Saya Terima Nikahnya

Nayra tersenyum, melihat wajah Nyonya Hanum yang menegang setelah mendengar ucapannya.

"Maaf Tante, Nayra hanya bercanda. Meskipun ingin, Nayra tidak akan membatalkan pernikahan ini. Nayra tidak ingin membuat Bunda dan Kak Nathan menanggung perbuatan Nayra. Tapi Tante, apa boleh saat akad dan resepsi nanti, Nayra menggunakan kebaya dan gaun rancangan Nayra sendiri?"

Kini giliran Nyonya Hanum yang tersenyum, Ia merasa sangat lega karena apa yang Nayra ucapkan tadi hanyalah sebuah candaan.

"Tentu sayang, Tante akan meminta seseorang untuk mengambilkan apa yang kamu mau." jawabnya dengan tulus.

Beberapa orang segera dikirim untuk mengambil kebaya dan gaun pengantin yang dimaksud. Sementara itu, Nayra duduk diam, membiarkan para perias mulai merias wajahnya.

Beberapa saat kemudian, kebaya ivory dengan detail bordir halus dan aksen tule yang lembut tiba di hadapannya. Nayra menyentuhnya perlahan, merasakan tekstur kain yang ia pilih sendiri. Kebaya ini adalah karyanya dan merupakan kebaya impiannya.

Dengan hati-hati, Nayra mengenakannya. Setiap kancing yang ia kaitkan terasa seperti lembaran baru dalam hidupnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin.

Mulai hari ini, hidupnya tak akan pernah sama lagi.

Ruangan yang tadinya dipenuhi bisik-bisik dan suara tamu undangan perlahan-lahan menjadi hening saat Nayra melangkah masuk. Langkahnya terhenti sejenak di ambang pintu, tatapannya menyapu ke seluruh ruangn sebelum akhirnya bertemu dengan sepasang mata yang menunggunya di depan.

Aditya

Pertemuan ini, bahkan pertemuan pertamanya semenjak ia memutuskan untuk menempuh pendidikan di luar Negri. Lebih dari tujuh tahun mereka tidak bertemu, permainan takdir macam apa ini? Setelah tujuh tahun, Mereka dipertemukan lagi dalam ikatan pernikahan.

Aditya berdiri tegap di tempatnya, mengenakan setelan pengantin berwarna senada dengan kebaya milik Nayra. Tetapi yang paling mencuri perhatian bukanlah pakaiannya, tetapi tatapan matanya yang seketika berubah setelah melihat Nayra.

Nayra tampak begitu anggun dalam balutan kebaya ivory yang merupakan hasil rancangannya sendiri. Detail bordir halus yang menghiasi kain itu membentuk pola elegan, mengikuti lekuk tubuhnya dengan sempurna tanpa berlebihan. Riasannya tipis dan sederhana, tetapi justru itulah yang semakin menonjolkan kecantikannya yang alami. Rambutnya ditata dengan rapi, menyisakan beberapa helaian yang membingkai wajahnya, memberikan kesan kembut sekaligus menawan.

Aditya bahkan nyaris lupa menarik nafas.

Aditya sudah tahu bahwa Nayra akan menjadi pengantinnya, tetapi ia baru bertemu Nayra secara langsung setelah tujuh tahun. Ia tak pernah menyangka, Nayra telah berubah menjadi gadis yang terlihat dewasa dan sangat menawan. Aditya bahkan tidak bisa mengalihkan pandangannya.

Nayra pun bisa merasakan tatapan Aditya yang begitu intens, tetapi ia memilih untuk tetap melangkah mendekatinya, meskipun hatinya berdebar lebih kencang dari sebelumnya.

Nayra mencoba mengabaikan sensasi aneh yang muncul dalam hatinya. Ia mengalihkan pandangan ke arah penghulu yang sudah bersiap. Namun tanpa ia sadari, Aditya masih terus memperhatikannya.

Masih dengan tatapan yang sama, yaitu tatapan seorang yang tanpa sadar dibuat terpesona.

Suasana menjadi hening saat semua mata tertuju pada pasangan pengantin yang kini duduk di hadapan penghulu. Nathan yang duduk di samping penghulu, menghela nafas panjang sebelum menatap adiknya dengan sorot mata yang sulit di artikan. Antara khawatir, ragu, dan tanggung jawab yang sedang ada di pundaknya.

Nayra berusaha menjaga ekspresinya agar tetap tenang, meskipun tangannya mengenggam Kain kebayanya sedikit gemetar. Ini adalah pernikahan yang tidak pernah ia bayangkan, tetapi ia harus tetap menjalankannya.

Penghulu mulai membacakan Rangkaian akad nikah dengan tenang dan penuh wibawa. Setelah memastikan semua syarat telah terpenuhi, ia menoleh kearah Nathan.

"Nathan Wisnu Adhitama, apakah anda bersedia menjadi wali nikah adik anda, Nayra Anindita Adhitama?"

Nathan menatap Nayra sejenak sebelum kembali menatap penghulu. Dengan suara mantap, ia menjawab, "Saya bersedia, Pak."

Penghulu mengangguk, lalu beralih pada Aditya yang duduk di seberangnya, " Aditya Kalandra Wiratmadja, apakah anda siap melaksanakan akad nikah dengan calon istri anda?"

Aditya menarik napas dalam, lalu ia mengangguk dengan pasti. "Siap, Pak."

Ruangan semakin sunyi saat penghulu mulai membimbing prosesi ijab kabul.

Nathan menatap Aditya, lalu ia mengulurkan tangannya. Suara Nathan terdengar mantap meskipun ada sedikit getaran dalam nadanya.

"Saya, Nathan Wisnu Adhitama, wali dari Nayra Anindita Adhitama, menikahkan adik saya dengan Anda, Aditya Kalandra Wiratmadja, dengan maskawin yang telah di sepakati, di bayar tunai."

Aditya mengenggam tangan Nathan dengan erat, lalu mengucapkan kalimat yang akan mengubah hidupnya selamanya.

"Saya terima nikahnya Nayra Anindita Adhitama binti Mahesa Adhitama dengan maskawin tersebut, dibayar tunai."

Sejenak, keheningan menyelimuti ruangan semua menanti kata sah dari para saksi.

"Sah!"

"Sah!"

Ucapan itu menggema, di ikuti desahan lega dari beberapa tamu undangan. Nyinya Hanum dan Bunda Sarah tampak menyeka matanya yang basah, sementara itu, Nathan menatap Nayra dengan perasaan campur aduk.

Nayra hanya bisa menunduk. Ia kini resmi menjadi istri dari pria yang duduk di sampingnya. Pria yang dulu sempat ia kagumi saat usianya masih belia, pria yang merupakan cinta pertama dalam hidupnya.

Aditya melirik kearahnya, dengan mempertahankan ekspresi yang sulit di tebak. Untuk sesaat ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi ia akhirnya memilih untuk diam.

Suasana ruangan masih dipenuhi ketenangan sakral setelah ijab kabul di ucapkan. Nayra masih duduk diam di samping Aditya, masih merasa canggung dengan status barunya saat ini.

Penghulu tersenyum dan berkata, "Sebagai seorang suami, hendaknya anda memanjatkan doa untuk istri Anda."

Aditya mengeser duduknya perlahan, lalu ia menoleh ke arah Nayra. Ada kilasan keraguan dimatanya, dengan gerakan hati-hati ia mengangkat tanganya. Menyentuh ubun-ubun Nayra dengan lembut. Jemarinya sedikit gemetar.

Wajah Nayra menunduk, matanya mulai berkaca. Sentuhan itu begitu sederhana, tetapi maknanya seolah ia sekarang mendapat perlindungan lelaki yang duduk di sampingnya itu.

Dengan suara pelan, penuh haru dan khidmat, Aditya melafalkan doa.

“Allahumma inni as’aluka khairaha wa khaira ma jabaltaha ‘alaihi, wa a’udzu bika min sharriha wa sharri ma jabaltaha ‘alaihi.”

"Ya Allah,, aku memohon Kepada-Mu kebaikan dari dirinya, dan dari apa pun yang telah Engkau ciptakan dalam dirinya. Dan aku berlindung Kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan dari apa pun yang Engkau ciptakan padanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!