Chapter 26: Aku Tidak Takut!
Di sudut kota yang ramai, suara deru kendaraan berpadu dengan gemerlap lampu-lampu jalan, menciptakan harmoni.
Bulan sabit yang indah menggantung dengan anggun di langit, dikelilingi bintang-bintang yang berkelip dengan serasi.
Di sebuah kursi kayu di trotoar, Alberd dan Alena duduk berdampingan. Mereka memandangi langit malam yang mempesona sambil berbagi canda ringan. Malam ini terasa sempurna bukan karena suasana kota, melainkan karena kehadiran satu sama lain.
Nina, yang tadinya menemani mereka, memaksa pulang lebih awal dengan taksi, meninggalkan pasangan itu sendiri dalam kemesraan. Kejutan Alberd di teater tadi membuat hati Alena bergetar. Sesuatu yang takkan ia lupakan.
Keduanya saling menggenggam tangan, seolah tak ingin malam ini berlalu begitu saja.
"Bulan malam ini indah sekali, bukan? Begitu anggun dan mempesona," ujar Alberd, matanya terpaku pada langit berbintang.
Alena tak langsung menanggapi. Ia menoleh, memandangi wajah Alberd yang diterangi sinar bulan, senyum hangat terukir di bibirnya. "Iya, indah sekali... Seakan kita bisa meraihnya dengan tangan." Suaranya lembut, seperti bisikan angin malam. Ia mengalihkan pandangan ke langit sambil mengulum es krimnya.
"Kau menyukai bulan?" tanya Alena, penasaran.
"Saat kecil, ibuku sering mengajak aku dan Nina melihat bulan di malam hari," jawab Alberd sambil tersenyum kecil, mengenang masa lalu. "Aku selalu terpesona. Rasanya seperti melihat keajaiban."
Alena tertawa kecil, matanya berkilauan. Lalu tiba-tiba, ia menyodorkan es krimnya ke Alberd, hingga menempel ke bibirnya.
"Kalau begitu, habiskan ini. Cepat," pintanya sambil menyeringai nakal.
Alberd terkejut sesaat, tapi tak menolak. Ia mengambil es krim itu dan mulai memakannya dengan patuh, meskipun bingung dengan tingkah kekasihnya.
"Ayo, ikut aku," kata Alena tiba-tiba, sambil berdiri lalu menarik tangan Alberd.
"Eh? Ke mana?" tanya Alberd, menghabiskan es krimnya dalam beberapa gigitan sambil mengikuti langkah Alena.
Alena menuntunnya ke gang kecil yang gelap di antara dua gedung.
"Apa kamu lapar?" Alberd bertanya ragu, mengira Alena ingin meminum darahnya.
Alena hanya tersenyum penuh misteri. "Ikut saja. Kau akan tahu," balasnya singkat.
Di ujung gang yang gelap dan sepi, hanya ada mereka berdua. Mata merah Alena yang bercahaya menatap Alberd dengan lembut, tangannya perlahan mulai merayap meraih punggung kekasihnya itu. Alberd menatapnya dengan terpaku tanpa berkata kata. Alena lalu mendekapnya dengan erat, Alberd melingkarkan tangannya kepinggang Alena sambil perlahan memejamkan matanya, "Lakukan dengan lembut.." ucap Alberd dengan suara sayu.
Tak berapa lama sepasang sayap hitam yang indah tiba-tiba muncul dari punggung Alena.
"Stealth," bisik Alena pelan. Alena mulai mengepakkan sayapnya, membuat tubuh mereka melayang ke udara, semakin tinggi, meninggalkan kegelapan gang itu.
"AAAAAHHHH!" Alberd berteriak kaget, matanya terbuka lebar. Tangannya yang gemetar mencengkeram tubuh Alena dengan erat. "Apa, apa yang kamu lakukan? Kita terbang!"
Alena terkekeh pelan. "Tenanglah, sayang. Aku ingin membawamu lebih dekat dengan bulan."
Meski suara Alena lembut, Alberd masih ketakutan. Ia memejamkan matanya lagi, memeluk Alena semakin erat.
Alena berhenti mengepakkan sayapnya. Kini mereka melayang lebih tinggi dari gedung tertinggi di kota itu. Udara dingin menyentuh wajah mereka, sementara bulan terlihat lebih besar, bercahaya terang di langit malam.
"Sayang, kita sudah sampai," bisik Alena dengan lembut, nadanya seakan membelai hati.
Alberd, yang gemetar ketakutan, perlahan membuka matanya. Tapi begitu melihat betapa tinggi mereka berada, ia langsung memekik. "A-Aaaa..tidaakk..! Alena, ku mohon jangan lepaskan!" Suaranya gemetar panik dan nyaris menangis.
Alena terkikik kecil, lalu mendekap Alberd lebih erat. "Tenanglah, Alberd. Aku tidak akan pernah melepaskanmu. Mana mungkin aku tega menjatuhkan kekasihku dari sini," ucapnya dengan nada lembut, namun penuh keyakinan.
Meski mendengar kata-kata itu, tubuh Alberd tetap gemetar. Pelukannya semakin erat pada tubuh Alena, seolah takut kehilangan pegangan.
"Be..benarkah.. a..aku lega mendengarnya.." ucap Alberd dengan suara gemetar.
Alena yang tak tega dengan kondisi kekasihnya itu, dia perlahan menyelipkan tangannya ke rambut Alberd, membelai lembut kepalanya dengan penuh kasih sayang.
"Ssshhh… jangan takut, sayang.. kekasihku tercinta, Aku di sini bersamamu, tenanglah semuanya akan baik baik saja.." bisiknya dengan suara yang hangat dan menenangkan. Jari-jarinya yang halus terus menyisir rambut Alberd, menciptakan rasa nyaman yang perlahan menggantikan ketakutan dalam hati pria itu.
Detik demi detik berlalu, tubuh Alberd perlahan berhenti gemetar, napasnya yang berat menjadi kembali tenang. Ia merasa hangat dan aman, seperti berada di pelukan rumah yang ia rindukan.
"Alena… terima kasih.." ucap Alberd, sambil menempelkan kepalanya dibahu Alena.
Alena tersenyum kecil, tangannya tak berhenti membelai. "Aku ada di sini, Alberd, selalu untukmu.. maafkan aku sudah membuatmu takut.."
Setelah beberapa saat, Alberd menghela napas panjang, seakan keberanian baru telah menyelimuti dirinya.
"Tidak apa apa sayang, kamu tidak salah" balas Alberd.
"Aku berterima kasih sebelumnya kerena kamu membuatku sadar akan sesuatu yang penting.."
"Oh? apa itu sayang?" balas Alena sedikit penasaran.
"Aku sadar cara terbaik untuk mengatasi ketakutan terbesar kita adalah dengan menghadapi ketakutan itu. Jika aku tak berani melakukannya, bagaimana aku bisa memenuhi janjiku untuk melindungimu." balas Alberd.
Mendengar perkataan kekasihnya Alena tersenyum lembut,
"Kau benar, Alberd. Aku senang mendengarmu mengatakan itu,.. Aku tahu kau bisa melakukannya. Kau adalah kebanggaanku.."
Pelukan mereka semakin erat, hingga Alena akhirnya berbisik, "Sayang… bolehkah aku melakukannya di sini?"
Alberd paham apa maksudnya. Ia mengangguk pelan, lalu berkata dengan nada serius, "Lakukanlah.. bahkan jika kamu menghisapku sampai kering, aku akan tetap memelukmu hingga tetes darah terakhir."
Alena terkejut sejenak, lalu terkekeh kecil. "Aku tidak akan pernah tega melakukan itu. Kau adalah permata hatiku."
Alena mendekatkan bibirnya ke leher Alberd. Napas hangatnya menyentuh kulit pria itu.
Alena perlahan membuka mulutnya, taringnya perlahan menusuk leher Alberd dengan lembut.
Alberd memejamkan matanya, merasakan kehangatan seperti pelukan lembut yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
Sementara itu, Alena menghisap darah Alberd dengan lembut sambil mengeratkan pelukannya.
Alberd merasakan rasa nyaman menjalar keseluruh tubuhnya.
Setelah selesai, Alena menjilat bekas gigitan itu, membuatnya perlahan menghilang tanpa jejak.
"Terima kasih, sayang," bisik Alena, suaranya penuh kehangatan.
Alberd membuka matanya dan tersenyum kecil. "Sama-sama. Rasanya lebih hangat dan nyaman dari sebelumnya."
Alena tersenyum, lalu mengepakkan sayapnya sekali lagi. "Mari kita terbang sedikit lebih lama. Aku ingin kita mengukir kenangan ini di bawah cahaya bulan."
Di pelukan Alena, Alberd menatap bulan yang terasa begitu dekat. Ia tahu, selama Alena ada bersamanya, tidak ada ketakutan yang tidak bisa ia atasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments