Diusir
“Pergi! Keluar dari rumah ini sekarang juga!” Suara lantang Cik Mey terdengar sampai ke luar pagar sebuah rumah kecil nan sederhana yang telah digadaikan kepadanya lima tahun lalu. Namun, hutang itu belum juga dilunasi sampai hari ini.
“Pergi! Rumah ini sudah menjadi hak saya sekarang,” ujar Cik Mey lagi sambil melempar koper dan beberapa barang milik Nadia ke luar. Wanita bertubuh gempal, berkulit putih, dan bermata sipit itu berkacak pinggang dengan angkuh mengusir Nadia dari rumah.
“Tolong beri saya waktu, Cik. Saya janji saya akan melunasinya,” mohon Nadia dengan wajah memelas. Rumah peninggalan orang tuanya ini merupakan satu-satunya tempat ia berteduh. Di dunia ini, ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Seseorang yang pernah mengisi hidupnya, yang ia kira akan menjadi teman untuk seumur hidupnya, malah tega mengkhianatinya. Lantas, ke mana lagi ia harus pergi jika ia keluar dari rumah ini sekarang?
“Lima tahun saya sudah bersabar, tapi orang tuamu tidak juga melunasi hutangnya, Nadia. Dan sekarang, rumah ini mau saya sita. Kamu silakan keluar dari rumah ini sekarang juga.”
“Cik, saya mohon, Cik. Tolong beri saya waktu lagi. Saya janji saya akan segera melunasinya.”
“Berapa lama lagi? Hm? Kemarin saya sudah memberi kamu waktu satu bulan, tapi mana?”
“Tiga hari, Cik. Tolong kasih saya waktu tiga hari. Saya janji saya akan segera melunasi sisanya. Jika dalam waktu tiga hari saya tidak memenuhi janji saya, saya sendiri yang akan keluar dari rumah ini. Saya janji, Cik.”
Nadia mengatupkan kedua tangan di depan wajahnya, memohon belas kasih rentenir paruh baya itu. Selama ini, Nadia tidak pernah tahu bahwa orang tuanya telah menggadaikan rumah ini kepada Cik Mey, rentenir yang terkenal angkuh dan sedikit tidak punya belas kasih kepada siapa pun.
Ketika kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan lalu lintas, barulah ia tahu bahwa satu-satunya harta keluarganya itu telah dijadikan jaminan hutang. Tidak ada pilihan lain lagi bagi Nadia selain terpaksa harus melunasi hutang yang ditinggalkan orang tuanya tersebut.
“Tidak bisa, Nadia. Sudah berapa kali saya memberi kamu kesempatan. Kemarin saya sudah memberi kamu kesempatan satu bulan, trus satu minggu, setelah itu kamu minta lagi waktu tiga hari. Dan sekarang kamu minta waktu lagi? Tidak, Nadia. Mohon maaf sekali, saya sudah tidak bisa memberi kamu kesempatan lagi. Sekarang juga kamu tinggalkan rumah ini.”
Tegas sekali jawaban Cik Mey, membuat Nadia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain pasrah. Pagi ini, sembari menggeret koper, Nadia melangkah lesu menyusuri jalanan, menunggu ojek online yang sudah dipesannya. Tak berapa lama, ojek itu pun datang. Dengan menumpangi ojek itu, Nadia pergi bekerja sambil membawa koper besar yang berisi beberapa barang pribadinya.
****
“Kamu diusir?” Bu Nana, HR(Human Resource) Manajer King and Queen Hotel, terkejut melihat salah satu karyawannya datang dengan membawa koper besar ke tempat kerjanya.
Nadia mengangguk lemah dengan wajah tertunduk malu. Ia tidak punya tempat untuk didatangi selain hotel ini.
“Ya ampun. Trus buat apa kamu bawa-bawa koper segala ke hotel ini? Kenapa tidak dititipkan ke tetangga, atau teman kamu misalnya?” tanya Bu Nana heran.
Nadia mengangkat wajahnya. “Saya tidak punya kenalan siapa-siapa, Bu. Bu Nana kan tahu, saya sebatang kara.”
“Iya, saya tahu. Tapi, masa kamu bawa koper ke hotel ini? Kalau tetangga kamu punya, kan?”
“Punya, sih, Bu. Tapi, saya tidak akrab dengan tetangga.” Nadia, yang menghabiskan waktunya dengan bekerja, memang jarang sekali bercengkerama dengan tetangga. Hidupnya monoton: bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore hari, kadang malam hari. Dengan kesibukannya itu, ia jarang punya waktu berkumpul bersama tetangga.
“Trus, apa yang bisa saya bantu buat kamu?”
“Saya boleh nginap di sini, ya, Bu? Tiga hari saja, sampai saya menemukan tempat tinggal yang baru.”
“Astaga...” Bu Nana menggeleng tak percaya. Baru kali ini ada karyawan yang mau menumpang tinggal di hotel ini.
“Memangnya kamu pikir ini hotel punyamu apa?” sambungnya.
“Saya mohon, Bu. Tiga hari saja, sampai saya menemukan tempat yang baru. Saya tidak punya sanak saudara, Bu. Saya juga belum punya uang yang cukup untuk mengontrak rumah.” Nadia memasang wajah memelas sembari mengatupkan kedua tangannya di depan wajahnya.
“Tidak bisa, Nadia. Kalau ketahuan Pak Yudha, bisa dipecat saya nanti karena mengijinkan karyawan menginap di sini.”
“Bu, saya mohon, Bu. Sehari saja. Saya tidak punya tempat tinggal lagi, Bu.”
“Tetap saja saya tidak bisa mengijinkan kamu menginap di sini, Nadia. Saya tidak berani. Kenapa kamu tidak cari tempat kost saja? Kan lebih murah.”
“Saya belum punya uang lebih, Bu.”
Bu Nana meniupkan napasnya panjang. Sungguh, ia tak habis pikir dengan karyawannya yang satu ini. Baru tiga hari bekerja, sudah berani meminta izin menginap gratis di hotel.
Namun, sebagai sesama manusia, ia juga merasa kasihan pada Nadia. Apalagi, ia tahu Nadia adalah anak yatim piatu. Dia hidup sebatang kara, bekerja keras untuk membiayai dirinya sendiri. Dengan melihat latar belakang Nadia itu saja, ia sudah bisa membayangkan seperti apa kerasnya kehidupan yang dijalani Nadia. Yang sudah pasti tidak mudah.
****
“Hanya malam ini saja. Besok pagi kamu sudah harus keluar dari kamar itu. Jangan sampai ada satu orangpun yang melihat kamu. Dan jangan lupa, sebelum kamu meninggalkan kamar itu, kamar itu sudah harus rapi dan bersih. Karena Pak Yudha sewaktu-waktu bisa masuk ke kamar itu.”
Terpaksa Bu Nana mengijinkan Nadia menginap hanya untuk satu malam di hotel ini. Dengan catatan tidak boleh ada satu pun orang yang tahu ia menginap di salah satu kamar VIP yang tidak diperuntukkan tamu hotel.
Kamar itu khusus digunakan Direktur Utama King Queen Hotel ketika beliau merasa lelah atau butuh waktu untuk menyendiri.
Namun, sudah beberapa bulan belakangan ini sanga Dirut tidak pernah lagi menggunakan kamar itu. Sehingga selama beberapa bulan ini kamar itu dibiarkan kosong. Karena itulah Bu Nana mengijinkan Nadia tidur di kamar itu hanya untuk malam ini saja.
Saking senangnya dengan kebaikan hati Bu Nana, Nadia sampai mencium tangan wanita paruh baya itu berulang-ulang kali sebagai ucapan terima kasihnya.
Nadia menghembuskan napasnya lega sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar mewah itu. Ia sudah menyelesaikan semua pekerjaannya dengan baik. Sepanjang hari ia sudah melayani tamu-tamunya bagaikan raja dan ratu, sesuai dengan motto hotel ini. Yaitu siap melayani tamu seperti raja dan ratu.
Jam kerjanya sebetulnya selesai hanya sampai jam tiga sore. Tetapi berhubung ia akan menginap di hotel untuk malam ini, sehingga terpaksa ia menambah shift jam kerjanya sampai jam delapan malam.
“Wow ... Kamarnya semewah ini.” Nadia berdecak kagum dengan interior kamar itu yang baginya sangat mewah hanya sekedar untuk tempat beristirahat Direktur Utama. Kamar ini bahkan hanya sesekali saja digunakan. Dan beberapa bulan belakangan kamar ini jarang lagi digunakan, namun tetap dibersihkan seperti biasanya.
Merasa penat, Nadia lantas membuka seragam kerjanya, lalu ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di dalam kamar mandi ia bersenandung ria sembari menggosok tubuhnya dengan sabun mandi di bawah guyuran air dari shower. Beberapa menit membersihkan diri, ia kemudian keluar dari kamar mandi dengan handuk sebatas ketiak yang membungkus tubuh polosnya itu.
“Aaa ...”
Namun ia terkejut luar biasa, sampai berteriak kencang saat seorang pria asing tiba-tiba masuk ke dalam kamar itu.
“Si-siapa kamu?” tanya Nadia sembari lekas memutar tubuhnya membelakangi pria itu. Yang ia tak tahu entah datang dari mana.
“Kamu yang siapa? Kenapa kamu bisa berada di kamar ini?” balas pria itu memandangi Nadia dengan pandangan aneh sekaligus marah.
-To Be Continued-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
FT. Zira
alamat ketemu peratama di kamar sih klo ini🤭
2025-04-08
1
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍🥰
2025-04-08
1