Malam harinya. Aisyah terlihat sudah selesai membersihkan diri. Malam ini mereka menginap di hotel, tempat mereka mengadakan acara pernikahannya tadi siang.
Sedangkan Pak Abdul, Bu Arum, serta Yusuf, mereka sejak sore sudah pulang kembali ke Cianjur. Dan Aisyah, rencananya ia akan langsung ikut tinggal bersama suaminya di Jakarta. Tinggal di rumah baru yang sudah di siapkan oleh mertuanya, sebagai hadiah pernikahan.
"Aisyah, ayo kita solat sunah terlebih dahulu," ajak Hanif, yang baru keluar dari kamar mandi, sambil mengeringkan rambut hitamnya yang basah itu menggunakan handuk kecil.
Aisyah mengangguk, dan ia segera menggelar sejadah, menyiapkannya untuk suami dan dirinya. Mereka berdua pun segera melaksanakan solat sunnah.
Setelah selesai solat sunah, Hanif membacakan untaian doa untuk istrinya itu, sambil memegang puncak kepala Aisyah yang masih terbalut mukena.
"Aisyah, sekarang kamh sudah sah menjadi istri saya, saya harap kita bisa saling berbagi, dan menjalankan kewajiban kita sebagaimana mestinya," ujar Hanif.
"Ba-baik." Aisyah mengangguk.
"Panggil saya Uda," tutur Hanif begitu lembut, sambil tersenyum.
Aisyah kembali menganggukkan kepalanya. "Ba-baik Uda," ucapnya tersenyum malu.
Kini Hanif mengajak Aisyah untuk segera beristirahat. Mereka segera naik ke atas tempat tidur. Yang dimana, kasur nya sudah di tata begitu rapi, bahkan taburan kelopak mawar merah yang membentuk hati, ikut menghiasi tempat tidur itu.
Hanif merebahkan punggungnya, di bahu ranjang. Sambil duduk berselonjor. Dan memperhatikan gerak gerik Aisyah.
Sedangkan Aisyah, ia duduk ditepi ranjang, sambil membelakangi suaminya. Rasanya Aisyah masih belum terbiasa dengan suasana seperti ini. Hatinya berdegup kencang, seakan tak karuan. Rasa takut mulai menyerang pikirannya.
Tiba-tiba, tangan Hanif menepuk sebelah bahu Aisyah. Membuat wanita itu menoleh ke arah suaminya.
"Aisyah, kenapa masih duduk disini?" tanya Hanif.
"Tidak apa-apa Uda ... Uda kalau mau istirahat, bisa duluan saja," ucapnya tak berani menatap Hanif.
"Kemari, duduklah di samping Uda," ajak Hanif, sambil menggeser tubuhnya, ke tengah tempat tidur, dan di ikuti oleh Aisyah, yang menuruti perintah suaminya.
"Aisyah, kamu tahu tidak? Ibadah terindah setelah pernikahan itu apa?" tanya Hanif. Aisyah hanya, menunduk dan menggelengkan kepalanya pelan.
"Kalau Aisyah tidak tahu, Uda ingin memberi tahu, dan mengajak Aisyah untuk melakukan ibadah itu," tutur Hanif. Aisyah hanya diam, dengan rasa takut dan cemas, yang semakin menggebu dihatinya.
"Ya Allah, apa Uda ingin meminta haknya malam ini juga. Aisyah masih belum siap ya Allah," batin Aisyah.
"Aisyah, jangan menunduk seperti itu, lihatlah Uda."
"Dan apa kau tahu Aisyah? menatap pasangan yang sudah sah itu adalah ibadah, bahkan hal itu, sama dengan melaksanakan solat sunah dua rakaat."
"Apa Aisyah tak ingin menatap Uda?" tanya Hanif. Aisyah perlahan mendongakkan kepalanya, menatap lekat wajah suaminya yang dirasa sangat begitu tampan.
Bahkan sebelumnya, Aisyah tak pernah menatap wajah seorang lelaki yang bukan mahramnya, lebih dari lima detik. Namun kali ini, ia bisa menatap sepuasnya wajah lelaki tampan yang sudah sah dan halal baginya. Dan hanya menatapnya pun itu adalah ibadah baginya.
"Maa Syaa Allah, sungguh indah ciptaanmu Ya Allah," batin Aisyah, memandang lekat wajah Hanif.
Aisyah bahkan tak mengedipkan matanya, ia masih menatap dengan begitu kagum wajah suaminya. Mulai dari kedua bola matanya, alis, bulu mata, hidung dan bibir suaminya. Ia tatap dengan saksama.
Hanif tersenyum, ia pun ikut menatap wajah cantik istrinya. Meskipun tak ada polesan makeup di wajah Aisyah, tapi itu tak melunturkan keindahan dan kecantikan Aisyah.
Hanif begitu gugup, rasanya ia ingin segera melaksanakan hal yang seharusnya ia lakukan bersama istrinya malam ini. Tapi disisi lain, hatinya masih terasa takut. Takut jika Aisyah belum siap dan menolaknya.
Hanif mulai memegang lengan Aisyah, ia mencium punggung tangan Aisyah. Kemudian menatap lekat wajah istrinya, yang sudah bersemu kemerahan, menahan malu.
"Aisyah, apa Uda boleh meminta hak Uda kepadamu?" tanya Hanif.
Deg .... Hati Aisyah, semakin berdegup kencang. Hatinya seakan sedang bermain gendang, yang membuat ia begitu dag, dig, dug, tak karuan.
"Bagaimana ini? Apa yang harus Aisyah jawab. Aisyah tak bisa menolak, karena sekarang Aisyah sudah menjadi istrinya. Ah ... lagi pula, bukankah ini ibadah terindah setelah akad pernikahan," batin Aisyah.
Perlahan Aisyah menganggukkan kepalanya, "Iya Uda ... lagi pula ini sudah menjadi kewajiban Aisyah, untuk memberikan hak Uda," ucap Aisyah, tertunduk malu. Bahkan, tangannya kini sudah mulai terasa basah, karena berkeringat, gugup.
Tanpa berlama-lama, Hanif segera menarik tengkuk kepala Aisyah, melakukan hal pertama sebelum memulai semuanya. Bahkan di antara keduanya masih terlihat kaku, karena ini adalah hal pertama bagi mereka.
Sebelah tangan Hanif perlahan melepas peniti yang mengunci kerudung Aisyah. Ia menarik kerudung Aisyah, dan melemparkannya ke sembarang arah. Kini terlihat sudah rambut Aisyah yang hitam bergelombang, di kuncir kuda. Hanif pun segera melepaskan ikatan rambut Aisyah, hingga membuat rambut Aisyah tergerai bebas, menutupi punggung dan bahunya.
Aisyah semakin dibuat tak tenang, saat tangan Hanif mulai menjamah tubuhnya secara sembarang. Dan perlahan Hanif, mendorong tubuh Aisyah, hingga terbaring. Aisyah hanya bisa memejamkan kedua matanya, membiarkan sang suami mengambil haknya.
Ah... sungguh, ini akan menjadi malam yang begitu indah dan bersejarah bagi sepasang pengantin baru ini. Malam yang syahdu dan semilir angin malam yang masuk lewat celah-celah ventilasi, ikut menusuk ke dalam pori-pori kulit mereka. Dan dinding kamarpun, menjadi saksi bisu apa yang terjadi di antara mereka, di malam yang syahdu ini.
.
.
.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
NuryamahFatmah
thorr..kalo panggilan nya Abang lebih mesra deh
2022-03-09
0
Fitria opit
next thor🤗
2021-03-10
0
via tingting
aisyah hanif start baca revisi
2021-03-01
0