Gadis itu menatapnya ragu, sebelum akhirnya menambahkan dengan suara yang lebih lirih, "Dia... sering digosipkan suka mempermainkan perasaan wanita."
Naruto mendengar nada ketidaknyamanan dalam suaranya. Sepertinya gadis ini juga tidak memiliki kesan baik terhadap Yamato.
"Aku mengerti," kata Naruto akhirnya, sebelum memberinya senyuman tipis yang menenangkan. "Terima kasih. Aku menghargai bantuanmu."
Gadis itu mengangguk pelan, tampak sedikit lega karena tidak ditekan lebih jauh.
Dengan informasi ini, Naruto berbalik, siap untuk melangkah ke langkah berikutnya. Sekarang, teka-tekinya mulai menemukan bentuknya—dan dia semakin dekat untuk mengungkap kebenaran di balik semua ini.
Naruto melangkah memasuki kantin, matanya menyapu ruangan yang dipenuhi para siswa yang menikmati makan siang mereka. Hiruk-pikuk percakapan memenuhi udara, sesekali diselingi suara dentingan sumpit dan sendok yang berbenturan dengan nampan. Ia memilih satu set makanan secara asal sebelum berjalan menuju sudut ruangan yang lebih sepi, tempat yang memberinya pandangan luas terhadap kantin.
Saat ia mulai makan, telinganya menangkap percakapan sekumpulan siswi di meja tak jauh darinya. Awalnya, ia tak terlalu peduli. Namun, begitu nama Yamato disebut, ia mulai memperhatikan.
"Serius? Dia melakukan itu lagi?" bisik salah satu gadis dengan nada kesal.
"Tentu saja! Tapi yang lebih konyol, masih ada gadis yang jatuh ke dalam perangkapnya!" sahut temannya dengan suara sedikit tertahan.
"Aku nggak habis pikir kenapa mereka masih tertarik padanya," ujar gadis lain dengan nada sinis. "Padahal semua orang tahu dia cuma mempermainkan perasaan mereka."
Naruto melirik ke arah mereka, pura-pura tetap sibuk dengan makanannya.
"Kupikir alasannya tetap sama," gumam gadis pertama. "Mereka berharap bisa dikenalkan dengan Hayama Hayato."
"Tapi itu bodoh! Yamato jelas-jelas hanya memanfaatkan mereka!"
"Itulah masalahnya," ujar salah satu gadis sambil menghela napas. "Dia tahu kalau banyak gadis ingin dekat dengan Hayama, jadi dia berpura-pura punya hubungan baik dengannya. Dia membiarkan mereka percaya bahwa dengan mendekatinya, mereka bisa lebih dekat dengan Hayama."
"Dan ketika mereka mulai berharap lebih..."
"Dia malah mempermainkan perasaan mereka," potong gadis lain dengan nada getir. "Saat mereka sadar sudah ditipu, biasanya sudah terlambat. Mereka takut bicara karena Yamato punya koneksi kuat di sekolah ini. Kalau ada yang melawan, entah bagaimana, tiba-tiba mereka jadi bahan gosip atau dikucilkan."
Naruto diam sejenak, mengetuk jarinya di atas meja. Sekarang semuanya mulai masuk akal. Yamato tidak hanya seseorang yang senang mempermainkan perasaan wanita, tetapi juga seorang manipulator yang cerdik. Jika dia memang melakukan hal yang sama terhadap Hayasaka Aoi, maka ini bukan sekadar insiden biasa—ini adalah pola yang sudah berlangsung lama.
"Kalau begitu," pikir Naruto, "aku hanya perlu membuatnya tidak bisa mengelak lagi."
Ia menghabiskan suapan terakhirnya, lalu berdiri dengan tenang. Masih ada beberapa kepingan puzzle yang harus ia temukan, dan langkah berikutnya sudah mulai terbentuk dalam benaknya.
Naruto berjalan santai menuju kelasnya setelah makan siang. Namun, langkahnya terhenti saat ia melihat sekelompok siswa berkumpul di koridor.
Di antara mereka, sosok Hayama Hayato tampak paling menonjol. Dengan ekspresi ramah dan senyum khasnya, ia menepuk bahu seorang lelaki yang terlihat murung. Lelaki itu menunduk, kedua tangannya mengepal seakan menahan sesuatu.
Di sebelahnya, Tobe Kakeru, dengan rambut jingganya yang mencolok, mencoba menyemangatinya dengan suara lantang.
"Ayo, bro! Jangan terlalu dipikirin! Cewek emang kadang ribet, tapi lu kan masih keren!"
Naruto tidak sulit menebak siapa pria yang tengah mereka hibur. Yamato.
Namun, perhatiannya segera beralih ke sosok lain dalam kelompok itu. Seorang pemuda dengan rambut hitam jabrik, sorot matanya tajam, dan seringai samar di bibirnya. Ouka, salah satu dari geng Hayato, yang terkenal jarang berbicara namun selalu ada di sekitar mereka. Berbeda dengan Hayato dan Tobe yang tampak mencoba membantu, Ouka justru tampak menikmati situasi ini.
Sorot matanya memandang Yamato dengan penuh ketertarikan, seolah sedang menunggu sesuatu yang menarik untuk terjadi.
Naruto tidak mengatakan apa pun, hanya berdiri di sudut koridor, memperhatikan interaksi mereka. Dari luar, Hayato tampak seperti sosok sempurna yang selalu membantu teman-temannya. Namun, apakah benar seperti itu?
Yamato mengangkat wajahnya perlahan, matanya dipenuhi kebingungan dan frustrasi.
"Kurasa aku hanya sial," gumamnya. "Aku nggak ngelakuin apa-apa, tapi kenapa semua orang mulai menjauh?"
Naruto memperhatikan reaksi Hayato. Senyumnya tetap sama, penuh ketenangan, tetapi Naruto bisa merasakan ada sesuatu yang… ganjil.
"Jangan terlalu dipikirkan," kata Hayato dengan nada lembut. "Kadang, orang lain hanya melihat apa yang mereka ingin lihat. Yang penting, kita tahu kebenarannya, kan?"
Yamato mengangguk pelan, meskipun matanya masih menyimpan keraguan.
Ouka menyeringai lebih lebar. "Ya, tentu saja. Lagi pula, orang-orang cuma perlu cerita menarik buat mengisi hari mereka, kan?"
Kalimat itu membuat Yamato menegang, tetapi Ouka hanya tertawa kecil sebelum berbalik pergi.
Naruto mengangkat alis. Orang ini… dia bukan hanya sekadar pengamat. Dia menikmati kekacauan ini.
Dengan tenang, Naruto melanjutkan langkahnya ke kelas, pikirannya mulai menyusun rencana berikutnya.
Sekarang aku tahu, Yamato bukan satu-satunya yang perlu kuperhatikan.
Jam pulang akhirnya tiba, Naruto segera menuju ruang klub relawan. Di sana sudah ada Yukino yang setia dengan buku bacaannya.
"Selamat datang," Sapanya datar.
"Ha'i!" Balas Naruto yang juga datar dan segera mengambil tempat duduk. Tidak banya interaksi diantara keduanya.
Lalu dia anggota klub lainnya datang dengan wajah lemas, seakan energi mereka sudah habis sebab melakukan pengamatan satu hari penuh.
Yukino, dengan sikap dinginnya yang khas, menatap dua anggota klubnya yang baru saja kembali dari tugas pengamatan. Sementara itu, Naruto hanya duduk diam di sudut ruangan, mendengarkan.
“Jadi?” Yukino menyilangkan tangan, ekspresinya tetap datar. “Apa yang kalian temukan?”
Yuigahama mengusap tengkuknya dengan canggung. “Umm… aku memang dengar banyak gadis membicarakan Yamato. Mereka bilang dia suka main perempuan, dan beberapa dari mereka bahkan mengaku pernah jadi ‘korban’-nya.”
Naruto tetap diam, hanya memperhatikan bagaimana Yukino bereaksi terhadap informasi itu.
“Hmph.” Yukino mendecih pelan, lalu menoleh ke Hikigaya. “Hikigaya, bagaimana denganmu?”
Hachiman, yang sejak tadi terlihat enggan berbicara, akhirnya mendesah pelan.
“Yah… kalau dari pengamatanku, tingkahnya memang cukup mencurigakan. Dia sering terlihat mendekati banyak gadis dengan cara yang sama, tapi sikapnya berubah-ubah tergantung siapa yang diajak bicara. Kadang lembut, kadang terlalu percaya diri. Seakan dia menyesuaikan diri agar selalu terlihat menarik di mata mereka.”
Naruto mengangkat alis, tertarik dengan analisis Hachiman.
“Tapi bukan berarti dia pasti pelakunya, kan?” Naruto akhirnya bersuara.
Hachiman meliriknya dengan mata malas. “Tentu saja. Itu hanya pola yang kutemukan. Tapi kalau ditanya apakah dia punya motif untuk meneror Hayasaka, jawabannya masih belum pasti.”
Yukino mengangguk kecil, matanya beralih ke Naruto. “Lalu bagaimana denganmu? Kau tidak hanya diam dan duduk manis, kan?”
Naruto mengangkat bahu. “Aku punya dugaan, tapi belum cukup bukti. Yamato memang mencurigakan, tapi ada sesuatu yang tidak cocok. Aku masih mencari kepingan yang hilang.”
Yuigahama menatap mereka bertiga bergantian, lalu mendekat sedikit. “Jadi… sekarang kita gimana? Apa kita tetap mengawasi Yamato?”
Yukino terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Kita lanjutkan pengamatan. Jika dia memang pelakunya, kita harus memastikan agar dia tidak bisa mengelak dari kebenaran.”
Naruto hanya tersenyum samar.
Yamato mungkin tampak seperti sosok yang paling mencurigakan… tapi Naruto merasa masih ada satu benang merah yang belum tersentuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments