Maha, itu spesial.

Dua hari tanpa Sadewa, karena pria itu tengah mengunjungi sebuah proyek di luar kota, membuat Maha merasa lebih tenang. Tanpa tekanan atau gangguan, ia bisa menikmati rutinitas nya meski tetap memastikan pekerjaannya berjalan dengan baik.

Ketika jam istirahat tiba, Maha mematikan laptopnya. Ia meregangkan otot tubuhnya, sebelum beranjak dari kursi kerjanya. Kali ini, kantin menjadi tujuannya. Ia juga sudah janjian dengan Niken.

*

*

Suasana kantin di jam istirahat seperti biasa—ramai, penuh percakapan yang bersahutan dan juga aroma makanan yang menggoda. Maha melangkah masuk, matanya langsung mencari sosok sahabatnya itu. Tak lama, ia langsung menemukan Niken yang sedang asyik menyantap makan siang.

“Wah, udah makan aja. Aku nggak ditungguin?” Cetus Maha bercanda sambil menarik kursi dan duduk di seberang Niken.

Niken mendongakkan kepalanya. “Sorry, hehe… laper banget aku. Udah nggak tahan,” jawabnya dengan mulut penuh makanan.

“Ya udah, makan yang banyak biar cepet gede, ya…” balas Maha sambil membusungkan dadanya sedikit, ekspresinya penuh arti. Ia sedang menggoda Niken, membuat sahabatnya itu langsung paham arah pembicaraannya.

“Iya, iya! Aku percaya, kok, sama aset berharga mu. Tobrut!” Cibir Niken, melirik Maha kesal, tapi bibirnya menahan senyum.

Maha terkikik kecil sambil mengibaskan tangan, seolah ingin pamer. “Aset berharga ini, tanpa implan, kencang, dan menggugah—”

“—menggugah nafsu birahi Sadewa. Gitu, ‘kan, konsepnya?” Seloroh Niken, sambil tertawa puas.

“Huss! Mulutmu ya, Ken!” Maha memukul tangan Niken cukup keras. Sehingga kedua gadis itu tertawa bersama, membuat beberapa orang di kantin melirik mereka dengan heran.

“Bercanda, seng. Tapi serius, Sadewa pasti udah mikir macem-macem kalau lihat kamu,” ujar Niken menggoda lagi, pun matanya menyipit nakal.

“Heh, nggak usah ngawur!” Sangkal Maha, ia berdecak di akhir kalimatnya.

“Kok ngawur? Nggak lah, Maha. Kalau dilihat-lihat, tuh, ya… Sadewa kayak punya obsesi sama kamu. Tapi kamunya aja yang nggak sadar, dan hal itu ketutup sama gengsinya Sadewa,” jelas Niken, seperti mencoba memahami jalan pikiran Sadewa.

Maha mendengus, tak berniat untuk memperpanjang diskusi. Ia menyambar gelas es teh milik Niken tanpa permisi, kemudian menyeruputnya pelan.

“Heh, es teh ku!” Protes Niken, sayangnya Maha mengabaikannya.

“Terus, waktu itu Sadewa ke apartemen mu, kalian ngapain aja?” Celetuk Niken penuh selidik, penuh rasa ingin tahu.

Maha hampir tersedak mendengar pertanyaan itu, ia menautkan alisnya, memandang Niken seolah-olah sahabatnya baru saja mengatakan hal yang tidak masuk akal.

“Ya nggak ngapa-ngapain, Niken! Emangnya kamu berharap apa? Hm? Kita itu cuma pura-pura, bukan beneran pacaran, aelah!” Tegas Maha, ekspresinya terlihat serius.

“Ah… masa, sih? Sadewa di tempat mu, terus nggak ada drama? Atau, nggak ada adegan yang bikin deg-degan gitu?” Goda Niken yang seakan mencari celah di balik ucapan Maha.

Maha memutar bola matanya kesal “Aduh, nggak, ya. Dia cuma numpang bersih-bersih, terus pergi. Udah gitu aja,” jelas Maha sambil mengembalikan gelas es teh kehadapan Niken.

“Hmm…” Niken bergumam panjang, tentunya ia belum puas. “Tapi cara dia lihat kamu itu beda, Maha. Aku yakin, kalau dia itu cuma pura-pura, keliatannya kayak orang beneran cinta,”

“Ah, kamu kebanyakan nonton drama, Ken. Realitanya jauh beda,”

“Tapi dari cerita kamu itu, dia kayak beneran anggap hubungan kalian real, dan…” Niken memperbaiki posisi duduknya, mencondongkan tubuh sedikit lebih dekat ke arah Maha. “Kayaknya, ini cuma alibi Sadewa. Kalau sebenarnya dia suka sama kamu. Coba, deh, kamu pikir… Sadewa itu sering kasih kamu kerjaan yang selalu bikin kamu di dekatnya, ‘kan? Dan sekarang, dia puncaki semuanya dengan kontrak itu. Dia mengikat mu, Maha, biar kamu itu jadi miliknya. Terus kamu nggak bisa nolak, karena konsekuensinya terlalu besar,”

Maha terdiam, menatap Niken dengan lekat, mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari mulut sahabatnya itu. Ada sesuatu didalam hatinya yang terasa bergemuruh, tapi ia tak ingin terlalu cepat menyimpulkannya.

“Tapi, kenapa harus aku? Itu yang jadi pertanyaannya,” tanya Maha, bingung.

Niken tersenyum tipis. “Iya, karena itu kamu, Maharani. Kamu secara fisik dan mental adalah gambaran wanita yang sempurna. Cantik, pintar, tangguh, berpendidikan tinggi, mandiri dan nilai plusnya, kamu itu sexy. Jadi, nggak ada alasan untuk Sadewa menolak pesonamu,” jelasnya sambil tersenyum bangga pada sosok sahabatnya.

“Sexy? Aku? Kamu serius?” Maha mengerutkan kening, menatap Niken dengan tatapan penuh skeptis.

“Oh, please, Maha. Kamu itu nggak sadar atau gimana, sih?! Jelas itu alasan utama Sadewa, kenapa dia sejauh ini. Dia pria dewasa yang normal, jelas fisik menjadi poin utama buat dia. Kalau aku jadi dia, aku juga bakal tergila-gila, mana pulen gini bentukan mu,” ledek Niken, tertawa kecil sambil menaik turunkan alisnya.

Apa benar, selama ini Sadewa punya alasan lebih dari sekedar kontrak? Pikir Maha sambil mendengus kecil, ia tak bisa mengabaikan rasa penasaran yang mulai muncul.

“Ck, jangan terlalu menyanjung ku seperti itu, Ken. Aku itu biasa aja, nggak ada spesialnya,” ujar Maha. Meski begitu, ada sedikit rona malu di pipinya, membuatnya tampak enggan menerima pujian dari sahabatnya.

“Iya, itu menurut mu,” balas Niken cepat dengan tatapan serius. “Tapi menurut kami yang ngeliat kamu, semua hal yang aku bilang tadi itu fakta. Itu nilai plus yang bikin kamu berbeda, Maha.”

Kata-kata Niken terdengar meyakinkan bagi Maha, tapi ia mencoba mengabaikan rasa tak nyaman yang menggelayuti hatinya. Sehingga, ia memilih untuk tidak terlalu memikirkannya.

Mungkin memang benar aku punya kelebihan, tapi bisa aja Sadewa hanya butuh bantuan. Bukan karena dia punya perasaan apa-apa ke aku. Toh, selama ini Sadewa emang tipe pria yang sulit di tebak. Jadi, kenapa aku harus memikirkan hal itu terlalu dalam? Batin Maha mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Disela lamunannya, bunyi notifikasi ponsel memecah kesunyian di antara mereka. Maha melirik ponselnya yang tergeletak diatas meja, dan matanya membulat saat melihat nama pengirim pesan itu—Sadewa.

From: Sadewa - Maha, setelah kamu pulang kantor. Tolong bawakan berkas dengan map berwarna biru yang ada di meja ruangan saya, ke unit apartemen saya. Saya tunggu.

“Ck, ada aja, heran banget aku sama dia!” Keluh Maha dengan nada frustasi. Ia meletakkan ponselnya kembali ke meja dengan kasar, lalu menutupi wajahnya dengan tangan yang bertopang diatas meja.

Niken yang sedang sibuk menyeruput minumannya, pun melirik Maha dengan rasa ingin tahu. “Sadewa lagi, ya? Apalagi dia sekarang?” Tanyanya, meski sudah menduga siapa penyebab ekspresi jengah di wajah sahabatnya itu.

Maha mengangguk lemah tanpa mengangkat kepalanya. “Iya, aku pikir dia masih sibuk sama proyek di luar kota. Eh… ternyata dia udah pulang. Dan sekarang nyuruh aku buat nganterin berkas dia ke apartemennya sepulang kantor. Capek banget, sumpah!” jelasnya, yang kemudian mengerucutkan bibirnya.

“Ya, nggak heran, sih. Sadewa, 'kan, gitu orangnya. Hobinya bikin kamu repot,” Niken menahan tawanya melihat tingkah Maha.

“Kenapa, sih, harus aku terus yang dia suruh? Padahal, ‘kan, dia punya asisten lain!” Protes Maha sambil melipat tangannya di dada.

“Karena dia Sadewa dan karena kamu itu spesial buat dia. Jadi wajar aja kalau dia selalu cari alasan biar kamu selalu ada didekatnya,” ucap Niken sambil terkekeh.

Maha melotot. “Spesial apanya?! Dia cuma seneng nyusahin aku, itu aja!”

“Cieee… denial, nih.” Ledek Niken sambil tertawa renyah.

Maha hanya memutar bola matanya, berusaha mengabaikan candaan Niken. Namun, dibalik kekesalannya, ia tidak bisa memungkiri bahwa pesan dari Sadewa berhasil membuatnya merasa campur aduk.

Episodes
1 Senja Maharani, namanya.
2 Tidak butuh psikiater
3 Paginya terasa badmood
4 Tawaran Sadewa, tidak masuk akal!
5 Butuh teman curhat.
6 Malam keputusan
7 Pria-pria ambisius.
8 Otoritas
9 Pekerjaan apa, ya?
10 Cleaning Service!
11 Bukan mimpi, tapi nyata.
12 Victoria's Secret?!
13 Renda-renda itu tidak nyaman.
14 Membingungkan
15 Petaka 'Renda'
16 Maha, itu spesial.
17 Resah
18 Abimana, ngeselin!
19 Terjebak dalam dilema
20 Dibalik fakta, gagal move on.
21 Sosok Misterius.
22 Sebuah dilema.
23 Rencana terselubung.
24 Tuan Posesif.
25 Kilauan topeng.
26 Kemenangan Ego!
27 Cemburu yang menggelegak.
28 Emosi yang tak terkontrol.
29 Tidak ada celah untuk menolak.
30 Perhatian kecil.
31 Pertemuan
32 Btari Embun Anandayu
33 Hukuman
34 Menguji kesetiaan
35 Rival
36 Malam penuh hasrat
37 Ekspetasi yang terlalu tinggi
38 Rindu?
39 Butuh kepastian yang jelas
40 Ungkapan terdalam
41 Kejujuran yang membawa kehangatan kecil
42 Embunnya Maharani
43 Putus
44 Dekapan hangat Maharani
45 Dibawah cahaya temaram
46 Sepihak
47 Lepas kontrol
48 Embun yang malang
49 Sadewa dan ego-nya.
50 Momen sakral
51 Dua wanita kuat
52 Berbagi keluh kesah
53 Lebih dari rasa kecewa
54 Mengusik singa yang sedang tidur
55 Kontrak 'berakhir'
56 Kegelisahan
57 Terkuak
58 Kehidupan yang tumbuh
59 Rumah yang sesungguhnya
60 Red Flag
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Senja Maharani, namanya.
2
Tidak butuh psikiater
3
Paginya terasa badmood
4
Tawaran Sadewa, tidak masuk akal!
5
Butuh teman curhat.
6
Malam keputusan
7
Pria-pria ambisius.
8
Otoritas
9
Pekerjaan apa, ya?
10
Cleaning Service!
11
Bukan mimpi, tapi nyata.
12
Victoria's Secret?!
13
Renda-renda itu tidak nyaman.
14
Membingungkan
15
Petaka 'Renda'
16
Maha, itu spesial.
17
Resah
18
Abimana, ngeselin!
19
Terjebak dalam dilema
20
Dibalik fakta, gagal move on.
21
Sosok Misterius.
22
Sebuah dilema.
23
Rencana terselubung.
24
Tuan Posesif.
25
Kilauan topeng.
26
Kemenangan Ego!
27
Cemburu yang menggelegak.
28
Emosi yang tak terkontrol.
29
Tidak ada celah untuk menolak.
30
Perhatian kecil.
31
Pertemuan
32
Btari Embun Anandayu
33
Hukuman
34
Menguji kesetiaan
35
Rival
36
Malam penuh hasrat
37
Ekspetasi yang terlalu tinggi
38
Rindu?
39
Butuh kepastian yang jelas
40
Ungkapan terdalam
41
Kejujuran yang membawa kehangatan kecil
42
Embunnya Maharani
43
Putus
44
Dekapan hangat Maharani
45
Dibawah cahaya temaram
46
Sepihak
47
Lepas kontrol
48
Embun yang malang
49
Sadewa dan ego-nya.
50
Momen sakral
51
Dua wanita kuat
52
Berbagi keluh kesah
53
Lebih dari rasa kecewa
54
Mengusik singa yang sedang tidur
55
Kontrak 'berakhir'
56
Kegelisahan
57
Terkuak
58
Kehidupan yang tumbuh
59
Rumah yang sesungguhnya
60
Red Flag

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!