Rangga

Mimpi buruk dan ketakutan yang berlebihan selama beberapa hari belakangan ini sirna sudah. Aku bertemu dengan gadis yang tiga tahun lalu pernah mengisi hari-hariku saat dirumah sakit.

Daniella yang akrab disapa Ella itu menjabat tanganku dengan senyum indahnya, membuat hatiku terasa nyaman.

Aku akan membantumu, jangan khawatir kan apapun,,,

Ucapan nya begitu hangat menyapa hatiku, bahkan jika tak dapat mendengar pun aku bisa tahu bagaimana suaranya melegakan hatiku.

Ketakutanku sirna sudah, aku akhirnya menjalani hari pertama sekolahku dengan sangat baik. Untuk saat ini tidak ada satu orang pun yang mempertanyakan atau curiga terhadap kondisiku, karena Ella selalu ada untuk ku.

***

Sore menjelang, waktunya aku untuk bergegas pulang menuju rumahku. Rasa takut itu kembali menyapa, takut jika aku kembali tidak dapat mengendalikan diriku ditengah perjalananku.

Entahlah, pikiranku melayang pada pria yang menyelamatkan ku untuk kedua kalinya. Namanya saja aku tidak tahu, mungkin dia pria yang sangat sulit untuk didekati, pikirku.

Tak ingin berlarut-larut dalam keraguan, aku segera merogoh kantong bajuku. Sebuah kartu nama ada ditanganku, pemberian pria aneh itu. Rangga namanya.

Ella adalah teman baruku, aku tidak ingin membebaninya dengan segala kesulitanku. Jadi aku sedikit berbohong kalau aku akan dijemput. Kebetulan juga rumahku dan rumahnya tidak searah, jadi sangat tidak mungkin jika ia harus menemaniku.

Kuputuskan untuk berlaku sopan pada pria itu lalu kutekan beberapa nomor yang tertera didalam kartu nama tersebut.

Aku memutuskan untuk meminta bantuan nya alih-alih menghubungi Ayah. Aku melakukannya karena masih sedikit menyimpan rasa tidak suka karena saudariku Maurice selalu terlihat dalam segala urusanku.

Tak menunggu lama, panggilannya kemudian terhubung. Tanpa peduli bagaimana akhirnya, aku harus memintanya menjemputku daripada harus bertengkar dengan jantungku sendiri.

Paman, tolong jemput aku...

Belum selesai aku mengucapkan kalimat ku, kulihat mobil pria itu berhenti tepat di hadapan ku. Ia menatapku datar sembari ponselnya masih berada di telinganya.

Kau beruntung gadis kecil, ucapnya sambil menggerakkan kepala nya memberi isyarat supaya aku segera masuk kedalam mobilnya.

Entah keberuntungan siapa yang sedang terjatuh padaku, aku segera berlari kecil memasuki mobilnya.

Ella yang tiba-tiba hadir menemani hari-hariku ku, juga paman Rangga yang selalu ada untukku hari ini. Sepertinya aku harus bersyukur pada Tuhan karena mendapat keberuntungan yang beruntun.

Aku tidak bisa langsung mengantarmu pulang, karena urusanku ini sangat penting.

Ia mengucapkan kalimat itu lalu mengenakan lensa hitamnya. Pemandangan ini membuatku terpana, dahi yang terbentuk indah dengan pahatan sempurna dilengkapi dengan hidung tegapnya menyangga kacamata hitam yang sedang dikenakannya.

Sudah selesai mengagumiku?

Aku tidak mendengar kalimatnya dengan sempurna, namun apapun itu yang keluar dari mulutnya berhasil membuatku sedikit salah tingkah.

Mengagumi apaan, aku... aku hanya tidak mengerti. Ku kira paman akan mengantarku pulang!!. Hanya itu...

Aish, siapapun yang mendengar kata-kataku barusan, pasti sangat tahu kalau aku sedang gugup.

Mengapa harus terbata segala? Itu akan membuatnya besar kepala. Lalu kuputuskan membuang pandanganku keluar.

Aku tidak peduli mau dibawa kemana, karena naluri ku berkata ia tidak akan membuangku kelaut walaupun amarahnya kadang membuat jantungku hampir meledak.

Aku akan mengantarmu, setelah urusanku selesai.

Ia mengucapkan kalimat itu setelah mobilnya berhenti di parkiran luas sebuah restoran sederhana yang dihiasi beberapa bunga-bunga cantik.

Setelah ia keluar, aku memutuskan ikut keluar walau sama sekali tidak diajak. Toh ia juga tidak berkomentar saat aku berjalan di sampingnya.

Entah mengapa aku seketika merasa nyaman saat berada di sampingnya, mungkinkah karena ia selalu hadir menyelamatkan ku?

Lengan kemeja yang dikenakannya menggulung hingga siku, membuat tempel luka yang ku tempelkan tadi pagi jadi terlihat.

Lalu ku lihat siku ku yang juga ditempeli persis sama dengan miliknya, diam-diam aku tersenyum sambil menunduk agar tidak terlihat oleh nya.

Parkiran yang lumayan luas itu masih terlihat sepi, mungkin karena hari masih sore. Jadi sangat nyaman untuk dinikmati sembari merasakan sejuknya angin sepoi-sepoi yang menerbangkan anak-anak rambutku.

Interior indoor nya sangat memukau, berbeda jauh saat berada diluar yang terlihat begitu sederhana.

Mataku menatap nanar sampai tak memperhatikan langkahku, beruntung paman Rangga dengan sigap meraih tanganku.

Aku tidak dapat memikirkan apapun selain mengikutinya bak anak kecil yang tangannya sedang digenggam oleh Ayahnya di keramaian.

Kami tiba di sebuah meja yang disana telah ada seorang gadis cantik. Ia tersenyum manis dan melambaikan tangannya pada kami.

Sepertinya pria yang kupanggil paman ini selalu dikelilingi wanita-wanita cantik. Lalu mengapa ia tidak menikah saja, usia nya sudah sangat matang untuk sebuah pernikahan.

Ah sudahlah, mengapa pikiranku jadi berantakan begini? Aku segera duduk saat paman Rangga menggeserkan sebuah kursi untukku.

Kulihat pembicaraan mereka sudah dimulai, aku sangat yakin jika itu adalah tentang pekerjaan. Tiba-tiba aku menjadi sangat penasaran akan pekerjaan yang digeluti oleh paman.

Aku segera teringat pada kartu nama yang sempat aku curi tadi pagi, aku kembali merogoh kantongku dan kartu nama itu kembali kedalam genggamanku.

Construction Company

Aaaa, perusahaan konstruksi, pikirku diam-diam.

Aku segera mengalihkan pandanganku pada keduanya yang tampak sangat fokus membahas pekerjaan mereka.

Ada satu hal yang menarik perhatianku, di sela-sela kesibukannya membahas pekerjaan nya, paman Rangga memanggil waiter dengan hanya menjentikkan tangannya.

Restoran bergengsi memang beda, pikirku. Tak perlu berisik dan banyak basa-basi, semua sudah tersaji dihadapan kami.

Aku hanya bisa melongo menyaksikan perlakuan paman padaku, menuangkan minuman dan menggeserkan sebuah dessert untuk kunikmati sambil menunggu mereka bekerja.

Mungkinkah semua prasangka burukku padanya diawal pertemuan kami adalah kesalahan besar? Ia memperlakukan ku dengan sangat baik.

Lagi-lagi aku merasakan rasa bersalah yang teramat dalam dihatiku. Julukan pria gila yang ku sematkan padanya segera ku tarik kembali.

***

Tak terasa waktu telah beranjak menuju gelap. Pertemuan itu baru selesai setelah diluar tampak lampu-lampu malam menerangi jalanan.

Pertemuan ini sama sekali tidak membuat ku merasa bosan karena paman selalu memberikan apapun yang ingin ku santap.

Didalam hatiku, aku berjanji akan menyayangi paman Rangga dengan setulus hatiku. Ternyata ia adalah pria baik yang tidak beruntung soal percintaan.

Wanita yang tidak kuketahui namanya itu beranjak pergi setelah berpamitan pada paman Rangga.

Tatapannya beralih padaku, kemudian mengacak-acak rambutku sambil tersenyum gemas.

Aku terdiam dengan mulut penuh ku, kutatap paman dengan rasa penasaran yang sangat tinggi.

Sedangkan ia yang kutatap hanya mengendikkan bahu nya tak peduli.

Apa yang paman katakan padanya? tanya ku penuh selidik.

Tolong dimaklumi, keponakanku sangat rewel kalau tidak diberikan makanan,

Beliau berucap begitu lalu tersenyum lebar, ia juga mengacak rambutku persis seperti yang dilakukan wanita itu.

Arghhhh, sial..

Aku lagi-lagi terpana melihat senyum nya. Gigi nya yang tampak rapi membuatku merasakan kekaguman yang berkali lipat.

.

.

.

Next...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!