa lama, Aylin telah tertidur. Napasnya tenang, membentuk irama lembut yang biasanya mampu membuat Akay ikut terlelap dalam hitungan menit. Namun malam ini berbeda.

Bahkan setelah perjalanan panjang, kelelahan fisik, dan gairah yang baru saja ia tuangkan pada tubuh wanita itu—matanya tetap terbuka. Jiwanya gelisah, seperti ada sesuatu yang belum selesai.

Pandangannya terus kembali ke arah laci. Cahaya biru kehijauan yang sempat ia lihat tadi… masih tersisa di benaknya. Samar, tapi jelas. Seolah liontin itu memanggilnya.

“Liontin glow in the dark…” gumamnya nyaris tak terdengar. Lalu, pesan masuk tanpa nama beberapa waktu lalu kembali terlintas di benaknya.

"Liontin glow in the dark adalah kuncinya."

Saat itu, ia menganggapnya hanya metafora. Tapi sekarang?

Perlahan, ia menggeser tangannya dari tubuh Aylin, berhati-hati agar tak membangunkannya. Ia duduk di tepian ranjang, membungkuk, meraih celana boxer-nya, lalu mengenakannya.

Langkahnya pelan saat mendekat ke laci. Ia membuka laci itu, dan di dalamnya, pouch beludru gelap tergeletak nyaris tak mencolok. Tapi saat ia menyentuhnya, bulu kuduknya berdiri.

Akay membuka pouch itu. Sebuah liontin kecil berbentuk bintang menggelinding ke telapak tangannya, dan tepat di tengahnya, bola kaca kecil bersinar redup—glow in the dark.

Namun sinar itu… berbeda. Bukan pantulan cahaya biasa.

Ia memiringkan kepala, menatap liontin itu dalam diam. "Ini... bukan sekadar aksesori." Napasnya melambat, seolah tubuhnya ikut menahan napas bersama pikirannya yang kini berputar liar.

“Kenapa aku belum pernah lihat desain seperti ini di pasaran?” bisiknya, sambil membolak-balik liontin itu, memerhatikan setiap ukiran kecil di sisinya. Ada simbol samar seperti tulisan kuno yang hampir tak terlihat jika tidak diperhatikan dengan seksama.

Matanya melirik ke arah Aylin—masih tertidur damai, seolah tak terganggu oleh aura aneh yang mengelilingi benda itu.

“Aku akan menanyakannya besok,” katanya lirih, lalu mengembalikan liontin itu ke tempat semula dengan hati-hati, seakan menyentuh sesuatu yang suci… atau berbahaya.

Akay meraih ponselnya dan melangkah ke balkon, membuka pintu geser dengan gerakan perlahan. Udara malam langsung menyergap kulitnya, dingin dan lembap, membawa aroma embun dan sesuatu yang tak bisa dijelaskan—entah nostalgia, entah firasat buruk.

Ia menekan nama yang sudah akrab di layar: Eagle.

Tak butuh waktu lama sebelum suara berat dari seberang menyambut.

“Ya?”

"Bagaimana perkembangan penyelidikanmu tentang liontin itu?"

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

sum mia

sum mia

disaat Akay menyuruh orang untuk mencari tahu tentang liontin , disaat itu pula dia juga bisa memegang liontin tersebut .
sabar Ay ...mungkin juga emang belum saatnya peta di liontin itu terbuka . nanti bila saatnya tiba petunjuk akan datang dengan sendirinya .
dan kalian jangan lupa untuk selalu menjaga komunikasi dan saling jujur , agar tidak ada salah paham .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2025-04-19

3

Anonim

Anonim

ya Aylin mungkin nanti ketika saatnya tiba kamu bisa membuka peta itu seperti ketika kau menemukan liontin itupun seperti dituntun untuk menuju rumah peninggalan kakekmu dan melangkah ke kamar nenek dan akhirnya menemukan liontin itu.

2025-04-18

2

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Aylin tidak mau menyeret Akay lagi ke lebih yang berbahaya...tidak bermaksud untuk menyembunyikan Liontin itu dari Akay...tapi sekarang Akay telah melihatnya dan memegangnya

2025-04-19

2

lihat semua
Episodes
1 1. Jejak Pertama-- Warisan Yang Terbangun
2 2. Wajah Kedua
3 3. Peta
4 4. Bukan Sekadar Aksesoris
5 5. Ketika Cinta Harus Menyembunyikan
6 6.Bayangan dari Kebenaran
7 7. HEBOHNYA LIONTIN DARI SWISS
8 8. Dunia Bergerak
9 9. Badai yang Belum Nampak
10 10. Penyitaan
11 11. Tidak Sederhana
12 12. Menembak atau Jadi Sasaran
13 13. Penyusup
14 14. Demi Negara
15 15. Dikuntit
16 16. Pencarian
17 17. Simbol
18 18. Ruangan Rahasia
19 19. Futuristik
20 20. Terlambat
21 21. Berbeda Tujuan
22 22. Ujian
23 23. Pilihan
24 24. Sudah Dekat
25 25. Menerobos
26 26. Gerbang Neraka
27 27. Asap dan Peluru
28 28. Sniper
29 29. Lorong Kematian
30 30. Taktik
31 31. Jaringan Luas
32 32. Membentuk Tim
33 33. Mengungkap Kebenaran
34 34. Fanatisme
35 35. Tetua Turun Gunung
36 36. Emosi dan Logika Bentrok
37 37. Menyamar
38 38. Titik Lemah
39 39. Menyebar Jejak
40 40. Tertangkap Kamera
41 41. Posisi Masing-masing
42 42. Bisikan dalam Kesunyian
43 43. Energi Spiritual Melonjak
44 44. Hendak Menyelamatkan
45 45. Sumur Kuno
46 46. Blackout.
47 47. Terisolasi
48 48. Tanpa Teknologi
49 49. Menuju Gerbang Lorong Tersembunyi
50 50. Gerbang Lorong Tersembunyi
51 51.Semua Menyadari
52 52. Dalam Senyap
53 53. Tarian Maut
54 54. Unit Phantom.
55 55. Menggonggong dari Belakang
56 56. Roboh tanpa Kontak
57 57. Kegaduhan
58 58. Pembantaian tak Kasat Mata
59 59. Kehilangan Jejak
60 60. Antara Klan dan Kemanusiaan
61 61. Hitungan Mundur
62 62. Mengalihkan
63 63. Hampir Bertabrakan
64 64. Makhluk yang Terbangun
65 65. Laboratorium
66 66. Guncangan Hebat
67 67. Genosida
68 68. Titik Merah
69 69. Pikun
Episodes

Updated 69 Episodes

1
1. Jejak Pertama-- Warisan Yang Terbangun
2
2. Wajah Kedua
3
3. Peta
4
4. Bukan Sekadar Aksesoris
5
5. Ketika Cinta Harus Menyembunyikan
6
6.Bayangan dari Kebenaran
7
7. HEBOHNYA LIONTIN DARI SWISS
8
8. Dunia Bergerak
9
9. Badai yang Belum Nampak
10
10. Penyitaan
11
11. Tidak Sederhana
12
12. Menembak atau Jadi Sasaran
13
13. Penyusup
14
14. Demi Negara
15
15. Dikuntit
16
16. Pencarian
17
17. Simbol
18
18. Ruangan Rahasia
19
19. Futuristik
20
20. Terlambat
21
21. Berbeda Tujuan
22
22. Ujian
23
23. Pilihan
24
24. Sudah Dekat
25
25. Menerobos
26
26. Gerbang Neraka
27
27. Asap dan Peluru
28
28. Sniper
29
29. Lorong Kematian
30
30. Taktik
31
31. Jaringan Luas
32
32. Membentuk Tim
33
33. Mengungkap Kebenaran
34
34. Fanatisme
35
35. Tetua Turun Gunung
36
36. Emosi dan Logika Bentrok
37
37. Menyamar
38
38. Titik Lemah
39
39. Menyebar Jejak
40
40. Tertangkap Kamera
41
41. Posisi Masing-masing
42
42. Bisikan dalam Kesunyian
43
43. Energi Spiritual Melonjak
44
44. Hendak Menyelamatkan
45
45. Sumur Kuno
46
46. Blackout.
47
47. Terisolasi
48
48. Tanpa Teknologi
49
49. Menuju Gerbang Lorong Tersembunyi
50
50. Gerbang Lorong Tersembunyi
51
51.Semua Menyadari
52
52. Dalam Senyap
53
53. Tarian Maut
54
54. Unit Phantom.
55
55. Menggonggong dari Belakang
56
56. Roboh tanpa Kontak
57
57. Kegaduhan
58
58. Pembantaian tak Kasat Mata
59
59. Kehilangan Jejak
60
60. Antara Klan dan Kemanusiaan
61
61. Hitungan Mundur
62
62. Mengalihkan
63
63. Hampir Bertabrakan
64
64. Makhluk yang Terbangun
65
65. Laboratorium
66
66. Guncangan Hebat
67
67. Genosida
68
68. Titik Merah
69
69. Pikun

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!