Bab.5

Setelah mengajukan cuti, Evelin pulang kerumah dan disambut oleh rumah yang berantakan dan bau asap rokok. Sampah dimana-mana, juga piring kotor menumpuk.

"Astaga, sudah seperti kapal pecah. Apa yang Alfa lakukan?"

"Akhirnya, kamu pulang juga. Yang, buatkan aku kopi dong!" titah Alfa, yang kini duduk di meja makan.

"Sorry, semalam anak-anak datang kerumah trus minta makan."

Evelin diam tidak menanggapi ucapan Alfa, dia sibuk dengan piring dan alat masak yang kotor.

"Heh! Kenapa diam saja? Cepat bikin kopi!" bentak Alfa.

"Apa kamu gak, lihat? Aku sedang membersihkan kekacauan yang kalian buat. Kenapa kamu gak bikin, sendiri?"

"Sudah berani kamu ya!" 

Alfa menarik tangan Evelin, sampai piring yang dipegang jatuh dan pecah.

"Aww..."

"Berani kamu sama saya!"

Alfa mencengkram dagu Evelin dengan keras, membuat Evelin meringis.

"Lepas sakit, Al. Sakit," isak Evelin. 

Namun, bukannya melepaskan Alfa semakin menekan pipi Evelin.

"Oke! Oke! Aku akan buatkan kamu kopi, tapi lepaskan dulu sakit."

Alfa pun melepaskan tangannya, dia tersenyum sinis dan mengusap pipi sang kekasih.

"Nah gitu dong, kamu nurut sama aku. Gak harus pake kekerasan dulu baru kamu nurut," ujar Alfa, dia pun kembali duduk.

Dengan terpaksa Evelin membuatkan kopi untuk Alfa, dia menyeka sudut matanya dia harus kuat. Ini lah alasan dia tidak bisa putus dengan Alfa, dia selalu mengancam akan menyakiti dia dan Kara.

"Kara, maafkan Mama ya! Maaf."

Tepat pukul sebelas siang, Evelin sudah menyelesaikan semua pekerjaannya. Dia juga sudah masak untuk makan siang, sebagian dia bawa untuk Kara. Untung, dia sudah menitipkan Kara pada perawat.

"Aku harus cepat ke rumah sakit." Gumam Evelin, setelah menatap makanan yang akan dibawa lalu menyimpannya di tempat yang aman.

Dia masuk kedalam kamar, Kara dan menyiapkan baju ganti untuk sang anak.

Saat masuk kedalam kamar, Evelin menatap isi kamar Kara yang hanya ada boneka pemberian Ayahnya. Evelin pun memeluk boneka itu dengan erat, satu isakan lolos dari bibirnya.

"Apa salahku, Mas? Kenapa kamu tega mengkhianati aku dan ninggali anak kita."

Evelin semakin erat memeluk boneka tersebut, dalam sudut hatinya dia ingin membuang boneka yang ada kaitannya dengan Bagas.

"Evelin." Pekik Alfa, mengejutkan Evelin dia dengan cepat menghapus air matanya. Lalu segera membereskan baju Kara.

"Ada apa?" tanya Evelin.

"Minta uang dong!"

"Gak ada," tolak Evelin.

"Bohong aku gak percaya."

"Terserah, uang ku habis untuk biaya rumah sakit Kara." Jawab Evelin, dia menatap Alfa yang menegang.

"Ka-Kara, kenapa dia?"

"Entahlah, aku belum tau kenapa dia sampai masuk rumah sakit. Menurut Jayden, Kara mendapatkan kekerasan."

Alfa menelan ludahnya dengan kasar, dia gugup setengah mati. Jangan sampai perbuatanya di ketahui oleh Evelin.

"Siapa yang ..."

"Sudahlah, aku mau kerumah sakit kasian Kara. Dan aku gak ada uang, kalau kamu mau uang bekerja. Mas," ujar Evelin, dia pun berlalu meninggalkan Alfa.

Walau tidak berkata ketus, Alfa tahu bahwa Evelin berubah.

"Sialan! Gue harus ancam anak itu buat tutup mulut. Jangan sampai perbuatan bejat gue, ketahuan sama Evelin bisa gawat!"

Alfa pun memilih pergi, dia ingin menenangkan diri bahwa semuanya akan aman.

****

Rumah sakit, Kara senyum-senyum menatap Jayden yang sedang menceritakan tentang Pangeran dan Putri. Menurut Kara, tidak ada cerita yang seperti itu. 

"Abang, apa nanti Pangeran dan Putri akan bersama?" tanya Kara.

"Tidak."

Ehh! Hah ... Kok tidak?

Kara menepuk mulutnya yang hampir keceplosan.

"Kenapa tidak? Mereka saling cinta."

Kara menatap Jayden dengan tatapan polos.

"Karena, perbedaan usia mereka sangat jauh." Lirih Jayden, Kara menatap Jayden dengan lekat.

"Jayden, apa kamu menyukai Kara?" Nada bertanya dalam hati.

Pintu terbuka membuyarkan lamunan, Jayden dan Kara. Kara tersenyum melihat Evelin dan merentangkan tangannya.

"Mama." Pekik Kara, walau geli Nada harus terbiasa dengan suara kecil nan imut tersebut.

"Sayang, maaf ya Mama lama. Tadi harus masak makanan kesukaan kamu." Kata Evelin.

"Gak papa kok."

"Ya sudah kalau gitu, aku pulang dulu ya. Tan," pamit Jayden.

"Jayden, terima kasih sudah menemani Kara." Ucap Evelin.

"Sama-sama, aku sudah menganggap Kara seperti adikku sendiri." Sahut Jayden, dia pun berpamitan pada Kara dan berjanji akan menjemputnya jika pulang nanti.

"Mama lihat, tangan ku sudah gak di infus lagi." Kara menunjukan tangannya, kata Dokter besok dia sudah boleh pulang.

Evelin mengusap rambut sang anak, lalu memintanya untuk makan siang dan minum obat.

Malam pun tiba, kini hanya ada Evelin dan Kara karena pasien sebelah sudah pulang. Jayden dan orang tuanya tidak bisa datang karena ada keperluan mendadak.

"Ayo tidur udah malam."

"Aku masih mau cerita. Mama," rengek Kara, Nada bercerita sesuai apa yang diperintah oleh otak Kara.

"Ya sudah, tapi lima menit lagi." Evelin pun mengalah, sadar dia pun tidak pernah ada waktu untuk sang anak.

Dengan sabar dia mendengar Kara bercerita, dia pun ingin masuk sekolah dan di jemput oleh Evelin. Tak terasa, suaranya melemah dan Kara pun tertidur. 

Evelin menyelimuti Kara dan mencium keningnya dengan sayang, wajah Bagas mendominasi Kara membuat Evelin semakin ingin menangis. Evelin memutuskan untuk ke taman rumah sakit, dia berjalan gontai menyusuri lorong rumah sakit yang mulai sepi.

Saat di taman, dia bertemu dengan Bagas dan istrinya yang menggendong anak seusia Kara.

Hati Evelin sakit, melihat itu semua ingin rasanya dia menghampiri mereka dan memukul Bagas.

"Kenapa Tuhan, kenapa engkau tidak adil padaku?" lirih Evelin, dari pada hatinya sakit dia memilih untuk kembali ke kamar rawat Kara.

Saat Evelin berbalik, Bagas pun melihat mantan istrinya dalam benaknya dia bertanya siapa yang sakit? 

"Sudah sayang, ayo kita masuk di luar dingin." Ajak Bagas.

"Aku gak mau, Papa. Aku mau diluar," rengek gadis kecil bernama Isabella. 

Huh! Bagas menghela nafas dengan pelan, dengan sekuat tenaga dia membujuk Bella. Dan akhirnya luluh, Bella mau kembali ke kamar rawat.

Setelah memastikan anaknya tidur, Bagas berpamitan pada Rina.

"Mau kemana, Mas?" tanya Rina.

"Beli kopi."

"Ohh, ya sudah jangan lama-lama."

"Iyaa, kamu mau sesuatu?"

"Nggak, aku udah kenyang."

Bagas mengangguk, dia meninggalkan kamar rawat Bella. Di mana kamar tersebut adalah kamar VIP, Bagas memberikan yang terbaik untuk anaknya. Sedangkan untuk anak yang lain, dia abai.

Saat tiba di kantin rumah sakit, tatapan Bagas tertuju pada Evelin yang sedang menatap kosong kedepan.

"Boleh duduk, disini?" tanya Bagas, membuat Evelin terkejut dan menatap mantan suaminya.

"Ya, aku sudah selesai." 

Evelin berdiri. Namun, dengan cepat Bagas menggenggam pergelangan tangan Evelin.

"Aku ingin bicara."

"Gak perlu ada yang dibicarakan lagi, kamu sudah meninggalkan aku. Mas, kita sudah menjadi mantan. Tapi tidak dengan anak kita," ujar Evelin, dia berdiri membelakangi Bagas dengan menahan sesak didada.

Bersambung ...

Maaf typo

Terpopuler

Comments

Mochi 🐣

Mochi 🐣

lanjut

2025-04-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!