Maria makan sambil menatap Mario dan Safira. Ia baru saja diberi tahu jika pria tamvan yang sedang makan bersama dengannya itu adalah seorang auditor. Artinya selain kece tampang serta jabatan. Dompet pria itu juga gemuk ginuk - ginuk. Berbanding terbalik dengan Rico yang dompetnya kering kerontang akibat gemar berjudi dan mabuk. Akibat kebiasaan buruk tersebut, Rico jadi memiliki banyak hutang di kantor.
Seketika otak Maria jadi memiliki rencana untuk mendekatkan Safira dengan Mario. Siapa tahu kedua orang itu berjodoh. Daripada Safira masih mengharapkan cinta si buluk, lelaki yang mendekati sahabatnya hanya karena memiliki niat busuk agar mudah melakukan kasbon.
Kalau Safira bisa jadian dengan pak Mario, sahabatnya akan menjadi seorang nyonya kaya raya. Otomatis hati Maria juga ikut bahagia. Yang jelas Safira harus segera mendapatkan pengganti si Rico yang buluk dan brengsek itu.
Berbeda dengan isi otak Maria. Mario justru diam - diam mengamati perilaku Maria. Gadis itu bagaikan fotocopyan almarhumah ibunya. Seandainya Mario tidak bisa menahan diri, ingin rasanya ia memeluk Maria untuk melepaskan kerinduannya pada sosok sang ibu yang telah berpulang setahun yang lalu.
Safira menatap Maria dan Mario sambil tersenyum - senyum. Baru kali ini ia mendapati pak Mario merasa penasaran dengan seorang perempuan. Kalau perempuan itu adalah Maria? Betapa beruntungnya sahabatnya itu. Setidaknya Maria bisa tampil jemawa dihadapan Yudha karena mendapatkan pria yang tak kalah stunning dengan lelaki yang pernah menolak Maria dulu.
"Mar!" Safira menepuk punggung Maria.
"Imar. Au..costenita soy." Teguran Safira membuat Maria spontan menyanyikan sountrack telenovela jadul yang selalu ia tonton bersama neneknya saat masih kecil dulu. Itu adalah acara sejuta umat yang selalu dinantikan seluruh ibu - ibu di Indonesia. Drama latin tersebut berkisah tentang si gadis malang yang diasuh oleh kakek dan neneknya semenjak masih kecil. Maria yang merasa senasib dengan si Marimar pun mengidolakan tokoh dalam cerita itu. Makanya ia selalu menyanyukan lagu tersebut dan terbawa hingga kini.
Safira merasa tidak enak saat tanpa sengaja membuka rahasia tentang latahnya Maria di hadapan Mario yang sempat bengong - bengong. Beberapa detik kemudian pria itu tertawa terbahak saat menyadari tingkah Maria yang lucu. Padahal Safira hanya bermaksud mengingatkan sahabatnya untuk segera membereskan piring dan sendok yang baru saja mereka gunakan untuk makan.
Maria segera membawa piranti makan yang kotor tersebut dengan perasaan malu. Kebiasaannya sejak masih kecil belum juga hilang. Sedangkan sambil masih tertawa, Mario pun bertanya pada Safira.
"Latahnya lucu."
"Itu karena Maria penggemar beratnya Marimar, Pak."
"Marimar itu siapa?"
"Itu loh, Pak. Tokoh telenovela jadul jaman kami masih TK dulu. Sewaktu saya bertanya pada Maria tentang alasan menyukai Marimar, katanya karena nasib mereka berdua itu sama. Yaitu sama - sama sudah tidak memiliki ibu dan diasuh oleh neneknya."
Penjelasan yang dikemukakan oleh Safira membuat tawa Mario terhenti seketika.
"Jadi Maria sejak kecil sudah tidak mempunyai ibu?"
*****
"Saf, pak Mario sudah pergi kan? Aku mau ngomong nih." Maria buru - buru menghampiri Safira yang tengah beberes kantor.
"Kamu mau nanyain pak Mario ya?" tanya Safira sambil memasukkan sepuluh bundel uang dua ribuan yang baru saja ia sortir agar mempermudah setoran di bank, ke dalam brankas.
"Bukan! Tapi aku minta ijin menempati kamar di kantor untuk numpang tidur." ucap Maria sambil menunjuk salah satu kamar yang ada di gedung kantor.
"Kamu tidak pulang? Berantem lagi ya sama pak Toco?" tanya Safira dengan wajah prihatin. Pasangan bapak dan anak tersebut memang kelewat sering berantem. Entah sampai kapan mereka berdua bisa akur
Maria menggelengkan kepalanya, kemudian ia memamerkan tas koper lusuhnya yang tampak gemuk berisi muatan.
"Aku diusir dari rumah, Saf." Maria tertunduk malu. Ia selalu saja merepotkan sahabatnya. Setelah dibantu mendapatkan pekerjaan, sekarang minta di ijinkan menumpang di salah satu ruangan kantor tempat mereka bekerja.
"Berantem ya berantem lah! Tapi pak Toco jangan mengusir anaknya gitu dong!"
Wajah Maria tampak sendu. Ia merasa bingung bagaimana caranya menjelaskan pada Safira. Bagaimana bisa curhat? Safira saja sedang muyeng dengan polah tingkah Rico serta hasil audit Pasti Pas barusan.
Maria menghela nafas kemudian menghembuskan nafasnya. "Saf, sebenarnya aku..."
Penjelasan singkat yang diutarakan Maria membuat Safira menatap Sahabatnya dengan tatapan tak percaya. "Kenapa kamu tidak memberi tahu aku dari semalam?" Safira memprotes sahabatnya sekaligus merasa bersalah. Seandainya ia tidak mengajak Maria mengunjungi mbah D, pasti tidak akan ada kejadiannya seperti sekarang.
"Sebenarnya aku baru akan mengabarimu tadi pagi. Tapi karena aku diusir oleh para centeng itu, ya aku pikir ngapain aku memberitahu kalian. Kamu datang melayat pun, aku sudah tidak memiliki tempat untuk menyambut kedatanganmu dan teman - teman." Maria mengemukakan alasannya. "Tenang Saf. Setelah aku mendapatkan gajiku untuk menyewa kost. Aku akan pergi dari tempat ini," janji Maria.
******
Maria bisa bernafas lega saat Safira mengijinkan dirinya menggunakan salah satu kamar di kantor untuk tidur. Sayangnya karena kamar itu jarang ditempati, Maria harus membersihkannya terlebih dahulu.
Karena malas mengambil peralatan kebersihan yang tersimpan di gudang bawah, Maria asal menyambar handuk lusuh yang tersampir di jemuran kecil dekat kamar mandi.
Tanpa mengecek kembali handuk lusuh tersebut, Maria pun memakainya untuk mengepel lantai ruangan. Setelah ruangan itu bersih, ia pun membilas handuk pel tersebut dan menggantungkan kembali di sampiran jemuran.
Malamnya setelah selesai mandi dan menggosok gigi, Maria segera masuk ke ruangannya dan memanjatkan doa. Seandainya ia tidak terburu - buru diusir dari rumah, mungkin ia bisa mengadakan tahlilan sederhana untuk mendoakan bapaknya.
Karena tidak ada tempat untuk mengundang jamaah tahlil, ia pun terpaksa membaca doa sendirian. "Maaf, Pak. Anakmu belum mampu mengadakan tahlil untukmu. Aku hanya bisa berdoa untuk bapak. Semoga Tuhan berkenan mengampuni dan menempatkanmu di tempat terbaik. Amin." Maria mengakhiri doa tahlilnya dengan sebuah harapan.
******
Pagi hari nya ketika sedang membersihkan kantor. Maria merasa terkejut mendapati Rico keluar dari kamar yang terletak persis disebelah kamar yang semalam ia tempati.
Maria jadi teringat ucapan Safira jika si buluk memang jarang pulang ke rumah dan lebih suka menginap di kantor. Alasannya berjaga - jaga jika malamnya ada truk tangki yang datang untuk melakukan bongkaran.
Pria itu masuk ke kamar mandi. Maria sengaja meleletkan lidahnya untuk mengejek Rico. Kelakuan brengsek pria itu yang sudah menyakiti hati Safira, membuatnya antipati.
Bunyi siulan terdengar bersamaan dengan pintu yang terbuka. Maria melihat Rico tengah mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk lusuh yang semalam dikira Maria sebagai kain pel.
Tawa Maria pun membahana. "Hahahahaha..."
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Audrey Chanel
sukurin handuknya buat ngepel
2023-03-24
0
atin p
😀😀😀😀thor...edannn tenan critone iki
2022-02-19
0
Sri Hartini
menurutku yudha gak lah buruk,soalnya kelakuan maria sendiri yg menurutku keterlaluan bercandanya,terang aja langsung ditolak cintanya
2022-01-08
0