Di siang hari yang terik, Naruto berdiri di depan koridor kelas 2B, menunggu seseorang yang bisa menghubungkannya dengan Hayasaka Aoi. Tidak butuh waktu lama sebelum seorang gadis dengan rambut sebahu menghampirinya.
“Kau mencari Hayasaka-san?” tanya gadis itu, sedikit waspada.
Naruto mengangguk pelan. “Bisa tolong sampaikan kalau aku ingin berbicara dengannya sebentar? Ini tentang permintaan yang dia ajukan ke klub relawan.”
Gadis itu ragu sejenak, lalu mengangguk dan masuk ke dalam kelas. Naruto bersandar di dinding, menunggu dengan sabar sambil berpikir. Puzzle ini belum lengkap. Jika dia ingin membuat Yamato atau siapa pun yang dia curigai tak bisa mengelak, dia butuh sesuatu yang lebih.
Tak lama kemudian, suara langkah kaki mendekat. Hayasaka Aoi muncul dengan ekspresi penuh tanda tanya. “Kau ingin berbicara denganku?”
Naruto menegakkan tubuhnya. “Ya, ini tentang permintaanmu. Aku ingin tahu sesuatu.”
Aoi menyilangkan tangan di dadanya. “Apa itu?”
Naruto menatapnya dengan mata tenang. “Kau menolak seseorang baru-baru ini, kan?”
Aoi mengerutkan kening mendengar pertanyaan Naruto. Dia melipat tangan di dadanya dan menatapnya dengan curiga.
"Aku tidak tahu bagaimana kau bisa tahu, tapi ya... aku melakukannya."
Naruto menghela napas, menatapnya seolah jawaban itu tidak masuk akal. "Kau sendiri yang bilang saat di ruang klub relawan."
Aoi terdiam sejenak, lalu mengerjapkan mata. “Eh?”
“Kau menyebutkan kalau seseorang mengancammu, tapi kau tidak mengatakan alasannya dengan jelas,” lanjut Naruto. “Tapi saat kau bicara, aku menangkap sedikit getaran emosional di suaramu, terutama saat Yukinoshita bertanya apakah kau memiliki firasat siapa pelakunya. Kau menghindari pertanyaan itu. Itu artinya kau tahu, atau setidaknya punya dugaan kuat.”
Aoi mengalihkan pandangannya, terlihat sedikit gelisah. “Aku… hanya tidak ingin menuduh seseorang tanpa bukti.”
Naruto menaruh tangannya di saku dan menatapnya dengan mata tenang. “Dan itu alasan bagus. Tapi justru karena itu aku ingin tahu di mana kau menolak orang itu. Aku hanya ingin memastikan sesuatu.”
Aoi menggigit bibirnya sebentar sebelum akhirnya menghela napas. “Di belakang gedung olahraga. Sepulang sekolah.”
Naruto mengangguk, menangkap sedikit perubahan di ekspresi Aoi. Gadis itu masih tampak enggan berbicara lebih jauh.
“Baiklah, aku tidak akan menanyakan lebih lanjut,” katanya. “Terima kasih atas informasinya.”
Saat dia berbalik untuk pergi, Aoi tiba-tiba berbicara.
“Naruto.”
Dia berhenti, menoleh sedikit.
“Apa menurutmu aku salah karena menolak seseorang?”
Naruto menatapnya beberapa detik sebelum menjawab dengan suara tenang namun mantap. “Tidak. Kau hanya melakukan apa yang kau anggap benar. Tapi bukan berarti orang yang ditolak bisa langsung menerima itu dengan mudah.”
Aoi menggigit bibirnya, lalu tersenyum kecil. “Itu jawaban yang cukup adil.”
Naruto tak menanggapi lebih jauh dan kembali melangkah pergi. Sekarang, tujuannya jelas—belakang gedung olahraga. Jika ada sesuatu yang bisa menguatkan dugaannya, maka di sanalah dia akan menemukannya.
Ketika sampai dibelakang gedung olahraga, Naruto menyapu pandang sekitar. Untuk mencari petunjuk, lalu matanya terpaku pada seorang gadis berkacamata yang fokus pada buku yang sedang dibacanya.
Naruto melangkah mendekati gadis berkacamata itu. Dari seragamnya, dia tampak seperti siswa kelas satu. Gadis itu duduk bersandar di batang pohon dengan sebuah buku terbuka di pangkuannya, sesekali memainkan ujung rambutnya. Saat Naruto berdiri di dekatnya, dia mengangkat wajah dan menatapnya dengan sedikit rasa penasaran.
“Maaf mengganggu, tapi aku ingin bertanya sesuatu,” kata Naruto dengan nada tenang. “Akhir-akhir ini, apakah kau pernah melihat dua orang berduaan di belakang gedung olahraga?”
Gadis itu mengerjapkan mata sejenak, lalu mengangguk. “Ya, aku pernah melihatnya.”
Naruto sedikit mengangkat alisnya. “Kapan itu terjadi?”
Gadis itu mengerutkan kening, tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, “Sekitar beberapa hari lalu. Aku sering duduk di sini sepulang sekolah, jadi aku melihat mereka berbicara dengan cukup serius.”
“Bisakah kau menggambarkan mereka?” Naruto bertanya dengan suara hati-hati, tidak ingin membuat gadis itu merasa terintimidasi.
Dia menyesuaikan kacamatanya dan mengangguk. “Gadisnya punya rambut pirang dan tampak anggun. Sementara laki-lakinya… dia tampak sedikit gelisah. Aku tidak terlalu melihat wajahnya dengan jelas karena dia lebih sering menunduk. Tapi aku bisa mendengar beberapa kata dari percakapan mereka.”
Naruto memperhatikan perubahan ekspresi gadis itu. Sepertinya ada sesuatu yang mengganggunya.
“Apa yang kau dengar?” tanyanya lembut.
Gadis itu menggigit bibirnya sebelum akhirnya berbicara dengan suara pelan, seakan takut kata-katanya akan membawa masalah. “Aku tidak ingin membuat masalah, tapi laki-laki itu berkata sesuatu seperti… ‘Aku tidak bisa menerimanya. Kau tahu aku serius, kan? Aku akan melakukan apa saja agar kau mengerti perasaanku.’”
Naruto mempersempit matanya. Itu sudah cukup untuk mengkonfirmasi dugaannya.
Gadis itu melanjutkan dengan ragu. “Lalu gadis itu—kalau tidak salah dia bilang… ‘Aku minta maaf, tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu. Aku harap kau bisa mengerti.’”
Naruto mengangguk, memastikan setiap informasi yang dia dapatkan tersusun rapi dalam pikirannya.
“Terima kasih,” katanya dengan tulus. “Jawabanmu sangat membantu.”
Gadis itu tersenyum kecil. “Aku senang bisa membantu. Tapi…” Dia menatap Naruto dengan ekspresi sedikit khawatir. “Apa laki-laki itu melakukan sesuatu yang buruk?”
Naruto tidak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum samar. “Itu yang sedang coba aku cari tahu.”
Setelah itu, dia berbalik dan berjalan menjauh. Kini dia memiliki satu potongan bukti lagi yang semakin menguatkan kecurigaannya. Langkahnya mantap, pikirannya fokus. Satu hal yang pasti—dia tidak akan berhenti sampai menemukan kebenaran.
Tiba-tiba Naruto berhenti melangkah, seakan ada sesuatu yang mengusiknya sebelum dia bisa pergi lebih jauh. Dia berbalik, kembali menatap gadis berkacamata yang masih duduk di bawah pohon. Tatapannya lembut, tidak mengintimidasi, tetapi cukup tajam untuk menunjukkan bahwa dia tidak akan menyerah begitu saja.
"Apa kau mengenalnya?" Naruto bertanya, suaranya tenang tetapi langsung menusuk ke inti masalah.
Gadis itu sedikit tersentak, jelas tidak nyaman dengan pertanyaan tersebut. Dia menunduk, memainkan ujung rok seragamnya dengan gelisah. "Aku... aku tidak tahu..."
Naruto tidak segera menekan. Dia tahu betul bahwa memaksa seseorang hanya akan membuat mereka semakin menutup diri. Sebaliknya, dia memilih pendekatan yang lebih halus.
"Aku hanya ingin memahami situasi ini," ujarnya pelan, suaranya terdengar hampir menenangkan. "Aku tidak peduli dengan gosip atau rumor. Aku hanya ingin tahu kebenarannya. Jika kau memang tahu sesuatu, aku jamin aku tidak akan menyebarkannya."
Gadis itu menggigit bibirnya, tampak ragu untuk beberapa saat. Namun, ada sesuatu di mata Naruto—sesuatu yang membuatnya percaya bahwa laki-laki di depannya bukan tipe yang akan menggunakannya untuk kepentingan buruk.
Akhirnya, setelah keheningan yang terasa lama, dia menghela napas dan berkata pelan, "Yamato."
Naruto tidak bereaksi secara berlebihan, meski di dalam benaknya, itu adalah konfirmasi yang dia butuhkan.
"Jadi itu dia..." gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments