Axeline duduk di meja makan, mencoba menikmati kebersamaan dua keluarga besar yang berkumpul malam ini. Namun, ada sesuatu yang terasa berbeda.
Keynan menjaga jarak, seolah mereka tidak pernah saling mengenal. Bahkan selama makan malam, pria itu hampir tidak berbicara dengannya.
Axeline menggenggam sendok erat. Gelisah dan kecewa bercampur menjadi satu. Apakah ia melakukan kesalahan?
"Kau kenapa?" suara Axel membuyarkan lamunannya.
Axeline tersentak, mendapati perhatian semua orang kini tertuju padanya. Ia tersenyum canggung. "A-aku baik-baik saja," ucapnya pelan, menunduk, mengaduk makanannya tanpa niat menyantapnya.
Sekilas, ia melirik Keynan, berharap ada reaksi. Namun, pria itu tetap tenang, fokus pada makanannya seakan tak terjadi apa-apa.
"Daddy senang akhirnya kau pulang, Keynan. Dengan begitu, kau bisa membantu Daddy mengurus perusahaan," ucap ayahnya penuh harapan.
Keynan hanya mengangguk tanpa ekspresi. Berbeda dengan Axeline. Dadanya terasa sesak, jantungnya berdetak lebih cepat. Jika Keynan mengurus perusahaan, mereka akan lebih sering bertemu, bukan?
Makan malam berlalu dalam kecanggungan. Satu per satu orang meninggalkan meja, termasuk Keynan yang bangkit tanpa sepatah kata, meninggalkan Axeline yang masih terpaku di tempatnya.
Ia menatap punggung pria itu yang semakin menjauh. Kenapa Keynan berubah?
Axeline ingin mengejarnya dan bertanya langsung. Tapi langkahnya terasa berat. Bagaimana jika jawabannya lebih menyakitkan dari diamnya saat ini?
"Kau tidak ingin bicara dengannya?" suara Axel menyadarkannya.
Axeline menoleh, mendapati kakaknya menatapnya penuh arti. "Apa?" gumamnya, pura-pura tak mengerti.
Axel mendengus. "Jangan pura-pura bodoh. Jelas sekali kau ingin bicara dengannya."
Axeline terdiam, menggenggam liontin setengah hati di lehernya. "Kak, aku mau pulang," lirihnya.
Axel mengernyit. "Pulang? Kau yakin?"
Axeline mengangguk tanpa banyak bicara, lalu bangkit dan keluar tanpa berpamitan.
"Ck, dasar anak itu," gerutu Axel, lalu berpamitan pada keluarga sebelum menyusul adiknya yang sudah duduk di dalam mobil.
Begitu masuk, Axel melirik Axeline. "Kau baik-baik saja?"
"Iya. Aku hanya lelah," jawabnya pelan.
Axel tidak bertanya lagi. Ia menyalakan mesin dan melajukan mobil.
Dari balik jendela, sepasang mata mengawasi mereka dalam diam.
Keesokan harinya, Axeline bangun lebih awal. Hari kedua magang seharusnya membuatnya bersemangat, tapi kali ini tidak.
Bukan karena pekerjaannya berat, melainkan karena ia akan lebih sering bertemu Keynan di perusahaan. Bukankah seharusnya ia senang?
Ya, jika saja Keynan tidak bersikap dingin padanya. Lima tahun berpisah, apakah itu cukup untuk menghapus segalanya?
Mungkin Keynan mengalami banyak hal di sana. Mungkin ada alasan di balik sikapnya.
"Aku tidak boleh begini. Aku harus meminta penjelasan darinya," gumamnya.
Setelah bersiap, ia turun ke ruang makan. Dengan cepat, ia menggigit roti tawar dan meneguk susu.
"Sayang, kenapa kau tergesa-gesa?" tanya Keyra heran.
"Aku takut terlambat, Mom." Axeline mencium pipi ayah dan ibunya. "Aku berangkat dulu!" Tanpa menunggu jawaban, ia bergegas keluar dan menaiki taksi.
Tidak butuh waktu lama, ia tiba di NA Company. Hari ini, ia harus menemui Keynan. Tidak peduli apa pun yang terjadi.
Begitu turun dari taksi, matanya menangkap sosok pria itu bersama asistennya. Tanpa berpikir panjang, Axeline buru-buru mengikuti mereka.
Saat Keynan dan asistennya hendak masuk ke lift khusus, Axeline menerobos masuk, berdiri di belakangnya dengan napas terengah. Ia hanya bisa berharap tidak ada karyawan yang melihatnya.
Keynan tetap diam, tidak menunjukkan reaksi. Wajahnya datar, seolah kehadiran Axeline sama sekali tidak berarti.
Namun, Andrian, asistennya, memilih keluar tanpa sepatah kata. Ia tahu siapa Axeline dan lebih memilih untuk tidak terlibat.
Lift mulai bergerak.
Keynan sibuk dengan ponselnya, sementara Axeline menatapnya nanar, mencari jawaban yang tidak kunjung datang.
Hingga akhirnya, ia tak bisa menahan diri. "Ada apa? Kenapa kau mendiamkan ku? Apa aku melakukan kesalahan?" tanyanya dengan suara bergetar.
Keynan tidak langsung menjawab. Ia memasukkan ponsel ke dalam saku tepat saat pintu lift terbuka. Dan sebelum melangkah keluar, ia akhirnya berkata, "Perhatikan sikapmu, Nona Axeline. Ingat! Ini di perusahaan." Tanpa menoleh, ia berjalan pergi, meninggalkan Axeline yang masih terpaku di tempatnya.
Sakit. Itu yang Axeline rasakan. Namun, ia tidak ingin menyerah. Ia akan menunggu sampai jam pulang tiba, berharap saat itu bisa berbicara lebih leluasa dengan Keynan.
...****************...
Waktu yang dinantikan pun datang. Setelah seharian bekerja membantu para seniornya, semua bersiap untuk pulang, mengistirahatkan tubuh mereka yang lelah.
Namun, berbeda dengan Axeline yang justru merasa jantungnya berdebar semakin kencang.
Axeline menatap keluar jendela, di mana hari mulai gelap. Satu per satu lampu di kantor mulai dimatikan, menandakan bahwa hampir semua orang sudah pergi. Tapi, dia masih berdiri di sana, menunggu Keynan.
Namun, satu jam berlalu dan pria itu masih juga belum terlihat. "Apa dia lembur?" gumamnya. Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat jam di layar sudah menunjukkan pukul 8 malam.
Axeline segera mengirim pesan kepada kakaknya, memberi tahu bahwa ia akan pulang terlambat. Setelah itu, ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.
"Lebih baik aku ke ruangannya saja." Axeline melangkah perlahan di lorong yang mulai gelap. Hampir semua ruangan telah dimatikan, meninggalkan suasana sunyi yang semakin membuatnya gugup. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri, tapi langkahnya terhenti saat melihat ruangan Keynan yang masih terang.
"Kali ini bukan jam kerja. Aku harap kau mau berbicara denganku dan menjelaskan semuanya, Kak," gumamnya.
Axeline mengangkat tangannya, meraih kenop pintu, lalu mendorongnya perlahan. Namun, begitu pintu terbuka, pemandangan di depannya membuatnya terkejut.
Di atas meja, terdapat sebotol minuman beralkohol yang hampir habis. Ruangan terasa sunyi, hanya ada cahaya lampu yang menerangi sudut-sudutnya.
Axeline melangkah masuk dengan ragu, mencari sosok Keynan. "Kenapa dia minum di kantor?"
Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, sebuah tangan tiba-tiba menariknya. Ia kehilangan keseimbangan dan jatuh ke atas sofa.
"Apa yang kau lakukan?" Axeline menegang saat mendapati Keynan berdiri di hadapannya. Mata pria itu sedikit redup, napasnya tercium samar aroma alkohol.
"K-Kak Keynan? Ada apa denganmu? Kenapa kau seperti ini?" tanyanya, sedikit cemas.
"Bukankah sudah kukatakan untuk menjaga sikap, Axeline?"
Axeline mencoba duduk tegak, tapi Keynan masih berdiri di dekatnya, menatap dengan pandangan yang sulit ditebak.
"Kak, kau harus pulang. Aku akan mengantarmu," ucapnya lembut, mencoba meredakan situasi.Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Keynan mendorongnya hingga terlentang dan menindihnya. Tangan kekarnya mencekal tangan Axeline kesamping dan mencium bibirnya dengan rakus.
Axeline melebarkan kedua matanya. Dia mencoba melepaskan diri, tapi cengkeraman Keynan sangat kuat. "APA YANG KAU LAKUKAN, KAK?" teriak Axeline setelah ciuman mereka terlepas. Nafasnya memburu dengan mata yang menatap tajam Keynan.
Tapi, Keynan seolah kehilangan kendali. Dia mencekal kedua tangannya Axeline diatas kepala menggunakan satu tangan dan mengusap bibir gadis itu. "Kenapa kau berteriak, hm? Aku yakin kau juga menginginkan ini." Tanpa peringatan, Keynan kembali mencium Axeline. Kali ini lebih dalam dan menuntun, tanpa memberi celah untuk Axeline melawan, sehingga terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Sleepyhead
Alin sayang, Jelas berbeda 😁 Keynan sdh bessssaaar 😆 pasti semua nya berubah 😅
Keynan pasti menjaga jarak, khawatir rasa berlebihan kepada Adiknya makin bertambah, wait atau Keynan sdh sadar kalo Alin bukan Adik kandungnya 😎 Daebak 👏👏
2025-02-20
1
Sleepyhead
Cool bgt yah Keynan, ketiplek sm Daddy Lex 😁
2025-02-20
0
jaran goyang
𝙖𝙙 𝙥𝙖 𝙙𝙜𝙣 𝙠𝙚𝙮... 𝙙𝙖 𝙨𝙚𝙨𝙪𝙖𝙩𝙪 𝙩𝙧𝙟𝙙 𝙠𝙖𝙝... 𝙨𝙖𝙢𝙥𝙖𝙞𝙣 𝙡𝙞𝙣𝙚 𝙟𝙙 𝙠𝙤𝙧𝙗𝙖𝙣 𝙜𝙩...
𝙟𝙪𝙙𝙪𝙡 𝙢𝙪 𝙩𝙪 𝙥𝙖 𝙠𝙠... 𝙜𝙠 𝙣𝙜𝙧𝙩 𝙖𝙦 𝙗𝙝𝙨 𝙞𝙣𝙜𝙜𝙧𝙞𝙨... 𝙢𝙞𝙣𝙪𝙨 𝙖𝙦 𝙥𝙡𝙟𝙧𝙣 𝙩𝙪🤣🙏
2025-02-21
0