Malam itu suasana Desa Sukasari terasa begitu sunyi. Jalanan yang biasanya ramai dengan warga menjadi kosong melompong. Tidak ada satu pun yang berani berkeliaran setelah matahari tenggelam. Ketika waktu mulai memasuki waktu maghrib semua orang cepat-cepat masuk ke rumah, memastikan pintu dan jendela terkunci rapat.
Padahal seminggu yang lalu desa ini masih ramai seperti biasa. Namun keadaan berubah drastis setelah warga dikejutkan oleh penampakan pocong di kebun singkong milik Pak Surya. Awalnya hanya satu atau dua orang yang melihatnya, tapi desas-desus itu dengan cepat menyebar.
Semakin malam, semakin banyak yang mengaku melihat pocong tersebut. Para peronda desa bahkan melihatnya dengan jelas—tingginya sekitar dua meter, terbungkus kain kafan lusuh. Wajahnya gosong seperti terbakar, mungkin karena azab, pikir warga. Dengan ketakutan, mereka langsung lari tunggang langgang masuk ke rumah masing-masing.
Awalnya pocong itu hanya muncul tanpa melakukan apa-apa. Namun lama kelamaan ia mulai mengganggu warga. Setiap malam, ia menggedor pintu rumah dengan kepalanya yang keras. Teror itu semakin menjadi-jadi ketika seorang pria yang hendak buang hajat di kamar mandi mendadak menemukan pocong itu berdiri persis di depannya, hanya berjarak satu senti. Seketika pria itu pingsan dan ditemukan istrinya keesokan paginya dalam kondisi tergeletak di lantai kamar mandi.
Berita itu langsung menyebar ke seluruh desa. Ternyata bukan hanya pria itu yang diganggu. Banyak warga lain yang mengalami hal serupa, membuat suasana desa semakin mencekam. Akhirnya, semua aktivitas saat surup dihentikan.
Dalam situasi genting itu, musyawarah desa pun digelar di balai desa. Pak Ahmad, kepala desa yang bijaksana, mengambil alih pertemuan. Setelah mendengar keluh kesah warga, ia mengusulkan untuk mencari bantuan seorang dukun sakti. Warga setuju tanpa banyak bantahan.
Pak Ahmad pun berangkat menuju hutan yang terkenal wingit. Perjalanan tidak mudah, jalanan terjal dan penuh rintangan. Namun ia tetap melanjutkan langkah dengan tekad bulat.
Setelah menempuh perjalanan panjang, ia akhirnya tiba di sebuah gubuk di kaki gunung. Di sana ia bertemu dengan Kenzo, seorang dukun muda yang tersohor karena kesaktiannya. Pak Ahmad pernah mendengar cerita dari seorang warga tentang pertarungan Kenzo di Gunung Merapi. Warga itu bersumpah melihat Kenzo melayang di udara, menghadapi seorang wanita berkebaya hitam dengan selendang yang berkilauan disambar petir. Wanita itu adalah salah satu penguasa gaib Gunung Merapi. Namun Kenzo berhasil mengalahkannya.
Cerita itu semakin meyakinkan Pak Ahmad bahwa Kenzo adalah orang yang tepat untuk menangani pocong yang meneror Desa Sukasari. Walaupun perjalanan menuju gubuknya penuh perjuangan, ia yakin semua akan terbayar.
Pak Ahmad kemudian mengetuk pintu gubuk itu. Dari dalam, terdengar suara santai namun tegas, "Masuk aja, Pak. Saya udah nunggu."
Pak Ahmad menghela napas lega. Pertolongan akhirnya datang.
Pak Ahmad memasuki gubuk kecil yang tampak sederhana namun terasa begitu mistis. Bau kemenyan yang menyengat langsung menusuk hidungnya, membuatnya sedikit terbatuk. Dinding gubuk itu dipenuhi berbagai jimat dan kain merah yang menggantung di sudut-sudut ruangan. Di tengah gubuk, Kenzo duduk bersila dengan tenang, wajah tampannya tampak fokus.
Pak Ahmad mengikuti gerakannya dan duduk bersila di depannya. Ia menarik napas panjang, mencoba menghilangkan rasa gugup yang menyelimutinya.
"Jadi, Pak Ahmad, masalahnya apa?" tanya Kenzo dengan suara tenang namun tegas.
Pak Ahmad menjelaskan panjang lebar tentang teror pocong yang telah membuat Desa Sukasari mencekam. Ia menceritakan bagaimana pocong itu menampakkan diri di kebun singkong, menggedor pintu rumah, hingga membuat seorang warga pingsan di kamar mandi.
Kenzo mengangguk-angguk mendengarkan, wajahnya nampak serius. "Hmm... pocong kayak gitu biasanya bandel. Bisa jadi ada dendam yang belum selesai."
Pak Ahmad menelan ludah. "Makanya saya datang ke sini, Mas Kenzo. Mohon bantuannya."
Kenzo tersenyum tipis. "Tenang aja, Pak. Biar saya yang urus."
Tanpa banyak bicara lagi, Kenzo mulai melakukan ritual. Ia menyalakan dupa yang mengeluarkan asap tebal. Mulutnya komat-kamit membaca mantra yang terdengar asing di telinga Pak Ahmad. Angin tiba-tiba berhembus kencang di dalam gubuk, padahal pintu dan jendela tertutup rapat.
Asap putih mulai berputar di sekitar mereka. Perlahan, sosok wanita berdaster merah muncul dari dalam asap. Wajahnya pucat seperti mayat, dengan mata kecil menyerupai mata kucing dan darah yang mengalir dari kepalanya. Senyum menyeramkan terpampang di wajahnya, menampakkan gigi runcing berwarna kuning.
Pak Ahmad terbelalak ketakutan. Tubuhnya gemetar hebat, dan ia hampir saja melarikan diri kalau saja Kenzo tidak berbicara dengan santai.
"Eh, Srini! Sini sebentar," panggil Kenzo santai.
Srini, kuntilanak centil yang menjadi prewangannya, melayang mendekat dengan gaya manja. "Ih, Mas Kenzo! Ganggu aku aja. Ada apa sih?" katanya dengan nada genit sambil manyun.
Pak Ahmad hampir pingsan melihat makhluk itu berbicara seperti manusia biasa.
"Hehe, sorry, Srini. Ini ada tugas buat kamu," kata Kenzo sambil nyengir. "Ada pocong yang suka teror desa, bantu usir ya."
Srini melipat tangannya dengan wajah sebal. "Ih, nggak mau! Pocong itu bau, nggak pernah mandi setahun! Mana bandel lagi, susah diusir!"
"Udah, nanti aku beliin ceker mentah sama poster Taehyung, gimana?" Kenzo menawar sambil menaikkan alisnya.
Srini langsung berubah ceria. "Oke, deal!" jawabnya bersemangat.
Pak Ahmad yang masih shock hanya bisa bengong melihat percakapan absurd antara dukun muda dan kuntilanak centil itu. Namun di balik kekonyolan itu, ia merasa yakin bahwa Kenzo adalah orang yang tepat untuk menyelesaikan teror pocong di desanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
🌀∂яᷞєͣαᷤмͭѕ🌀
tuh pocong gk ad akhlak /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
orang pup ajj kgk tenang
2025-02-11
1
𝑨𝒇𝒚𝒂~𝑻𝒂𝒏§𝆺𝅥⃝©Я⃟R≛⃝⃕|ℙ$
pocong nggak mandi selama satu tahun hahahaha
kk kasi vote 1 dan kopi
2025-02-12
1
Riva Armis
Let's go! Saatnya kerja membasmi pocong!
2025-02-01
1