Bab 2

"Kalian pegangin, jangan sampai lepas!" ucap bosnya.

"Siap, Bos!" jawab keduanya. Mereka berdua ikut meneguk ludahnya melihat kecantikan Hasya.

"Ini memang hari keberuntungan kita!" ucap bosnya lagi. Dia mulai mendekatkan wajahnya ke arah wajah Hasya. Sedangkan Hasya sedang berusaha memutar 0taknya supaya dia bisa terlepas dari ketiga pria tersebut.

"Ular! Ular!" teriak Hasya. Hanya ular yang terlintas de kepalanya sekarang.

"Shit! Mana ularnya? Biar abang makan!" bosnya itu merasa kesal, karena usaha dia untuk menyatukan bibirnya dengan bibir Hasya gagal. Begitupun dengan kedua temannya, dia langsung melepaskan tangan Hasya karena merasa kaget, mengingat tempat itu gelap.

Bugh! Hasya menendang bagian inti dari bosnya yang memang tepat ada di depannya.

Bruk!

"Aargghh! S1alan!" bosnya itu memegang bagian intinya sambil terlentang, karena tadi dia langsung jatuh saat Hasya menendangnya.

Hasya langsung lari sekuat tenaganya untuk meninggalkan tempat itu.

"Kejar! Kenapa kalian malah bengong di situ?!" bosnya itu marah, karena melihat anak buahnya yang dia terpaku melihat kepergian Hasya.

"Ba-baik, bos." keduanya langsung berlari untuk mengejar Hasya.

"Heh! Bantu saya dulu!" bagai kerbau yang dicucuk hidungnya, keduanya kembali lagi menghampiri bosnya.

"Satu orang saja! Lo, kejar dia! Kenapa kalian bod0h sekali?!" sentaknya.

"Lo, atau gue!"

"Gue aja!"

"Gue aja!"

"Oke, kita suit!"

Bugh

Bugh

Keduanya langsung mendapatkan b0gem mentah dari bosnya. "Dasar gak becvs!" sentaknya lagi.

"A-a-ampun, bos!"

"Gara-gara kalian, kita gagal makan enak malam ini!" sentaknya lagi. Lalu ia melihat ke arah Hasya yang masih berlari dan ternyata Hasya berlari sampai ke tengah jalan.

Bugh!

Bugh!

Bosnya itu kembali melayangkan b0geman mentah untuk melamp1askan kekesalannya.

Sementara Hasya yang merasa ketakutan, ia terus berlari tanpa menyadari kalau sekarang dieinya sudah berada di tengah jalan raya.

Tin tin...

Suara klakson dari beberapa kendaraan yang lewat itu seolah menyadarkan Hasya. Ia langsung berdiri di tempat dan menoleh ke samping.

Tin Tinn.... Suara lengkingan klakson mobil di depannya itu sangat memekikan telinga.

"Aaaaa!" Hasya berteriak dan berjongkok sambil menutup telinganya.

Ckit! Disusul dengan decitan rem yang diinjak mendadak.

Ceklek! Pemilik mobil itu keluar untuk melihat Hasya, apakah tertabrak atau tidaknya. Ada beberapa pengendara juga yang turun dan melihat keadaan Hasya.

"Apa gak papa?"

"Luka, gak?"

"Parah, gak?:

"Pasti shock si Mbaknya!"

"Mas, kenapa kamu diam saja? Tolongin dia!" suara seorang ibu-ibu terdengar jelas di telinga Hasya. Barulah Hasya mau membuka matanya yang dari tadi sengaja ia pejamkan.

"Bu, tolongin saya. Di sana ada preman." Hasya terlihat sangat ketakutan. Semua orang melihat ke arah yang Hasya tunjuk.

"Di mana, Nak? Di sana itu kebun kosong, gak bakal ada orangnya." sahut ibu itu.

"Baru saja saya dibawa ke sana, Bu. Beruntung saya bisa kabur." Hasya terisak.

Semua orang menatap satu sama lain, apa iya? Pikir mereka.

"Ada yang luka, gak?" tanya ibu-ibu itu lagi. "Kita ke tepi aja dulu, bisa macet kalau bicara di sini." Ibu itu dengan senang hati membantu Hasya untuk bangun.

"Terimakasih banyak." ucap Hasya.

"Tapi ada luka, gak?" ibu-ibu itu sangat ramah, membuat Hasya sekuat tenaga menahan tangisnya. Dia sangat merindukan ibunya, tapi dia tidak berani untuk pulang. "biar mas itu tanggung jawab." ibu itu melirik pemilik mobil yang hampir menabrak Hasya tadi.

Hasya melirik sekilas tanpa melihat siapa orangnya. "Gak usah, Bu. Aku gak papa, kok. Aku mau pulang saja." jawab Hasya. Tubuhnya sedikit bergetar dan lemas.

"Pulangnya ke mana? Kenapa ada di sini?" tanya ibu itu lagi.

"Di kos seberang universitas Dharma di depan sana, Bu. Cuma tadi aku naik angkot kelewat, jadilah sampai ke sini." sebenarnya Hasya sudah malas bicara karena tubuhnya sedikit menggigil. Dia idak bisa shock. Tapi malam ini mengalami dua kali yang membuatnya shock. Tapi, karena si ibunya sangat ramah, Hasya juga tidak bisa mengelak. Tidak sopan namanya.

"Oh... Di depan, ya. Lain kali hati-hati. Ibu lihatin dari sini, maaf aja kalau dianterin kejauhan putar baliknya, ibu gak bisa." ucap ibu itu. Dia di tunggu suaminya di tepi jalan. Dia juga hanya memakai motor. Jalanan yang tadi berkerumun, sekarang sudah kembali normal.

"Terimakasih banyak, Bu. Aku hutang budi sama ibu."

"Jangan menganggap begitu, kita melakukan ini karena ikhlas. Kalau gak ikhlas, mana mungkin ibu berhenti. Buktinya si Mas tadi, dia langsung kabur aja, beruntung kamu gak papa, Nak."

"Iya, bu. Aku heran aja. Waktu tadi aku di seret ke sana gak ada orang sama sekali, tapi alhamdulillah aku bisa selamat."

"Bersyukurlah, Nak. Allah masih menjaga kamu."

Hasya mengangguk, kemudian ia berpamitan dan ia pulang ke kos-an nya.

"Neng Hasya habis dari mana? Kok pulang larut?" tanya security kos yang disewa oleh Hasya.

"Maaf, Pak. Tadi ada insiden yang membuat aku harus pulang malam. Hampir saja aku di tabrak mobil." security itu menatap Hasya dari atas sampai bawah. Matanya langsung menangkap ke wajah Hasya yang terlihat pucat.

"Neng Hasya sakit? Wajahnya pucat."

"Karena shock, hampir ketabrak mobil, Pak. Jadi wajah aku pucat." tidak bohong, tapi Hasya tidak menceritakan detailnya. Dia tidak ingin orang tahu apa yang sudah terjadi kepadanya.

"Oh, tapi gak papa? Ada yang luka?" biasanya security itu galak, beruntung malam ini dia baik. Mungkin karena baru saja menerima gajinya.

"Gak ada, Pak. Cuma shock doang. Aku boleh masuk, kan?"

"Ya, silahkan!" Hasya bernapas lega, security itu lagi baik hati malam ini.

"Terimakasih, Pak." Hasya langsung masuk ke dalam dan naik ke lantai dua, karena kamarnya berada di lantai dua.

Bruk!

Hasya langsung menjatuhkan tubuhnya di kasur setengah empuk itu. Kemudian ia memejamkan matanya sejenak, lalu di kepalanya kembali terlintas perlakuan ketiga pria yang dipastikan preman itu.

Hasya langsung merasa jijik, dia langsung menuju kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya walaupun tadi sore dia sudah mandi di restorannya bunda Dewi.

Setelah mandi, Hasya kembali merebahkan tubuhnya dan ia terlelap tidur.

***

Kring kring kring

Dering ponsel dari tadi mengganggu pendengaran Hasya. Matanya terasa lengket dan sulit untuk dibuka. Hasya kembali tertidur lelap setelah dia mematikan dering ponselnya.

Dor dor dor!

Sekarang suara gedoran pintu yang mengusik tidur lelapnya.

"Hoaamm!" Hasya menguap lebar, tapi ia segera menutup mulutnya.

Dor dor dor!

"Hasya! Lo belum bangun juga?! Atau, Lo, kemana?" siapa lagi kalau bukan sahabat paling dekatnya, yaitu Aurel, anak dati bunda Dewi yang sering membangunkannya.

Aurel sendiri sengaja selalu mampir ke kosan Hasya terlebih sebelum dia kuliah. Dan Aurel sangat sering mendapati Hasya yang belum bangun, padahal sudah jam setengah enam pagi.

"Iya, gue bangun." Suara Hasya terdengar lemah di telinga Aurel.

"Lo, sakit?"

Ceklek! Hasya membuka pintu kamarnya.

"Lo, masuk aja dulu, gue mandi."

"Jangan lama-lama. lima belas menit lagi jam enam." Aurel kembali mengingatkan.

"Lo, kurang pagi ke sininya." Hasya terlihat kembali menguap.

"Kan, sudah bunda suruh tinggal di rumah sama gue, Lo-nya yang gak mau."

"Gak enaklah, gue. Dah, ya, gue mandi dulu."

Selesai mandi, Hasya segera bersiap dengan kecepatan kilat. Dia hampir terlambat mengingat kemacetan jalan ibu kota tidak ada duanya.

"Hati-hati!" Aurel melambaikan tangannya saat Hasya sudah duduk di angkot. Tadi Hasya naik motornya Aurel untuk menyebrang jalan, karena kalu berangkat, dia harus menunggu angkotnya di depan Universitas atau kampus.

Benar saja, Hasya telat berangkat. Dia terjebak macet yang mengular lebih dari dua ratus meter. Dia duduk gelisah, matanya tidak lepas dari jam yang melingkar dipergelangan tangannya.

Saat sudah berada di dekat perusahaan tempatnya bekerja, Hasya memilih turun untuk jalan kaki saja dati pada menunggu lama.

Huft! Hasya membuang napasnya kasar. Lalu ia berjalan menyusuri trotoar di jalan menuju perusahaan.

Sekitar lima puluh meter lagi, Syafa dikejutkan oleh teriakan seorang nenek yang berada sekitar lima meter darinya.

"Jambret! Jambret! Tolong!" teriak nenek itu. Hati nurani Hasya tergerak, dia langsung berlari dan mengejar jambret tersebut.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!