Satu jam kemudian, pekerjaan Evelin sudah selesai. Dia hanya memasak makanan yang simpel, setelah mengerjakan semuanya dia memutuskan untuk mandi karena badannya lengket dan gerah.
Saat akan masuk kedalam kamar, Evelin menyadari rumahnya sunyi. Biasanya sang anak akan berlari ke arahnya dan memeluknya dengan erat.
"Astaga Kara, dimana anak itu?" tanya Evelin.
"Dia main dengan Jayden, sampai sekarang belum pulang. Padahal aku sudah melarangnya," sahut Alfa, dia mendengar pertanyaan Evelin.
"Jayden, anak SMA tetangga kita?"
"Iya, siapa lagi memang? Kara sangat dekat dengannya." Balas Alfa, dia duduk dengan santai di meja makan dan menyendok nasi beserta ayam.
"Itu untuk Kara."
"Halah, dia gak ada kasih aja telur." Katanya dengan enteng. "Oh ya, tolong top up-in koin dong, Yang."
"Kan kemarin sudah, emang udah habis?" tanya Evelin.
"Ya, buat sekali main lah cepat habis. Nanti kalo aku menang kan, uangnya buat kamu juga."
"Tapi..."
"Sudahlah, aku gak mau dengar." Sela Alfa.
Evelin pun masuk kedalam kamar, dia menatap kamarnya juga yang berantakan. Entah sudah berapa kali dia menghela nafas, terpaksa Evelin pun membereskan kamarnya. Namun, saat menyingkap selimut dia mendapati bercak darah.
"Darah? Darah siapa, ini?" gumamnya dia sangat takut, jika terjadi sesuatu pada sang anak.
Dengan cepat dia melepaskan sprei, juga menggantinya dengan yang baru. Dia akan mencuci besok, beruntung besok dia libur.
Di rumah sakit.
Jayden menggenggam tangan kecil Kara, untuk anak seusianya Kara sangatlah kurus bisa dikatakan dia kurang gizi.
"Kara bangunlah, apa kamu gak kangen sama. Abang?" tanya Jayden dengan lirih.
"Aku janji akan menghukum dia, Kara. Tapi kamu bangun ya! Aku mohon," isak Jayden, dia menangis menggenggam tangan Kara.
Tiba-tiba mata itu, mata itu terbuka. Membuat Jayden terkejut.
"Kara." Pekiknya, bahkan pasien di sampingnya ikut menoleh.
"Kenapa, Mas?" tanya keluarga pasien.
"Adikku sudah sadar, dia sudah bangun." Katanya dengan penuh antusias.
"Cepat panggil dokter, Mas."
"Iya! Iya!"
Jayden menekan tombol merah berkali-kali, dan tak lama perawat datang. Jayden mengatakan Kara sadar, perawat yang lain diminta untuk memanggil dokter.
"Kara."
Kara menoleh. Namun, dia merasa bingung dengan situasi ini.
"Kara, siapa Kara? Terus dia siapa? Kenapa aku di rumah sakit? Eh! Aku bukannya udah mati? Astaga, apa jasadku ditemukan?" Nada terus saja membatin, sampai dokter datang dan memeriksa dirinya.
"Hah! Syukurlah, keadaan Nona Kara baik-baik saja. Sebuah keajaiban semuanya membaik, hanya tinggal menyembuhkan luka-lukanya juga traumanya."
"Syukurlah, terima kasih dok." Balas Jayden.
"Sama-sama, kalau gitu saya permisi. Mari," pamit dokter.
Setelah kepergian dokter, Jayden duduk kembali dan menatap Kara yang juga menatapnya dengan masih tatapan bingung.
"Ehh! Tampan juga nih cowok." Nada mengulum senyum, dia ternyata lebih tampan dari pada Rowman.
"Kenapa? Ada yang sakit atau kamu, lapar?" tanya Jayden, Kara menggeleng.
"Engga, aku kena ... Pa, eh! Suaraku kenapa jadi, anak kecil?" pekik Kara dengan panik.
Jayden tertawa.
"Astaga Kara, koma apa membuatmu hilang ingatan? Kamu kan memang masih kecil, usia mu tiga tahun. Mungkin sebentar lagi akan empat tahun," jelas Jayden.
Nada yang ada di tubuh Kara pun syok mendengarnya.
"Astaga, kenapa aku jadi anak kecil?"
Jayden memperhatikan Kara yang sedang melamun, sesekali dia mencebik membuat Jayden gemas dibuatnya.
"Kak," panggil Kara.
"Ya ampun, suaraku lemah sekali."
"Kenapa? Apa yang sakit, hem? Bilang sama Abang."
"Aku ... Aku, haus." Lirih Kara, akhirnya hanya itu yang terucap. Karena Nada masih bingung dengan situasi ini, kenapa jiwanya bisa masuk ke tubuh anak kecil. Bahkan dia masih merasa, sedang duduk termenung di balkon rumah susun itu.
Saat itu dia merasakan cahaya putih menariknya dengan kuat, lalu dia seperti terlempar dengan kuat. Dan ketika sadar, saat pertama kali dia melihat Jayden lalu langit-langit kamar juga aroma obat.
"Ini minum, jangan terlalu banyak berpikir. Kara, kamu masih kecil. Sekarang kamu harus sembuh dulu, oke!" Jayden membantu Kara minum.
"Iyaa." Balas Kara, Jayden benar dia harus memulihkan diri dan mencari tahu kebenarannya.
Setelah minum, Jayden meminta Kara untuk tidur. Kara pun menurut, karena dia sangat lelah dan mengantuk.
****
"Kak ... Kakak," panggil Kara.
Nada mengerjapkan matanya, dia terbangun dan menatap sekeliling masih dirumah sakit. Namun, hawanya berbeda. Rumah sakit tersebut kosong dan sangat dingin.
"Kak." Panggil Kara lagi.
"Ehh! Astaga, kamu Kara? Ja-jadi, tadi hanya mimpi?" tanya melirik ke arah bocah kecil tersebut, dia pun melirik ke arah tubuhnya yang dewasa.
"Engga Kak, kakak ada di tubuh aku. Tapi, kita ada di alam mimpi. Aku cuma mau ketemu sama kakak doang." Kara menatap Nada yang kebingungan.
"Kak, tolong balaskan dendam ku." Pinta gadis kecil yang Nada tahu, bernama Kara Nada Laurencia. Nama yang hampir sama dengannya.
"Hah! bagaimana bisa? gue aja lemah gini." gerutu Nada dengan membalas.
"Mana di tubuh anak kecil lagi, gimana aku bisa balas, dendam?" tanya Nada.
"Kakak pasti tahu bagaimana, caranya? Kakak juga bisa membalas dendam pada mereka yang mengkhianati kakak." Jelas Kara.
Kara menggenggam tangan Nada, matanya menatap Nada dengan sorot permohonan.
"Kak aku mohon," lirih Kara.
"Huh! Baiklah Kara, aku akan membantumu membalas dendam." Putus Nada, dia pun berpikir akan membalas Rowman dan Salsa. Dua orang penghianat perebut semua hartanya.
"Terima kasih, Kak." Kara memeluk Nada dengan erat, tiba-tiba tubuh Kara transparan dan menghilang.
"Kara." Panggil Nada dengan panik.
"Kara."
"Kara."
Nada berlari keluar kamar, dia mencari keberadaan Kara. Namun, tidak ada gadis kecil tersebut. Dia malah mendengar suara samar, memanggil namanya.
****
"Kara bangun, kamu kenapa. Kara?" Jayden berusaha membangunkan Kara, tadi saat hampir terlelap. Kara berteriak histeris, memanggil namanya sendiri.
"Kara."
Kara mengerjapkan matanya, dia menatap Jayden yang menatapnya dengan cemas.
"Kamu kenapa? Mimpi buruk?" tanya Jayden.
"A-aku, takut Abang."
"Aku takut." Lirih Kara, mungkin traumanya kembali. Ini dibawah kuasa kendali Nada.
Jayden membawa Kara kedalam pelukannya.
"Sudah, jangan takut ya! Ada Abang disini, Abang janji akan melindungi kamu. Dari lelaki brengsek itu," ujar Jayden dengan nada benci.
"Ayo tidur lagi, apa perlu Abang. Temani?" tanya Jayden, dan langsung dijawab anggukan oleh Kara.
Jayden pun tidur di sisi Kara, memeluk gadis kecil tersebut dengan penuh kasih sayang.
"Sudah tidur." Titah Jayden.
"Iyaa."
Kara mencoba memejamkan mata. Namun, bukannya terpejam dia memikirkan apa yang terjadi padanya? Kenapa Tuhan, memberikannya kesempatan hidup? Apa memang untuk balas dendam?
Tapi, kenapa harus di tubuh anak kecil? Semua pertanyaan itu, tidak ada jawaban membuat Nada bingung. Namun, usapan lembut membuatnya terlena, Kara pun benar-benar terlelap. Dalam dekapan hangat, yang sudah lama tidak dia rasakan.
bersambung ...
Maaf typo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Diah Susanti
kirain udah SMP karena di bab sebelumnya disebut gadis kecil diduga kena pelecehan, ternyata masih balita. miris banget nasibnya, sampai meninggal dianiaya pacar ibunya
2025-04-26
1
Mochi 🐣
/Heart//Heart//Heart/
2025-04-03
0