Bab 5: Pangeran

Altheon POV

"El ...."

Untuk pertama kalinya ada yang peduli denganku selain ibu. Rambutnya yang berwarna merah muda, dan matanya ....

Manik mata merah muda seperti permata langka itu ... Itu seperti ciri khas kekaisaran. Mata yang tidak dimiliki olehku.

Apa dia anak haram kaisar?

Aku menatap salep yang diberikan anak laki-laki bersurai merah muda itu. Jarinya begitu lembut ketika mengobati lukaku.

"Apa kita akan bertemu lagi?"

"Aku ingin mengobrol dengannya."

Aku pun beranjak dari toko itu untuk setidaknya mencoba melihatnya kembali. Namun, nihil. Sosoknya sudah tidak terlihat dimanapun.

Karena merasa tidak ada alasan untuk menetap lagi, aku berjalan menyusuri jalan menuju tempat tinggal 'ku'.

Ketika sampai, di depan gerbang sudah berdiri dua penjaga untuk menghentikan langkahku.

"Siapa kamu? Orang biasa tidak boleh masuk ke kediaman bangsawan seperti itu!" ucap salah satu penjaga disana.

Dengan percaya diri aku membuka tudung jubahku, memperlihatkan wajah seorang pangeran pertama kekaisaran.

"Buka gerbangnya." Nadaku terdengar menuntut dan tatapanku sangat tidak bersahabat.

Penjaga itu terlihat terkejut dan langsung membukakan gerbang saat itu juga.

Aku melangkahkan kakiku dengan mantap hingga jalanku kembali di hadang dengan Larrens bersaudara.

"Ternyata kamu tahu jalan pulang, ya?" ucap Lark Larrens, tuan muda bungsu di keluarga Larrens.

"Sepertinya kepala kamu sudah mendingin, Altheon." tutur Mark Larrens, kakak dari Lark. Nadanya begitu halus dengan senyum lembut. Namun, matanya tidak terlihat tersenyum melainkan menatapku dengan rendah.

"Ingat ini Theon. Jadilah kuat di tempat siapapun tidak bisa melihatmu, dan bahagialah, nak."

Mengingat perkataan yang disampaikan oleh ibu sebelum aku dikirim kesini. Aku mengambil napas lalu menghembuskannya secara perlahan.

Aku mengangkat kepalaku dengan percaya diri dan berkata, "Aku tidak tahu ternyata keluarga Larrens sangat tidak berpendidikan." tuturku dengan tenang.

Lark dan Mark terkejut dengan ucapanku hingga membuat Lark membalasku dengan amarah menggebu-gebu.

"APA-APAAN UCAPANMU ITU!!!" Lark berteriak sambil menunjuk-nunjuk dadaku dengan telunjuk kotornya.

"Kamu tahu! Kamu harusnya berterima kasih karena kami sudah mau menampung kamu disini! Kalau bukan kami, siapa lagi yang mau melakukanya?" Ucapannya begitu meremehkan hingga membuatku geli. Bagaimana bisa tuan muda ini mengatakan sesuatu yang begitu berbahaya di depan umum.

Mark yang mendengar adiknya berkata seperti itu langsung menarik adiknya mundur. "Maafkan dia, Altheon. Lark tidak bermaksud mengatakannya seperti itu. Dia sangat peduli padamu, kamu mengerti?"

Berakting seperti orang yang baik hati namun nyatanya sama busuknya. Senyum itu begitu menjijikan hingga membuatku ingin muntah.

Selama ini aku sudah berdiam diri karena merasa tidak perlu melakukan sesuatu. Tapi, sepertinya kali ini aku harus memberi mereka peringatan.

Dengan santainya aku menunjuk ke arah pipi kiriku yang masih terlihat memerah. "Anda tahu, keluarga anda bisa di hukum atas percobaan pembunuhan keluarga kekaisaran."

"A-apa—? A-Altheon ... Kenapa kamu seperti ini? Bukankah kita sudah seperti saudara?"

Saudara? Menjijikan.

"Aku akan melaporkan hal ini kepada kaisar." ucapku sambil berjalan melewati mereka.

Mark yang mendengar hal itu langsung menolehkan kepalanya dan menahanku.

"Tu-tunggu Altheon!"

"Jangan sebut namaku dengan mulutmu!"

"...!?"

Aku menepis tangannya dengan kuat dan berkata dengan nada tegas, "Sejak kapan derajatmu setara denganku sehingga bisa berbicara informal seperti itu?"

Saat itulah sepertinya Mark menyadari situasinya. Ia menunduk dengan pundak gemetar dan berkata dengan lirih, "Ma-maafkan saya, pangeran. Tolong ampuni kesalahan bodoh saya dan adik saya."

Aku hanya menatapnya sesaat lalu berjalan pergi dari sana.

Aku menyusuri lorong di lantai dua untuk menuju ke kamarku yang berada di ujung lorong. Ku buka pintu kamarku yang besar, menampakkan sebuah kamar yang begitu sederhana untuk bangsawan sekelas pangeran kekaisaran.

Aku duduk di atas kasurku sembari memandangi langit kekuningan melalu balkon kamarku.

Kesunyian ini membuatku bisa sedikit bernapas di tengah-tengah permasalahan ini.

Kembali melihat ke arah salep di tanganku. Sudut bibirku sedikit terangkat, menampilkan senyum tipis yang sudah lama tidak terlihat sejak aku berada disini.

Karena kondisi tertentu aku dikirim kesini secara mendadak dan harus berpisah dengan ibuku yang terbaring sakit di atas tempat tidurnya.

"Jangan beri mereka celah untuk menjatuhkanmu."

"Kamu harus bisa bertahan, Theon."

Suara ibu masih terngiang di kepalaku. Senyum lembutnya, sentuhannya, bahkan udaranya saat itu. Aku sungguh merindukan ibu.

"Apa ibu baik-baik saja disana?"

Aku merebahkan diriku ke arah samping, masih menatap ke arah balkon. Aku menampakkan salep pemberian anak laki-laki itu di depan wajahku dan bergumam, "Apa dia mau berteman denganku?"

Altheon End Pov

...★----------------★...

Di sebuah ruangan dengan hanya penerangan lilin, seorang anak berambut merah muda tengah sibuk menuliskan banyak hal di kertas.

Tuk! Tuk! Tuk!

Suara pintu diketuk, disusul dengan bunyi deritan pintu yang terbuka. "Lena sayang? Apa yang kamu lakukan disana?" Delia datang sambil melihat apa yang sedang dilakukan oleh putrinya.

Sebuah gambar tanaman dan beberapa nama nama tumbuhan yang tidak diketahui oleh Delia tertulis disana.

"Oh, bukan apa-apa, ibu. Aku hanya mencatat tanaman obat yang baru-baru ini kutemukan di hutan." jelas Elena.

Delia hanya tersenyum lemah lalu mengusap kepala putrinya. Sejak peristiwa kematian nenek Von dan ketika Elena menceritakan tentang kemampuannya itu, entah kenapa Elena sangat terobsesi dengan obat-obatan. Delia tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh putrinya. Namun, jika itu yang diinginkan putrinya ia harus mendukungnya.

"Ayo kita makan, Lena. Ibu sudah membuat sup kentang kesukaanmu."

Elena mengangguk dan mengikuti Delia ke meja makan.

Di tengah-tengah makan mereka, Delia tiba-tiba menyerahkan sekantung penuh koin perak hasil ia berjualan bunga dan hal lainnya.

"Apa ini, Bu?"

"Belilah beberapa buku atau apapun yang kau butuhkan dengan ini."

Elena berkedip beberapa kali untuk mencerna omong Delia. "Tidak! Tidak perlu ibu. Lena juga masih punya uang dari sisa menjual rambut Lena sebelumnya."

Delia tersenyum kecut mendengar ucapan putrinya. Ia memaksa memberikan uang itu pada Elena sembari mengatakan, "Ambil saja ini, dan mulai sekarang biarkan ibu yang mencari uang. Lena lebih baik belajar saja ya?" pinta Delia.

Elena merasa tidak enak dan menundukkan kepala. "Kenapa? Apa ibu tidak suka?"

"Bukan tidak suka, Lena. Ibu hanya ingin putri ibu menjalani hari-hari menyenangkannya. Ibu juga ingin melihatmu dengan rambut panjang lagi."

"...." Elena hanya bisa terdiam. Ia tidak ingin menyulitkan Delia dengan keinginannya ini.

Membeli buku dan beberapa bahan obat sudah banyak mengeluarkan uang. Maka dari itu Elena mulai menjual rambutnya beberapa kali. Namun, karena pertumbuhan rambut Elena yang lambat, uang yang ia dapatkan perlu beberapa waktu untuk mendapatkan satu buku.

"Lena bahagia sekarang. Lena juga tidak ingin membebani ibu dengan tanggungan Lena. Ibu sudah bekerja terlalu keras akhir-akhir ini. Bagaimana jika ibu jatuh sakit?"

Delia merasa bersalah membuat anak sekecil ini sudah memikirkan masalah uang. Harusnya Elena tidak perlu pusing tentang hal seperti ini. Delia hanya ingin anaknya bahagia dan makan dengan baik.

"Lena, dengarkan ibu. Ibu tidak masalah menanggung Elena. Kamu putri kesayangan ibu, dan ibu akan melakukan segalanya untukmu. Jadi, Lena hanya perlu tumbuh dengan sehat untuk membalas semua kerja keras ibu selama ini, paham?"

Elena mengangguk dengan pelan. Perutnya terasa penuh dengan kupu-kupu ketika mendengar ucapan Delia. Begitu besar kasih sayang Delia untuk Elena, dan itu membuat Elena begitu bahagia saat ini.

"Baiklah ibu." Elena akhirnya menyerah dan menerima uang dari ibunya.

"Oh iya, ibu juga ingin memberikan ini padamu." Delia mengambil sesuatu dari kantongnya dan memasangkan sesuatu ke leher Elena.

"Jagalah ini, Elena. Dia juga salah satu orang yang sangat ingin ibu kenalkan padamu suatu hari nanti." Delia tersenyum sambil memandangi liontin perak yang sudah tersemat di leher Elena.

"Ini ...."

"Makanlah kembali, Elena." Delia mengusap kepala Elena lalu pergi keluar sebentar.

Elena yang ditinggal secara tiba-tiba dibuat bingung. Ia menatap ke arah liontin perak itu dan membukanya.

Lukisan wanita dengan surai hitam legamnya itu masih terlihat cantik disana. Namun, melihat sosok di dalam liontin itu membuat Elena berpikir sejenak.

"Wajahnya terlihat familiar ... Bukankah, permaisuri mirip dengan anak yang ku temui di kota tadi?" Alis Elena terangkat sebelah. Namun, ia berpikir itu mungkin hanya kebetulan dan mengabaikannya.

Aku akan menjaganya. Barang kesayangan ibu.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

Tachibana Daisuke

Tachibana Daisuke

Terus menulis, jangan kapok ya thor!

2025-04-13

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Belajar Menulis
2 Bab 2: Masa Lalu
3 Bab 3 : Keturunan
4 Bab 4: Bertemu
5 Bab 5: Pangeran
6 Bab 6: Wolfsbane
7 Bab 7: Rasa Nyaman
8 Bab 8: Kutukan
9 Bab 9: Teror Malam
10 Bab 10: Ingatan
11 Bab 11: Berduka
12 Bab 12: Munafik
13 Bab 13: Awal Dari Segalanya
14 Bab 14: Pangeran Kedua
15 Bab 15: Kekuatan Misterius
16 Bab 16: Darah Penyihir
17 Bab 17: Ralf?
18 Bab 18: Kesepakatan
19 Bab 19: Count Larrens
20 Bab 20: Di Penghujung Jalan
21 Bab 21: Ketenangan Sebelum Badai
22 Bab 22: Pengiriman
23 Bab 23: Penasaran
24 Bab 24: Rasa Bersalah
25 Bab 25: Rasa Bersalah (2)
26 Bab 26: Misi Pertama
27 Bab 27: Kembali ke Drugen
28 Bab 28: Kepergian
29 Bab 29: Kabur
30 Bab 30: Ketahuan
31 Bab 31: Janji Perlindungan
32 Bab 32: Diintai
33 Bab 33: Firasat
34 Bab 34: Duskara
35 Bab 35: Pengkhianatan
36 Bab 36: Terluka
37 Bab 37: Dasar Bodoh!
38 Bab 38: Kematian Ellios
39 Bab 39: Ketahuan?
40 Bab 40: Suatu Entitas Lain
41 Bab 41: Hukuman
42 Bab 42: Sendiri
43 Bab 43: Perasaan Gundah
44 Bab 44: Kepulangan
45 Bab 45: Trauma itu kembali muncul?
46 Bab 46: Pencarian
47 Bab 47: Kelabilan Elena
48 Bab 48: Liburan dulu
49 Bab 49: Ralf Jengkel
50 Bab 50: Serangan Beruang
51 Bab 51: Tuduhan Licik
52 Bab 52: Menemukan mata-mata
53 Bab 53: Merekrut Sekutu
54 Bab 54: Pembohong Hebat
55 Bab 55: Kejutan
Episodes

Updated 55 Episodes

1
Bab 1: Belajar Menulis
2
Bab 2: Masa Lalu
3
Bab 3 : Keturunan
4
Bab 4: Bertemu
5
Bab 5: Pangeran
6
Bab 6: Wolfsbane
7
Bab 7: Rasa Nyaman
8
Bab 8: Kutukan
9
Bab 9: Teror Malam
10
Bab 10: Ingatan
11
Bab 11: Berduka
12
Bab 12: Munafik
13
Bab 13: Awal Dari Segalanya
14
Bab 14: Pangeran Kedua
15
Bab 15: Kekuatan Misterius
16
Bab 16: Darah Penyihir
17
Bab 17: Ralf?
18
Bab 18: Kesepakatan
19
Bab 19: Count Larrens
20
Bab 20: Di Penghujung Jalan
21
Bab 21: Ketenangan Sebelum Badai
22
Bab 22: Pengiriman
23
Bab 23: Penasaran
24
Bab 24: Rasa Bersalah
25
Bab 25: Rasa Bersalah (2)
26
Bab 26: Misi Pertama
27
Bab 27: Kembali ke Drugen
28
Bab 28: Kepergian
29
Bab 29: Kabur
30
Bab 30: Ketahuan
31
Bab 31: Janji Perlindungan
32
Bab 32: Diintai
33
Bab 33: Firasat
34
Bab 34: Duskara
35
Bab 35: Pengkhianatan
36
Bab 36: Terluka
37
Bab 37: Dasar Bodoh!
38
Bab 38: Kematian Ellios
39
Bab 39: Ketahuan?
40
Bab 40: Suatu Entitas Lain
41
Bab 41: Hukuman
42
Bab 42: Sendiri
43
Bab 43: Perasaan Gundah
44
Bab 44: Kepulangan
45
Bab 45: Trauma itu kembali muncul?
46
Bab 46: Pencarian
47
Bab 47: Kelabilan Elena
48
Bab 48: Liburan dulu
49
Bab 49: Ralf Jengkel
50
Bab 50: Serangan Beruang
51
Bab 51: Tuduhan Licik
52
Bab 52: Menemukan mata-mata
53
Bab 53: Merekrut Sekutu
54
Bab 54: Pembohong Hebat
55
Bab 55: Kejutan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!