Bab 3

"Mau ke mana?" tanya Leon.

"Ke masjid, Kak. Ini sudah terlambat."

"Em ... aku butuh bantuan sebentar, bisa?"

"Bantuan apa?"

"Ada konsumsi untuk jamaah di masjid, masalahnya tidak ada orang lagi yang bisa membawa karena semua sudah berangkat. Kamu bisa bantu?"

Mia melirik ke segala arah, di tempat itu memang hanya ada mereka berdua, sementara yang lain sudah berangkat ke masjid.

Bahkan Rafa yang tadi masih berada di pos untuk makan sudah tidak terlihat lagi.

"Tapi, Kak...."

"Please, masa aku membawa makanan sebanyak itu sendirian. Sebentar saja, Mia," ucap Leon memohon.

"Ya sudah, Kak. Boleh." Terpaksa ia menurut dan mengikuti kakak seniornya.

Mereka menuju vila untuk para laki-laki. Mia berjalan di belakang Leon dengan sangat hati-hati dan sedikit gontai, sebab tubuhnya terasa bereaksi dengan aneh, namun masih dapat ditahan.

Ia sendiri tak paham ada apa dengan tubuhnya.

Ketika menuju sebuah tangga, langkah Mia seketika berhenti. Ia menatap Leon penuh tanya.

"Memang makanannya ada di lantai atas?"

"Tidak. Ada di bawah, kok. Tapi, aku mau ambil kunci vila dulu di atas. Tunggu sebentar, ya."

Mia mengangguk pelan. Setelah menunggu dua menit, Leon kembali menuruni tangga dengan membawa kunci.

Kemudian segera melangkah ke sebuah ruangan yang berada paling belakang di vila tersebut.

Namun, setibanya di sana, Mia tak mendapati apapun, selain sebuah kamar dengan satu tempat tidur berukuran besar dan beberapa kardus air mineral kemasan.

"Makanannya mana, Kak?"

"Loh, tadi di sini. Apa sudah ada yang membawanya?" Pandangan lelaki itu mengedar ke seluruh ruangan, seperti sedang mencari dan ikut bingung.

Mia mengerutkan dahi menatap sang senior.

"Yakin tadi konsumsinya disimpan di sini"

Leon hanya mengangguk.

"Ya sudah, kalau sudah ada yang bawa."

Mia hendak melangkah. Namun, pandangannya terasa semakin memburam.

Gejala aneh yang ia rasakan pada tubuhnya sejak beberapa menit lalu kian pekat.

Rasa panas perlahan-lahan menjalar, mengalir pada seluruh tubuhnya disertai degub kencang pada jantung. Tubuhnya berkeringat. Napas pun memburu.

Denyutan pada kepala membuatnya memilih bersandar di dinding dengan merapatkan kedua kaki.

Tangannnya mengepal menekan paha. Gemetar.

Ia melirik Leon yang berdiri tak jauh darinya.

Kepalanya menggeleng berulang-ulang sebab penglihatan semakin memburam.

Dan ....

Entah mengapa ia merasa bagian bawah tubuhnya semakin memanas.

"Kamu kenapa, Mia?" tanya Leon, hendak menyentuh bahu, namun Mia segera menepis dengan gerak lemah.

"Jangan sentuh aku...," ucapnya lirih.

"Oke, tapi kamu kenapa? Apa kamu sakit? Mau baring?"

**

**

"Astaghfirullah, ada apa ini?" Berulang-ulang Rafa menggumamkan kalimat itu.

Sudah beberapa menit ia menghabiskan waktu di kamar mandi umum tak jauh dari pos tempatnya makan tadi.

Tiba-tiba gejala aneh menyerang tubuhnya dengan sangat hebat.

Urat-urat terasa menegang dan ia kesulitan menahan gejolak berbahaya tersebut.

Membasuh wajah dengan air dingin, memijat kepala dan mengatur napas yang memburu rupanya tak cukup untuk meredam rasa aneh itu.

Hingga ia sendiri merasa bingung dan takut. Tubuhnya bahkan bergetar hebat.

"Brayn!" Satu nama yang terpikir untuk segera dihubungi.

Sebagai seorang dokter, Brayn pasti tahu cara meredam gejolak yang bangkit secara paksa tersebut.

Namun, setelah 5 kali mencoba, panggilannya tak kunjung dijawab.

Pilihan berikutnya jatuh pada Raka. Rafa gegas menghubungi.

Akan tetapi, baru satu kali mencoba ia kembali meletakkan ponselnya ke wastafel.

"Tidak aktif. Raka sedang dalam perjalanan ke Jerman." Lelaki itu mendesah frustrasi. Dua sahabatnya sedang tidak bisa dihubungi.

Akhirnya, ia memilih menghubungi sang ayah.

Setelah panggilan berdering dua kali, sapaan Joane terdengar dari sana.

"Assalamualaikum, Nak."

"Walaikumsalam, Ayah!" jawab Rafa dengan napas sedikit memburu.

Mendengar suara putranya yang tak biasa, Joane langsung menebak bahwa sesuatu sedang terjadi.

"Kamu kenapa?"

"Ayah... Bagaimana cara ...." Rafa menjeda ucapannya dengan hembusan napas. Rasa itu semakin tak tertahan.

"Cara apa? Kenapa suaramu terdengar berbeda? Apa terjadi sesuatu?" desak Joane mulai khawatir.

"Iya, Ayah! Aku ... ."

Lagi, ucapannya tertahan, sebab ia berada antara malu dan terdesak keadaan. Khawatir jika sang ayah akan berpikir buruk tentangnya.

"Kenapa? Beritahu Ayah kamu kenapa?"

"Bagaimana cara menghilangkan efek kalau sedang terangsang?" tanya Rafa frontal, tak tahan lagi.

Tentu saja pertanyaan itu membuat Joane terkejut.

"Apa? Maksudnya terangsang bagaimana?"

"Aku tidak tahu, Ayah. Rasanya benar-benar tidak tertahan." Rafa meringis pelan, menahan sensasi dari ledakan gairah.

"Ya Allah, anakku. Apa yang terjadi? Kamu habis makan apa? Buka puasa di mana tadi?" tanya Joane panik.

Rafa yang tengah dalam keadaan kalap itu seolah tak kuasa menjawab. Pikirannya terasa buntu, konsentrasinya buyar.

Ia bahkan tak bisa mengingat hal-hal kecil yang terjadi sebelumnya.

Semua terasa mengambang dalam pandangan, tersamar dalam ingatan.

Satu-satunya hal yang terpikir adalah bagaimana melampiaskan syahwat yang tiba-tiba bangkit dan tak terkendali. Menyiksa dirinya dengan begitu hebat.

"Tidak tahu, Ayah! Hanya buka puasa air putih, kurma, dan nasi kotak."

"Kamu bukan sedang keracunan, kan?" tanya Joane hendak memastikan. "Apa kamu sakit perut, mual, pusing, diare atau yang lainnya?"

"Tidak, Ayah. Ini rasanya berbeda. Seperti mau ... astaghfirullah, Ya Allah. Aku harus bagaimana, Ayah?"

Joane semakin panik. Namun, berusaha untuk tetap tenang menghadapi segala situasi.

Setidaknya, ia harus bisa mengarahkan Rafa agar tak sampai melakukan tindakan terlarang.

"Tenang dulu! Kamu di mana sekarang?"

"Di toilet umum."

"Oke, terus istigfar. Jangan pikirkan hal lain!"

Rafa mengikuti arahan sang ayah. Menarik napas dalam sambil beristighfar berulang-ulang.

"Sekarang kamu ke kamar, minum air putih yang banyak dan mandi dengan air dingin sampai gejalanya berkurang. Kunci pintu kamar! Kalau ada yang menawarkan bantuan jangan di terima sembarangan selain orang yang kamu percaya! Paham?"

"Iya, Ayah."

"Tetap tenang! Ayah segera menyusul ke sana."

Rafa membuang napas panjang setelah panggilan berakhir. Meletakkan ponsel dan keluar dari kamar mandi.

Sejenak ia memandang ke segala arah. Sekeliling pun terasa memburam saat ini.

"Ya Allah, ada apa ini sebenarnya?"

Mengikuti saran sang ayah, Rafa segera beranjak menuju vila.

Sepanjang jalan ia mencoba mengingat apa saja yang dilakukannya hari ini, makan apa saja dan bertemu siapa saja.

Sepintas tidak ada yang aneh. Semua yang ia makan terasa normal.

Tak pula ada kecurigaan dalam pikirannya terhadap seseorang yang mungkin ingin menjebaknya.

Sambil sesekali memijat kepala, Rafa melangkah gontai.

Menerka dalam hati tentang apa yang membuatnya merasakan gejala ini. Ketika akan memasuki pintu utama vila, langkahnya terhenti.

Bayangan Mia mengisi pikiran, disusul dengan sebuah dugaan.

"Jus jeruk?" Rafa tersentak, bagaimana jika reaksi aneh dari tubuhnya ini berasal dari jus jeruk yang diberikan Mia?

Bukankah Mia sudah meminum setengahnya?

"Astaghfirullah, Mia!" Lelaki itu menjadi sangat panik setelah mampu menebak apa yang sedang terjadi.

Tak ingin mengulur waktu, ia segera melangkah. Tak peduli dengan rasa dalam diri yang semakin menjadi.

Hal pertama yang terpikir adalah mencari Mia di vila untuk para mahasiswi.

"Ya Allah, tolong lindungi dia."

Begitu tiba di vila, suasana tampak sunyi. Tak ada siapapun terlihat di sana.

Bahkan Rafa tak tahu sebelah mana kamar yang ditempati Mia, sehingga ia memeriksa semua kamar.

Tetapi, di antara 9 kamar itu, tak ada Mia di sana.

"Mia, kamu di mana?" panggilnya setengah berteriak.

Ia pun bergegas menuju masjid tempat doa bersama sedang digelar.

Berjalan di teras dengan mata tertuju pada barisan wanita dan mencari Mia di antara mereka.

"Kak Rafa kenapa?" tanya Wina melalui celah jendela masjid.

"Apa Mia ada di dalam?" balas Rafa berusaha tenang.

"Tidak ada, Kak. Sepertinya, masih di vila."

Semakin panik saja Rafa dibuatnya.

Tak menemukan gadis kesayangannya di mana-mana tentu membuatnya merasa khawatir dan takut jika seseorang sedang berusaha menjebak Mia.

************

************

Terpopuler

Comments

olip

olip

lnjut

2025-04-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!