Bab 2: Masa Lalu

Matahari sudah berada di atas kepala namun Elena hanya bisa berdiam diri di dalam rumah. Delia sudah pergi berjualan bunga di kota terdekat, sedangkan Mega dan Ralf sedang pergi bersama ayahnya.

Elena hanya bisa duduk termenung sambil melihat ke arah jendela yang terbuka. Karena waktu yang membosankan ini membuat Elena kembali terpikirkan tentang angka di atas kepala Delia kemarin.

Sebenernya apa yang dimaksud dengan 12 tahun?

Ketika Elena bertemu dengan Ralf dan Mega pun, mereka memiliki angka 30 tahun dan 70 tahun. Sedangkan dirinya sendiri memiliki angka 13 tahun.

Apa akan ada yang terjadi saat aku berusia 13 tahun? Tapi Delia sudah melewati angka 12 tahun....

"...."

Elena sebenernya tidak ingin berspekulasi sesuatu. Namun, hal yang paling memungkinkan adalah ... Apakah itu angka kematian? Tapi kenapa? Kenapa Elena bisa melihat hal seperti itu?

Hal ini membuat kepala kecil Elena sakit. Pemikiran seperti ini sungguh berat untuk diterima oleh anak yang baru berusia tujuh tahun.

Sebenernya selama tujuh tahun Elena hidup di dunia ini, ia berpikir mungkin saja ini seperti dunia novel yang pernah ia baca dulu. Tapi, selama ini ia tidak pernah mendapatkan ingatan apapun. Jadi, Elena berkesimpulan kalau dunia ini hanyalah dunia baru untuk ditinggalinya.

"Walaupun ini dunia novel, aku pasti karakter sampingan yang tidak pernah muncul dalam buku." Bergumam akan hal itu, Elena memejamkan mata sembari menggoyangkan kedua kakinya yang tergantung, menikmati angin yang masuk melalui jendela.

"Tapi, kapan ibu akan pulang? Aku bosan." Elena melihat di sekeliling ruangan, mencari sesuatu yang mungkin bisa ia lakukan.

Saat itulah ia melihat sapu yang bertengger apik di pojok ruangan. Dengan ide kecilnya, ia berjalan mendekati sapu itu dan berniat untuk bersih-bersih sembari menunggu Delia pulang.

Elena mulai menyapu dari ujung ruangan ke ujung ruangan. Ia juga tidak lupa mengelap beberapa perabotan yang tidak seberapa di rumahnya. Hingga, matanya menangkap sesuatu yang bersinar di sela-sela lemari.

"Apa ini?" Elena mengulurkan tangan pendeknya dan menemukan sebuah liontin perak dengan lukisan seorang wanita di dalamnya.

Wanita itu bersurai hitam seperti batu obsidian, sangat elegan dan cantik. Matanya yang berwarna biru terang seperti sebuah permata mahal, dan gaunnya yang berwarna biru tua dengan beberapa permata yang tidak berlebihan. Bentuk wajahnya begitu halus dan lembut, dan matanya terlihat sayu.

"Cantik sekali ...." Elena terpesona dalam sesaat ketika melihat lukisan seseorang di dalam liontin itu.

"Dia pasti seorang bangsawan ... Tapi kenapa ini ada disini? Apakah ini milik ibu?"

Elena berpikir sejenak lalu menyimpannya dalam sakunya. Mungkin ia bisa bertanya pada Delia nanti.

Setelah selesai melakukan bersih-bersih, Elena merasa sangat puas ketika melihat rumahnya terlihat bersih. "Ini terasa sangat nyaman."

Langit sudah berubah menjadi kekuningan namun Delia belum kunjung kembali. Karena kelelahan, Elena berbaring di atas kasurnya. Rasa kantuk mulai merayapi tubuhnya, dan akhirnya ia tertidur.

...★----------------★...

Di dalam sebuah rumah yang terlihat begitu suram. Lantai penuh dengan botol alkohol yang sudah kosong. Lalu, seorang gadis dengan surai hitamnya yang diikat dua melihat dari balik pintu.

Gadis itu memeluk boneka beruangnya yang terlihat sudah lusuh. Namun, apa yang dilakukan gadis itu di balik pintu? Apa yang ia lihat?

Prang!

Sebuah botol kaca pecah di lantai hingga membuat lantai berantakan. Suara wanita dan pria dengan nada tinggi mengalun di dalam ruangan itu.

Sang wanita terus berteriak ke arah sang pria dengan wajah memerah kesal. Sedangkan sang pria menampar wanita tersebut hingga ia tersungkur di lantai. Hal itu membuat suasana di dalam seketika menjadi hening.

Sang pria berjalan dengan langkah berat ke arah sebuah pintu. Saat ia melihat gadis berkepang dua itu menatapnya dengan tatapan getir, ia hanya berdecak kesal dan meninggalkan anak itu disana.

Sang gadis yang melihat pria itu telah pergi langsung mendatangi wanita yang masih terduduk di bawah pecahan botol kaca.

"I-ibu... Apa ibu baik-baik saja...?" Suara gadis itu gemetar sembari mengulurkan tangan kecilnya untuk menyentuh ibunya.

Namun, tangan itu langsung ditepis dengan begitu kasar. Raut wajah kesal ibunya membuat sang gadis hanya bisa terdiam membeku.

"Apa yang kau lakukan disini?!"

"Ti-tidak ... Ibu, kamu terluka disana ...." Gadis itu masih berusaha menolong ibunya. Melihat tangan sang ibu yang terluka akibat terkena pecahan kaca membuatnya gemetar.

"MENYINGKIRLAH!!!" Gadis itu di dorong dengan begitu keras hingga ia terlempar ke lantai.

"Tidak usah sok peduli dengan wajah polosmu itu! Membuatku muak saja." Setelah mengatakan hal yang begitu tidak etis pada anaknya sendiri. Wanita itu berjalan dengan sedikit pincang, keluar dari ruangan itu tanpa memperdulikan putrinya.

Tes.

Air mata menetes ke atas lantai yang kacau. Hatinya begitu sakit hingga terasa sesak.

Pada akhirnya gadis itu hanya bisa menangis dan meringkuk di atas lantai itu hingga air matanya mengering dengan sendirinya.

...★----------------★...

"Lena? Bangun Lena!" Suara Delia perlahan terdengar masuk ke dalam pendengaran Elena.

"Elena, ada apa? Apa kau bermimpi buruk?" Raut wajah Delia terlihat begitu khawatir. Ketika ia pulang terlambat hari ini, ia merasa bersalah karena membuat putrinya menunggu. Namun, yang ia dapatkan adalah putrinya menangis diatas kasurnya dengan wajah kesakitan. Hal itu sontak membuat Delia ketakutan dan langsung menghampiri anaknya.

"Apa ada yang sakit, Lena?"

"I-Ibu ...." Elena memanggil Delia dengan suara lemah. "Kenapa ibu terlihat khawatir?" Elena tidak menyadari apa yang terjadi pada dirinya sebelumnya.

"Kamu menangis dalam tidurmu. Apa Lena bermimpi buruk?

Elena tidak langsung menjawab dan hanya memeluk Delia dengan erat, membenamkan wajahnya di tubuh Delia.

Delia yang mendapat pelukan tiba-tiba itu hanya tersenyum lemah dan mengusap kepala anaknya dengan lembut. "Mimpi buruk pergilah, pergilah." Ia mengatakan seperti itu seakan mengusir mimpi buruk yang menghinggapi Elena.

Setelah merasa tenang, Elena melepaskan pelukannya dan tersenyum cerah pada Delia.

"Ibu, aku lapar!"

Mendengar hal itu membuat Delia tertawa geli. "Hari ini ibu akan memasak sup kentang kesukaan Lena. Akan ibu masukkan lebih banyak kentang agar Lena menjadi bahagia," ucap Delia dengan senyum hangatnya.

Delia pun segera membuat sup kentang kesukaan putri semata wayangnya itu, sedangkan Elena hanya duduk memandangi punggung Delia.

"Sekarang dia ibuku ...."

"Makanlah Lena." Delia memberikan semangkuk sup kentang dengan isi yang berlimpah. Uap hangat masih mengepul di atas sup, membuat Elena yang melihatnya menjadi semakin lapar.

Elena pun memakannya dengan lahap. Sup yang hangat membuat tubuhnya seakan dipeluk, dan rasa kentang yang manis membuat cita rasanya menjadi begitu segar.

"Oh iya, ibu." Elena merogoh kantongnya dan memberikan liontin perak itu kepada Delia. "Apa ini milik ibu?"

Melihat liontin yang begitu familiar di tangan putrinya membuat Delia terdiam seketika. Wajahnya berubah menjadi gelisah dan ia bertanya, "Dimana kamu menemukannya, Lena?"

"Aku menemukannya di sela-sela lemari saat membersihkan rumah tadi."

Delia mengambil liontin itu lalu membukanya. Wajahnya tersenyum namun terlihat sedih di waktu bersamaan.

Keterdiaman Delia membuat suasana menjadi hening. Elena yang merasa ragu-ragu ingin bertanya pun membulatkan tekad untuk bertanya.

"Ibu ... Siapa wanita di dalam liontin itu?" tanya Elena dengan hati-hati.

Delia hanya menatap putrinya dengan lembut. Memeluk liontin itu seakan itu adalah hal berharga lalu berkata, "Dia adalah majikan ibu dulu ...."

"... Dialah yang mengajari ibu menulis dan membaca ... Dia permaisuri."

Pengakuan ibu sontak membuat Elena terbelalak bukan main. Ia tidak menyangka wanita yang ada di dalam liontin itu adalah permaisuri. Pantas saja sosoknya begitu elegan dan berwibawa.

"Tapi karena kesalahan ibu, ibu tidak bisa melayaninya lagi ...." Suara Delia semakin mengecil namun masih bisa terdengar oleh Elena.

Elena menatap ibunya yang terlihat begitu merasa bersalah akan sesuatu.

"Sebenernya apa yang sudah ibu lakukan hingga ibu membuat raut wajah seperti itu ...?"

To Be Continued

Terpopuler

Comments

khun :3

khun :3

Ceritanya bikin penasaran thor, lanjutkan!

2025-04-10

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Belajar Menulis
2 Bab 2: Masa Lalu
3 Bab 3 : Keturunan
4 Bab 4: Bertemu
5 Bab 5: Pangeran
6 Bab 6: Wolfsbane
7 Bab 7: Rasa Nyaman
8 Bab 8: Kutukan
9 Bab 9: Teror Malam
10 Bab 10: Ingatan
11 Bab 11: Berduka
12 Bab 12: Munafik
13 Bab 13: Awal Dari Segalanya
14 Bab 14: Pangeran Kedua
15 Bab 15: Kekuatan Misterius
16 Bab 16: Darah Penyihir
17 Bab 17: Ralf?
18 Bab 18: Kesepakatan
19 Bab 19: Count Larrens
20 Bab 20: Di Penghujung Jalan
21 Bab 21: Ketenangan Sebelum Badai
22 Bab 22: Pengiriman
23 Bab 23: Penasaran
24 Bab 24: Rasa Bersalah
25 Bab 25: Rasa Bersalah (2)
26 Bab 26: Misi Pertama
27 Bab 27: Kembali ke Drugen
28 Bab 28: Kepergian
29 Bab 29: Kabur
30 Bab 30: Ketahuan
31 Bab 31: Janji Perlindungan
32 Bab 32: Diintai
33 Bab 33: Firasat
34 Bab 34: Duskara
35 Bab 35: Pengkhianatan
36 Bab 36: Terluka
37 Bab 37: Dasar Bodoh!
38 Bab 38: Kematian Ellios
39 Bab 39: Ketahuan?
40 Bab 40: Suatu Entitas Lain
41 Bab 41: Hukuman
42 Bab 42: Sendiri
43 Bab 43: Perasaan Gundah
44 Bab 44: Kepulangan
45 Bab 45: Trauma itu kembali muncul?
46 Bab 46: Pencarian
47 Bab 47: Kelabilan Elena
48 Bab 48: Liburan dulu
49 Bab 49: Ralf Jengkel
50 Bab 50: Serangan Beruang
51 Bab 51: Tuduhan Licik
52 Bab 52: Menemukan mata-mata
53 Bab 53: Merekrut Sekutu
54 Bab 54: Pembohong Hebat
55 Bab 55: Kejutan
56 Bab 56: Kabar duka
57 Bab 57: Pertemuan yang Kedua
58 Bab 58: Sampai di Desa
59 Bab 59: Rumor dan Kecurigaan
60 Bab 60: Orang Baru
61 Bab 61: Menyusul
62 Bab 62: Pahlawan Kesiangan
63 Bab 63: Wein bisa dipercaya?
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Bab 1: Belajar Menulis
2
Bab 2: Masa Lalu
3
Bab 3 : Keturunan
4
Bab 4: Bertemu
5
Bab 5: Pangeran
6
Bab 6: Wolfsbane
7
Bab 7: Rasa Nyaman
8
Bab 8: Kutukan
9
Bab 9: Teror Malam
10
Bab 10: Ingatan
11
Bab 11: Berduka
12
Bab 12: Munafik
13
Bab 13: Awal Dari Segalanya
14
Bab 14: Pangeran Kedua
15
Bab 15: Kekuatan Misterius
16
Bab 16: Darah Penyihir
17
Bab 17: Ralf?
18
Bab 18: Kesepakatan
19
Bab 19: Count Larrens
20
Bab 20: Di Penghujung Jalan
21
Bab 21: Ketenangan Sebelum Badai
22
Bab 22: Pengiriman
23
Bab 23: Penasaran
24
Bab 24: Rasa Bersalah
25
Bab 25: Rasa Bersalah (2)
26
Bab 26: Misi Pertama
27
Bab 27: Kembali ke Drugen
28
Bab 28: Kepergian
29
Bab 29: Kabur
30
Bab 30: Ketahuan
31
Bab 31: Janji Perlindungan
32
Bab 32: Diintai
33
Bab 33: Firasat
34
Bab 34: Duskara
35
Bab 35: Pengkhianatan
36
Bab 36: Terluka
37
Bab 37: Dasar Bodoh!
38
Bab 38: Kematian Ellios
39
Bab 39: Ketahuan?
40
Bab 40: Suatu Entitas Lain
41
Bab 41: Hukuman
42
Bab 42: Sendiri
43
Bab 43: Perasaan Gundah
44
Bab 44: Kepulangan
45
Bab 45: Trauma itu kembali muncul?
46
Bab 46: Pencarian
47
Bab 47: Kelabilan Elena
48
Bab 48: Liburan dulu
49
Bab 49: Ralf Jengkel
50
Bab 50: Serangan Beruang
51
Bab 51: Tuduhan Licik
52
Bab 52: Menemukan mata-mata
53
Bab 53: Merekrut Sekutu
54
Bab 54: Pembohong Hebat
55
Bab 55: Kejutan
56
Bab 56: Kabar duka
57
Bab 57: Pertemuan yang Kedua
58
Bab 58: Sampai di Desa
59
Bab 59: Rumor dan Kecurigaan
60
Bab 60: Orang Baru
61
Bab 61: Menyusul
62
Bab 62: Pahlawan Kesiangan
63
Bab 63: Wein bisa dipercaya?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!