Ciuman pertama

"Nak, bagaimana dengan dirimu? Apa kamu tidak ada niat untuk melanjutkan pendidikanmu?" tanya mom Ana, hati-hati kepada menantunya itu. Karena sebelumnya, suaminya itu telah mencari tahu tentang kehidupan Bella. Mom Ana merasa iba dan prihatin dengan kehidupan menantunya itu.

"Kamu tenang saja, nak. Sekarang kamu adalah menantu mom. Apapun yang kamu inginkan akan diwujudkan oleh suamimu itu. Jangan ragu, nak, jika kamu ingin melanjutkan pendidikanmu," ujar kembali mom Ana, karena ia tahu posisi menantunya ini hampir sama dengannya dulu.

Mendengar pernyataan mom Ana, membuat Bella seketika meneteskan air matanya. Untuk pertama kalinya, ada orang yang membujuknya melanjutkan pendidikan. Karena dulu, untuk sekolah saja, ia harus sembunyi-sembunyi.

"Hey, nak. Maafkan mom jika pertanyaan mom menyinggung perasaanmu," ujar mom Ana, merasa bersalah, memeluk menantunya itu. Ia dapat merasakan tubuh menantunya bergetar menangis dalam diam.

"Makasih, mom. Sudah perduli sama Bella. His... his... dari dulu, Bella pengen melanjutkan pendidikan, namun mereka melarang Bella karena tidak ingin kak Sisil mendapat saingan. His... his..." ujar Bella, sesegukan, dipelukan mom Ana.

Mendengar pernyataan Bella, membuat yang lain bingung. Apa karena iri membuat mereka memutuskan pendidikan seorang anak demi kebahagiaan anak mereka yang lain?

Mendengar cerita Bella, seketika air mata mom Ana ikut menetes, merasa iba kepada menantunya itu.

"Nak, untuk sekarang kamu sudah bisa menentukan pilihanmu. Ada mom, dad, dan juga suamimu yang akan mendukungmu. Sekarang, anak manis, jangan menangis lagi, ya? Nanti cantiknya hilang, Lo," ujar mom Ana, mengusap air mata menantunya itu.

"Tapi, mom, Bella takut mereka beranggapan kalau Bella hanya memanfaatkan kalian. Bella tidak mau, mom," ujar Bella, tertunduk.

"Siapa yang mengatakan itu? Beritahu pada dad, akan mencari mereka," ujar dad William, akhirnya angkat bicara setelah mendengar ucapan menantunya itu. Sebenarnya, ia juga merasa iba. Entah melihat air mata menantunya itu menetes, membuat hatinya seakan tercabik-cabik.

Mendengar itu, Bella semakin tertunduk, diam tanpa mengatakan apapun. Padahal, tanpa ia bicara, pasti mereka akan bertindak mencari siapa-siapa yang berlaku kasar kepadanya.

"Besok, mom akan mengajakmu pergi belanja di mall. Untuk pendidikanmu, nanti suamimu yang urus. Sekarang, pergilah istirahat di kamar mu," ujar mom Ana, tidak lupa mengecup dahi menantunya itu.

"Baik, mom," ujar Bella, meninggalkan tiga orang itu yang masih duduk di ruang tamu, menuju kamarnya.

"Apa, dad? Yakin informasi yang kita dapatkan itu sudah semua?" ujar mom Ana, setelah Bella tak terlihat.

"Mom, tenanglah. Biar Alex mencari tahu, karena Alex merasa ada yang janggal di sini," ujar Alex, memeluk momnya.

"Eh, lepaskan istriku!" ujar dad William, menatap sengit putranya itu, sambil melepaskan tangan putranya itu dari pinggang mom Ana.

"Ck, dad. Ini mommy Alex," ujar Alex, tidak mau kalah, memeluk erat mommy itu.

"Pergilah, kamu sudah punya istri. Kenapa masih menempel pada istriku?" ujar dad William, menarik mom Ana ke pangkuannya dan memeluknya erat, seakan tidak mau berbagi.

"Ck, dasar manusia posesif," ujar Alex, menatap kesal pada daddy-nya itu.

"Sudah, dad. Lebih baik kalian cari informasi tentang menantu kita. Aku kira informasi yang kalian dapat belum sepenuhnya," ujar mom Ana, menengahi perdebatan suami dan anaknya itu.

Begitulah kalau mereka berdua sudah berkumpul, pasti ada-ada saja gebrakannya.

Di dalam kamar, Bella berbaring miring, menatap ke depan dengan pandangan kosong. Setelah berbicara tadi di ruang tamu, seakan ia memiliki beban pikiran lain. Sebenarnya, ia masih tidak enak jika harus merepotkan mereka untuk membiayai pendidikannya, karena selama ini ia mencapai sesuatu dengan usahanya sendiri.

Tidak bisa dipungkiri, ia merasa senang ada seseorang yang mendengarkannya dan memberikan perhatian. Meski ia ragu dan takut itu hanya akan menjadi kesenangan sementara.

Ia tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara pintu terbuka. Cepat-cepat, Bella menutup matanya, hingga merasakan getaran di ranjang, membuat jantungnya berdetak cepat.

"Aku tahu kamu belum tidur," bisik Alex di telinga Bella, membuat bulu kuduk Bella merinding, jantungnya berpacu cepat, dan tubuhnya sedikit bergetar, karena kali pertama harus tidur satu ranjang bersama seorang pria, dan pria itu suaminya sendiri.

Melihat tak ada pergerakan, membuat Alex merentangkan tangannya, memeluk Bella dari belakang, membuat jantungnya ikut berdetak. Seketika, ia memegangi dadanya yang timbul, perasaan aneh. Sepertinya, ia harus memeriksakan kondisinya pada dokter.

.

.

Pagi harinya, Bella terbangun lebih dulu, mulai menggeliat, merasakan sesuatu menindih perutnya, membuat Bella susah bergerak. Kemudian, membuka kedua matanya, ia terkejut melihat kepala Alex berada di antara belahan buah dadanya, membuat Bella merasa geli.

"Astaga, sejak kapan dia seperti itu?" ujar Bella, berusaha menjauhkan kepala suaminya dari dadanya, namun sangat susah karena suaminya itu semakin erat memeluknya dan membuat ia menghela nafas kasar.

Perlahan, ia melepaskan lengan Alex dari pinggangnya. "Kenapa berat sekali?" ujar Bella, kesusahan memindahkan lengan suaminya. "Tuan, bangun!" ujar Bella, akhirnya menyerah membangunkan suaminya itu. Namun, orang yang dibangunkan justru semakin mempererat pelukannya.

"Akkhhh, tuan! Lepaskan!" pekik Bella, merasakan pinggangnya hampir copot. Seketika, teriakannya membuat Alex terbangun.

"Berisik," ujar Alex, dengan muka bantalnya, menatap Bella. "Astaga, tuan! Apa Anda kira aku guling bisa Anda peluk seenakmu? Ingat, aku ini manusia bisa merasakan sakit, apalagi Anda memelukku sangat erat!" omel Bella.

Sebenarnya, Alex sudah bangun sejak tadi, tapi karena ia merasa nyaman, ia sengaja membiarkan istrinya itu bangun lebih dulu. Ia memilih pura-pura tidur dengan mendengar ocehan istrinya itu yang berusaha melepaskan pelukannya, hingga ia mendengar pekikan keras istrinya, membuat ia menutup kedua telinganya, langsung terbangun, melihat istrinya itu yang sedang mengomel.

"Apa salah aku memeluk istriku sendiri?" ujar Alex, menatap Bella tajam.

"Apa Anda lupa, tuan? Aku hanya sebatas istri kontrak tuan. Kenapa Anda melanggar perjanjian? Bukannya disitu tertulis kalau kita dilarang melakukan kontak fisik?" ujar Bella, kesal.

"Apa Anda lupa, nona? Kalau pasal 1 ayat 1, apapun yang dilakukan orang pertama, maka orang kedua dilarang protes," ujar Alex, menatap sengit Bella.

Mendengar itu, seketika Bella teringat isi kontrak, kemudian ia tertunduk diam dengan muka kesalnya.

"Tidak perlu memonyongkan bibirmu, atau mau aku lahap?" ujar Alex, menaik-turunkan alisnya. Sekalian, Bella menatap Alex kesal. "Dasar om-om otak mesum!" ujar Bella, kesal, beranjak dari ranjang. Namun, tiba-tiba tangannya ditarik seseorang.

Cup ciuman pagi mendarat pada bibir tipis itu, membuat empuknya membolak-balikkan kedua matanya.

"Akkhhh, dasar tuan mesum! Kamu udah mengambil ciuman pertamaku, tuan! Kamu harus tanggung jawab! His... his..." ujar Bella, menangis bombai.

"He, ingat pasal 1 ayat satu, nona!" ujar Alex, berlalu, meninggalkan Bella yang masih mengomel di ranjang. Ia memegangi bibirnya. "Manis," kata itu terucap di bibir Alex, kemudian tersenyum tipis, berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

Nantikan episode berikutnya!

Jangan lupa follow, like, dan komen di bawah ini, guys!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!