Bab 2 Cerai

Jamilah, yang merasa harga dirinya diinjak-injak, melangkah maju dengan marah. "Omong kosong!" teriaknya, wajahnya memerah padam. "Kamu hanya tahu menjual ikan busuk dan udang busuk! Mana mungkin punya uang untuk membuka perusahaan?"

Dengan gerakan kasar, Jamilah merebut kantong plastik berisi ikan dari tangan Anatasya dan melemparkannya ke lantai. Ikan-ikan segar itu berhamburan, menebarkan bau amis yang menyengat di ruangan mewah itu. Anatasya terisak, air matanya jatuh membasahi pipi, merasa terhina dan direndahkan di rumah yang seharusnya menjadi tempatnya berlindung.

"Adrian bisa sukses berkat didikanku!" teriak Jamilah, suaranya menggema di ruang keluarga yang mewah namun kini dipenuhi ketegangan. Ia memukul dadanya dengan bangga, matanya berkilat marah.

"Tidak ada hubungannya denganmu! Kalau kau tahu diri, cepat tanda tangani surat ini!" Jamilah menyodorkan kertas perceraian ke arah Anatasya, wajahnya penuh penghinaan.

Anatasya, dengan hati hancur namun penuh keberanian, membuang kertas itu ke lantai. "Tidak!" serunya, suaranya bergetar namun tegas.

"Aku tidak akan bercerai dengan Mas Adrian! Kalau Mas Adrian tahu, dia tidak akan mau bercerai!"

"Hei, tidak tahu malu! Mau jadi benalu di rumah ini?" teriak Jamilah, wajahnya memerah padam. Ia mencari-cari sesuatu untuk memukul Anatasya, amarahnya sudah di ubun-ubun.

"Hei, kenapa teriak-teriak?" seru sebuah suara tegas dari ambang pintu. Adrian, dengan wajah dingin dan tatapan tajam, memasuki ruangan.

Anatasya, dengan air mata berlinang, menghampiri suaminya. "Aku tidak tahu salahku apa, Mas. Ibu menyuruh kita bercerai," ujarnya, suaranya lirih.

"Aku yang mau cerai," ucap Adrian, datar dan tanpa ekspresi, membuat Anatasya terkejut dan merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak.

"APA?" seru Anatasya, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

Tiba-tiba, seorang wanita cantik berpenampilan modern, dengan senyum sinis di bibirnya, muncul dari belakang Adrian. Ia menggenggam lengan Adrian dengan posesif, menatap Anatasya dengan tatapan merendahkan.

Wanita itu, yang bernama Clara, adalah putri seorang konglomerat yang kaya raya. Ia adalah sosok yang sempurna di mata Jamilah, menantu idaman yang pantas bersanding dengan Adrian. Clara, dengan sikapnya yang angkuh, menambah luka di hati Anatasya yang sudah remuk redam.

"Adrian sudah menjadi milikku sekarang. Kau tidak pantas untuknya," ucap Clara, suaranya dingin dan menusuk hati.

Anatasya menatap Adrian dengan tatapan terluka, mencari jawaban di matanya. Namun, Adrian hanya membuang muka, seolah tidak peduli dengan rasa sakit yang dirasakan istrinya. Ruang keluarga yang tadinya mewah, kini terasa dingin dan penuh pengkhianatan bagi Anatasya.

"Tiga tahun kita menikah, aku sama sekali nggak cinta sama kamu. Dari pada menjalani pernikahan seperti ini lebih baik kita cerai."

"Kamu nggak cinta sama aku, kenapa nggak bilang dari awal?"

"Tiga tahun ini, apa kamu tahu kenapa aku nggak pernah mau sentuh kamu? karena bau amis di tubuhmu buat aku jijik. Sekarang aku ini pengusaha sukses dengan kekayaan berlimpah dan bakal bekerja sama dengan keluarga Santoso, mana boleh punya istri bau seperti kamu. Kalau kamu tahu diri. Cepat pergi!"

"Tasya, aku dan Adrian saling suka buat apa kamu pertahankan dan mempermalukan diri kamu sendiri." ucap Clara sombong sembari bersedekap memandang remeh pada Anatasya.

"Aku ngomong sama suamiku, jangan ikut campur! selingkuhan ngga tahu malu."

Adrian menampar Anatasya.

"Kamu nggak pantas ngomong begitu ke Clara,"

"Kamu pukul aku, Mas? B*jingan! Ayo cerai! aku lebih baik hidup sama pria yang nggak kompeten daripada pria bajingan tukang pukul wanita dan selingkuh seperti mu."

"Kamu!" marah Adrian.

Tiga tahun pernikahan yang hambar itu akhirnya mencapai titik akhir. Anatasya, dengan hati hancur dan amarah yang membara, menandatangani surat cerai yang disodorkan Adrian, suaminya yang ternyata seorang pengkhianat. Kata-kata pedas Adrian tentang bau amis dan status sosialnya yang rendah bagai cambuk yang menyayat hati Anatasya. Ditambah lagi, kehadiran Clara, selingkuhan Adrian yang sombong, semakin memperparah luka hatinya.

Namun, di tengah rasa sakit dan penghinaan itu, Anatasya menyimpan rahasia besar. Sebuah rahasia yang akan mengubah segalanya. Dengan suara dingin dan tatapan tajam, dia mengungkapkan identitas aslinya sebagai putri bungsu keluarga Santoso, keluarga konglomerat yang sangat berpengaruh.

Anatasya mengambil kertas cerai itu kemudian menandatangani nya. "Kamu bakal merasakan akibat perbuatanmu hari ini." ucap Anatasya kemudian memberikan kertas itu pada Adrian kemudian hendak pergi dari ruangan itu.

Mendengar Jamilah emosi. "Emang siapa kamu? Adrian cerai sama kamu adalah kabar gembira. Cepat pergi!"

Anatasya berbalik, "Oh yah aku lupa ngasih tahu kalian. Aku adalah putri bungsu keluarga Santoso." sembari bersedekap memandang wajah para pengkhianat, Anatasya berucap tanpa takut. "Awalnya aku hendak mengenalkan kalian kepada keluargaku. Tapi sekarang nggak perlu lagi."

Pengakuan itu sontak membuat Adrian, Clara, dan Jamilah terdiam, lalu tertawa meremehkan.

Mereka menganggap Anatasya gila, tidak mungkin seorang penjual ikan seperti dirinya adalah putri dari keluarga terpandang.

"Kamu putri bungsu keluarga Santoso?" tanya Jamilah tidak percaya.

"Hhmm seorang penjual ikan seperti kamu mau jadi putri bungsu keluarga Santoso hahahaha." semua di ruangan itu tertawa.

"Tasya ngga tahu malu sekali kamu." teriak Jamilah.

"Tasya kamu ngga tahu siapa pacarku?" tanya Adrian.

"Siapa dia? aku ngga ada hubungan nya dengan nya."

"Dia adik sepupu putra keluarga Santoso seperti yang tadi kamu bilang."

"Ya ampun ternyata kamu nona muda mereka. Cantik sekali lebih anggun dari penjual ikan." Sinis Jamilah sembari melirik Anatasya.

Hahahaha

'Kok aku ngga ingat punya adik sepupu segede gini.' Batin Anatasya.

"Aku dan ketiga abang sepupu ku tumbuh besar bersama. Kami seperti saudara kandung. Tapi, aku ngga pernah dengar mereka punya adik perempuan, adik yang berprofesi penjual ikan." sinis Clara.

Namun, Anatasya tidak gentar. Dia menatap mereka dengan tatapan penuh dendam, seolah-olah sedang merencanakan pembalasan yang mengerikan.

Kebetulan sekali, aku juga tidak ingat punya adik sepupu tidak tahu malu sepertimu," balas Anatasya dengan nada dingin, matanya menyorotkan amarah yang terpendam.

Clara, yang merasa harga dirinya diinjak-injak, melayangkan tamparan keras ke pipi Anatasya.

Adrian, yang menyaksikan kejadian itu, hanya diam membisu, seolah tidak peduli dengan apa yang terjadi.

"Aku anggota keluarga Santoso ? Kamu berani sama aku? Kamu sudah bosan hidup?" ancam Clara, suaranya bergetar menahan amarah.

"Clara, tindakan Tasya tidak ada hubungannya dengan kami. Tasya memarahi kamu juga tidak ada hubungannya dengan kami," timpal Jamilah, berusaha melepaskan diri dari masalah.

Clara, yang merasa mendapat dukungan, semakin menjadi-jadi. "Ketiga abang sepupuku sangat menyayangiku. Bisa dibilang mereka sudah menganggapku seperti adik kandung mereka. Kalau mereka tahu aku ditindas oleh keluarga Pratama, tamat kalian!" teriaknya, mengancam dengan nada sombong.

"Tasya, cepat berlutut dan minta maaf pada Clara," perintah Adrian, berusaha meredakan situasi.

Plak! Tamparan keras kembali mendarat di pipi Anatasya, kali ini dari Jamilah, ibu Adrian.

"Pembawa sial! Keluarga Pratama sudah menghidupimu selama tiga tahun ini. Sekarang kau malah membuat keluarga ini hampir celaka. Cepat berlutut pada Clara! Minta maaflah padanya! Kalau keluarga Pratama celaka karenamu, aku akan menghabisimu! Cepat berlutut!" bentak Jamilah, wajahnya merah padam karena amarah.

Anatasya, dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya, menatap mereka dengan tatapan penuh kebencian. "Jangan harap! Seharusnya kalian yang berlutut," desisnya, suaranya bergetar menahan amarah dan kesedihan.

Dengan tangan gemetar, Anatasya mengambil ponsel dari sakunya dan menghubungi seseorang.

"Halo, Kak Damian!" ucapnya, suaranya terdengar tegar meski hatinya hancur. Namun tidak di angkat.

"Damian yang kamu bilang tadi, pewaris keluarga Santoso?"

"Iyah." Jawab Anatasya.

Clara, dengan tatapan sinis, memandang Natasya dari atas ke bawah. "Damian yang kamu maksud itu pewaris keluarga Santoso? Jangan bercanda, Tasya!"

"Iya," jawab Natasya lirih, hatinya perih mendengar nada merendahkan Clara.

"Kakak sepupuku itu pewaris konglomerat keluarga Santoso, mana mungkin kenal dengan penjual ikan sepertimu? Tasya, jangan suka membual. Hati-hati, ucapanmu bisa mencelakaimu!" Clara mendorong Anatasya dengan kasar, nyaris membuatnya terjatuh.

Adrian, yang selama ini diam, ikut angkat bicara. "Tasya, aku saja tidak punya nomor telepon Damian. Mana mungkin kamu, seorang penjual ikan, bisa mengenalnya? Pasti kamu hanya berpura-pura," ucapnya sinis. "Atau mungkin Damian pernah membeli ikan di tempatmu?" tambahnya dengan nada meremehkan.

"Kamu tidak punya, artinya kamu tidak pantas," balas Anatasya tegas, meski suaranya bergetar. Hatinya hancur berkeping-keping, merasa direndahkan dan tidak dipercaya.

"Cukup! Keluar, pergi dari sini!" Adrian tersulut emosi, wajahnya memerah menahan amarah. "Aku muak melihatmu!"

Jamilah, yang sedari tadi menyaksikan pertengkaran itu, ikut berteriak, "Hei, kenapa dia masih di sini? Cepat usir orang kotor ini!" Ia memerintahkan Rina dan Dewi untuk menyeret Anatasya keluar.

Rina dan Dewi, dengan wajah jijik, menarik lengan Anatasya dengan kasar. "Lepas! Aku bisa berjalan sendiri," ucap Anatasya, berusaha melepaskan diri. Ia melangkah keluar dengan kepala tegak, meski air mata mengalir deras di pipinya. Hatinya terluka, namun ia bertekad untuk membuktikan bahwa ia tidak berbohong.

Hujan deras mengguyur, seolah langit ikut merasakan kesedihan Anatasya. Adrian, dengan wajah dingin tanpa ekspresi, melemparkan koper berisi pakaian Anatasya ke tengah hujan. Tindakannya itu bukan sekadar mengusir, tapi sebuah penghinaan yang terencana, seolah Anatasya tidak berharga sama sekali.

"Enyah! Mulai hari ini, kau tidak boleh menginjakkan kaki di sini lagi!" bentak Adrian, suaranya mengalahkan gemuruh hujan. Ia menutup pintu pagar dengan keras, seolah menutup lembaran kehidupan Anatasya di tempat itu.

Anatasya berdiri di tengah hujan, basah kuyup, air mata bercampur dengan air hujan yang membasahi wajahnya. Hatinya hancur berkeping-keping, namun amarahnya perlahan membara. Ia menatap pintu pagar yang tertutup rapat, dan berkata dengan suara bergetar,

"Adrian, hari ini kau menghinaku, besok akan kubuat kau menyesal."

...----------------...

Terpopuler

Comments

Heny

Heny

Knp clara dan anastasya gk saling knl y

2025-05-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!