Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 20.30 malam. Hanif terlihat sedang fokus mengotak-atik laptop yang ada di pangkuannya. Aisyah menghampiri Hanif yang sedang duduk di sofa ruang TV, membawakannya satu mangkuk buah segar yang sudah di potong-potong. Ia mendudukkan tubuhnya, tepat di samping Hanif.
Hanif menoleh ke arah Aisyah. Aisyah melemparkan tersenyum manisnya, sambil menatap Hanif.
"Makanlah dulu Uda, sedari tadi Uda terlihat sibuk sekali," tutur Aisyah.
"Terima kasih." Hanif melahap satu potongan buah dari mangkuk, menggunakan garpu yang sudah disediakan.
"Oh ya Aisyah, besok Uda sudah mulai mengajar kembali. Kalau Uda meninggalkan Aisyah sendirian di rumah, Aisyah tidak keberatan kan?" tanya Hanif.
"Em ... Uda kalau mengajar sampai jam berapa memangnya?" tanya Aisyah.
"Uda beres mengajar sekitar jam tiga sore, dan biasanya Uda pulang dari kampus sekitar jam 5 sore."
Aisyah terlihat sedikit memanyunkan bibirnya. Rasanya enggan sekali jika ia harus diam di rumah sendirian selama itu.
"Bagaimana Aisyah?" tanya Hanif, menatap Aisyah.
"Oh ya Uda, kalau rumah Umma, dari sini jauh tidak?"
"Em ... tidak terlalu jauh, sekitar setengah jam kalau mau ke sana."
"Kalau Aisyah, pagi sampai sore tinggal di rumah umma bagaimana? Soalnya, Aisyah kan di sini juga baru, terlebih rumah kita jauh dari tetangga, jadi Aisyah, masih merasa takut kalau di sini sendirian," keluh Aisyah.
Hanif tersenyum melebarkan kedua matanya. "Baiklah, kalau begitu, sebelum Uda berangkat mengajar, Uda akan mengantarkan Aisyah ke rumah umma. Lagi pula, kamu kan belum tahu ya rumah umma dimana," tutur Hanif. Aisyah menganggukkan kepalanya pelan.
"Baiklah, besok Uda akan mengantarkanmu ke sana," ucap Hanif. Aisyah tersenyum mengangguk.
Kini Hanif, memfokuskan matanya ke arah laptop yang di pangkunya. Ia terlihat begitu sibuk mengerjakan modul pelajaran untuk besok. Sedangkan Aisyah, ia terlihat fokus memperhatikan suaminya bekerja.
Waktu berlalu begitu saja, hingga jam di dinding sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Hanif melirik ke arah Aisyah, yang sudah terlelap tidur di sampingnya.
Hanif segera menutup laptopnya, dan memindahkannya ke atas meja, yang ada di dekatnya. Sejenak Hanif memandangi wajah cantik Aisyah.
Sebelah tangan Hanif, menyibakkan sebagian rambut hitam Aisyah, yang menutupi wajahnya.
Ditatapnya wajah polos sang istri, yang tanpa makeup sedikit pun namun, tetap terlihat cantik dan manis.
"Maafkan Uda Aisyah, maafkan," gumam Hanif, sambil mengelus pucuk kepala Aisyah, dengan begitu lembut.
Entah apa yang pria ini rasakan, namun di hatinya ia begitu merasa kasihan kepada Aisyah. Rasanya ia sangat berdosa, karena menikahi Aisyah dengan tujuan dan maksud lain.
Hanif menggendong tubuh Aisyah dalam pangkuannya, membawanya ke kamar tidur mereka, dan membaringkannya di atas tempat tidur. Kemudian Hanif pun ikut membaringkan tubuhnya di samping Aisyah.
***
Keesokannya, Aisyah terlihat begitu semangat menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya, ia pun tak lupa membuatkan bekal untuk Hanif. Hanif yang tengah menikmati makanannya, ia sedikit heran dengan kotak makan, yang ada di atas meja makan. Dan ternyata, kotak makan itu memang sengaja Aisya yang menyiapkannya untuk bekal Hanif .
Namun Hanif menolak di bawakan bekal, karena ia tak biasa membawa bekal makan ke kampus, terlebih ia sudah terbiasa makan di kantin kampus.
"Uda, Aisyah membuatkan bekal ini dari subuh, masa Uda tidak mau membawanya?" keluh Aisyah, sambil memasang wajah sendunya.
Hanif menarik nafasnya perlahan, sambil memandangi wajah Aisyah yang terlihat seakan bersedih. "Baiklah, Uda akan membawanya," ucap Hanif, menyetujui permintaan Aisyah.
Kini mereka segera bersiap untuk pergi. Hanif terlebih dahulu mengantarkan Aisyah ke rumah umma nya, menggunakan mobil.
^^^
Sesampainya di kediaman rumah umma Nisa, Hanif segera mengajak Aisyah untuk masuk ke dalam rumah.
Rumah umma Nisa, terlihat begitu luas dan cukup megah. Ketika mereka masuk ke dalam rumah, Umma Nisa sangat antusias menyambut kedatangan anak dan menantunya itu.
"Hanif, Aisyah ...." Panggil Nisa, dari jauh, sambil berjalan menghampiri mereka.
Nisa segera memeluk anak dan menantunya itu secara bergantian. Tak lupa Hanif dan Aisyah, ikut mencium punggung tangan Umma Nisa secara bergantian.
"Kenapa kalian gak bilang dulu sama Umma kalau mau kesini?" tanya Nisa.
"Ia sengaja, Ma," jawab Hanif tersenyum.
Nisa segera mengajak Hanif dan Aisyah, untuk duduk di sofa di ruang tengah. Kemudian Ia segera memanggil suaminya, memberitahu akan kedatangan anak dan menantunya itu.
Tak lama Abi Arifin keluar. Menghampiri mereka semua yang sedang duduk di ruang tengah. Aisyah dan Hanif segera menyalami Abi nya itu.
"Wah... pengantin baru, datang kemari," tutur Abi Arif, tersenyum, sambil mendudukkan tubuhnya di salah satu sofa yang ada di situ.
Mereka semua duduk mengobrol, sambil sedikit bertanya akan kabar pernikahan anaknya itu. Tak lupa Hanif juga memberitahukan niatnya datang ke rumah orang tua nya itu, untuk menitipkan Aisyah sementara sampai sore hari.
Arif dan Nisa menyetujuinya. Kemudian Hanif segera pamit untuk berangkat mengajar. Aisyah juga ikut mengantarkan suaminya itu sampai depan teras rumah.
Hanif segera masuk ke dalam mobilnya, sejenak ia membuka kaca mobilnya, dan melambaikan tangannya kepada Aisyah, menandakan dirinya hendak berangkat. Aisyah tersenyum memandang kepergian suaminya itu. Ia terus menatap mobil Hanif, hingga mobil itu hilang dari pandangannya. Kemudian Aisyah segera kembali masuk ke dalam rumah mertuanya itu.
***
Di dalam mobil. Sesekali Hanif melirik ke arah kotak makan yang tadi sempat Aisyah simpan di kursi mobil sebelahnya.
"Huft, kenapa aku semakin merasa bersalah kepada Aisyah," gumamnya.
"Bagaimana jika Aisyah kelak mengetahui niatku menikahinya. Apa mungkin dia akan tetap bertahan denganku?" batin Hanif, sambil menatap kosong ke arah jalanan.
Kini Hanif sudah sampai di halaman parkir kampus, tempat ia mengajar. Hanif segera keluar dari mobilnya, tak lupa ia membawa tas kerja dan kotak makannya.
Hanif berjalan menuju ruang kantornya. Sejenak ia beradu pandang dengan Lidya, wanita cantik dengan rambut hitamnya yang di currly dan tergerai bebas di bahunya. Ia adalah salah satu dosen yang mengajar di kampus ini.
Kedua mata Lidya terlihat melirik tajam ke arah Hanif, seakan menatap tak suka. Hanif hanya tersenyum miring ke arah Lidya, tanpa mendapat balasan senyuman dari dosen wanita itu.
"Lidya," panggil Hanif. Lidya menghentikan langkah kakinya, tanpa menoleh ke arah Hanif.
Hanif melangkahkan kakinya, mendekati Lidya. "Lidya, dengarkan aku," ucap Hanif.
Sebelum Hanif melanjutkan ucapannya, Lidya terlebih dahulu menyangkal semuanya.
"Tak ada yang harus di dengarkan. Semua yang aku lihat kemarin, cukup menjelaskan semuanya," tutur Lidya, dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Lidya ... semua ini bukan keinginanku."
"Kumohon, Lidya kau jangan –," ucapan Hanif terhenti.
"Jangan apa hah? Ingat ya Mas Hanif! Kau masih mempunyai janji padanya! Aku bahkan tak tahu apa yang akan terjadi padanya, jika dia tahu tentang pernikahanmu ini," ucap Lidya.
"Maka dari itu, aku mohon padamu Lidya, jangan sampai dia mengetahui semua ini." Hanif memohon, sambil memegang sebelah lengan Lidya.
"Sudahlah, aku tidak ingin ikut campur lagi dalam drama ini," ucap Lidya, sambil menepiskan lengannya dari genggaman tangan Hanif, kemudian berlalu meninggalkan Hanif begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Bunga Syakila
thor ceritakan bagaimana tentang hanif apa yg direncanakan jadi enggak bingung
2021-10-23
0
Ugieh Azha Sugiharti
Masih bingung alur cerita hanif aisyah
2021-06-20
0
Syumie Susanty
kalau kamu ada niat lain, dan sudah mempunyai kekasih mengapa kamu langsung menyentuh Aisyah hanif.
2021-04-29
0