Pekerjaan apa, ya?

Di dalam mobil yang tengah melaju mulus di jalanan kota, suasananya terasa senyap meski hiruk-pikuk lalu lintas malam itu tampak ramai. Sadewa dan Maha duduk di bangku belakang, keduanya tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

Sadewa, dengan jas mahalnya masih tampak rapi meski hari hampir berakhir, sibuk dengan tabletnya. Jarinya bergerak diatas layar, menandakan fokusnya pada pekerjaan yang tak pernah berhenti. Wajahnya tetap dingin, tanpa ekspresi. Seolah kehadiran Maha disebelahnya hanyalah sebuah formalitas.

Sementara itu, Maha menatap keluar jendela. Matanya yang lelah mengikuti lampu-lampu kota yang berkelebat. Jalanan penuh dengan kendaraan, suara klakson pun terdengar samar di balik kedap nya kabin mobil. Akan tetapi keramaian itu tidak menarik perhatiannya, ia lebih sibuk dengan pikirannya sendiri.

Ini sebenarnya Sadewa mau kasih kerjaan apalagi, sih, ke aku? Batin Maha dengan bibirnya mengerucut tipis. Kepalanya bersandar lelah, tapi tetap sulit menemukan kenyamanan. Aku, tuh, capek banget! Pengen istirahat, tidur. Emangnya di kalender dia, tuh, apa nggak ada hari esok? Sumpah, kesel banget aku! Batinnya lagi.

Helaan nafas berat lolos begitu saja dari bibir Maha, hingga berhasil menarik perhatian Sadewa. Sekilas, pria itu melirik Maha dari sudut matanya tanpa sepatah katapun, lalu kembali fokus pada tabletnya. Reaksinya tidak lebih dari sekedar kekehan kecil, seakan ia tahu betul apa yang sedang Maha pikirkan. Namun, ia memilih diam untuk menikmati kebisuan diantara mereka.

Meskipun Sadewa dan Maha berada dalam satu mobil, jarak antara mereka terasa begitu jauh. Bukan hanya secara fisik, tapi juga dalam setiap tatapan dan kata-kata yang tak pernah terucap.

Sebelumnya, jika jam kerja usai, Maha tidak pernah di berikan pekerjaan di luar kantor oleh Sadewa, seperti menemaninya meeting atau aktivitas lainnya. Pria itu biasanya hanya memanggil ke ruang kerjanya yang dingin dan juga mencekam itu, untuk menyelesaikan pekerjaannya hingga jam yang ditentukan oleh Sadewa. Namun, malam ini berbeda.

Kira-kira Sadewa bakal bawa aku kemana, ya? Pikir Maha, membuat jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Rasa penasaran pun menguasai pikirannya. Terlebih, Sadewa yang duduk disebelahnya tetap tak bergeming, wajahnya seperti pahatan batu, tanpa ekspresi. Sehingga, diamnya Sadewa malah semakin membuatnya gelisah.

Seenggaknya ngomong, dong! Jangan diem aja kayak batu! Huh! Maha mendengus kesal dalam hati. Menahan dirinya untuk melontarkan pertanyaan langsung, ia lebih memilih menggigit bibirnya untuk menahan frustasi. Lamunan Maha terhenti saat mobil melambat dan akhirnya berhenti di depan sebuah gedung yang berdiri megah, membuat mata Maha terbelalak.

Buset! Golden House?! Ucap Maha dalam hati.

Golden House adalah kawasan apartemen mewah yang hanya bisa dihuni oleh kalangan papan atas. Kilau lampu yang menerangi bangunan itu membuatnya tampak seperti istana modern. Bahkan dari dalam mobil, Maha bisa melihat detail kaca-kaca besar yang memantulkan cahaya kota.

Maha yang semula duduk santai, kini berubah tegang. Ia mengerutkan kening, menatap Sadewa dengan pandangan penuh tanya. “Pak, sebenarnya ini kita mau kemana, sih?” Tanyanya, dengan kebingungan yang sulit untuk disembunyikan.

“Rumah saya,” jawab Sadewa santai, tanpa menoleh.

Sontak Maha menegakkan tubuhnya. “Huh?! Mau ngapain, Pak?! Bukannya Anda bilang mau kasih saya pekerjaan? Tapi, ini kenapa harus ke rumah Anda? Wah… jangan macem-macem ya, Pak!” Serunya dengan nada suara tinggi, ada rasa gelisah yang menyelinap di hatinya.

Sadewa akhirnya menoleh, menatap Maha dengan sorot mata datar. “Ternyata pikiran mu itu jauh juga ya, Maharani. Apakah kamu ingin melakukan hal seperti yang sedang kamu pikirkan itu?” senyumnya perlahan terangkat menjadi seringai kecil. “Jika, iya. Baiklah, nanti kita bisa melakukannya,” godanya yang jelas membuat Maha menjadi semakin salah tingkah.

“Pak! Saya serius, ya!” Sahut Maha, wajahnya memerah. Entah karena marah atau malu. “Kalau Anda macam-macam, saya benar-benar turun sekarang!” Ancamnya, meski nada bicaranya terdengar gugup daripada tegas. Sementara tangannya sudah meraih gagang pintu yang menunjukkan keseriusannya.

Sadewa terkekeh pelan, cukup terhibur atas reaksi Maha. “Santai saja, Maha. Kamu ini terlalu berpikiran negatif terhadap saya. Memangnya, wajah tampan saya ini terlihat seperti kriminalitas? Hm? Sudahlah, jangan terlalu tegang.” ujarnya dengan mata yang melirik Maha.

Sialan, Sadewa! Dia benar-benar bikin aku terancam dan nggak bisa ngapa-ngapain! Maha memaki dalam hati. Nafasnya semakin berat, tapi ia memilih untuk bungkam. Sebab menghadapi Sadewa yang sulit ditebak akan sangat menguras energinya. Sehingga satu-satunya cara untuk tetap waras adalah ia mengikuti permainan yang pria itu ciptakan.

Sadewa tertawa kecil, ia benar-benar terhibur saat melihat ekspresi Maha yang serius, seakan menganggap ucapannya itu benar-benar bermakna. Namun, ia tidak melanjutkan godaannya. Dengan santai, ia mematikan tablet dan mengalihkan pandangannya ke jalan.

Tak berapa lama, mobil meluncur perlahan memasuki basement Golden House. Sopir dengan cekatan membuka pintu untuk Sadewa, pria itu keluar dengan langkah santai tapi berwibawa. Sementara Maha yang masih diliputi rasa penasaran dan gugup, buru-buru menyusul. Ia berusaha menyesuaikan langkahnya dengan langkah panjang dan cepat Sadewa.

Setiap langkah menciptakan gema, memberikan kesan eksklusif di basement apartemen mewah itu. Sedang Maha, memperhatikan sekeliling dan menyadari betapa mahalnya tempat ini. Pilar-pilar besar berdiri kokoh dan beberapa mobil mewah berjejer sangat rapi.

Wah, gila! Tempat apa ini? Batin Maha merasa sangat kagum.

Ketika mereka sampai di depan lift, Sadewa menekan tombol pada panel tanpa berkata-kata. Maha, yang masih berada setengah langkah di belakangnya, hanya menatap punggung pria itu dengan campuran rasa takut dan juga penasaran.

“Ayo.” ujar Sadewa singkat saat pintu lift terbuka.

Suaranya terdengar tenang, tapi ada nada otoritatif yang membuat Maha tidak punya pilihan selain menurut. Didalam lift yang hening, Maha, mencuri pandang ke arah Sadewa yang berdiri tenang di depannya. Postur tubuhnya tegap, tangan dimasukkan kedalam saku celana. Sementara pandangannya lurus menatap layar kecil yang menunjukkan nomor lantai.

Sumpah, ini orang bikin aku ambigu. Mau kasih kerjaan apaan coba, sampai aku di boyong ke apartemennya? Pikir Maha saat ini, bibirnya membentuk cibiran kesal.

Lift bergerak perlahan ke atas yang membuat suasana hati Maha semakin gelisah. Hingga akhirnya, bunyi lembut terdengar.

Ting!

Pintu lift terbuka, memperlihatkan lorong apartemen yang sunyi namun mewah. Sadewa melangkah keluar tanpa menoleh. Sementara Maha, meski ia penasaran tetap mengikuti langkah Sadewa.

Lorong-lorong itu memancarkan keanggunan modern, lampu-lampu kristal memancarkan cahaya hangat yang menerangi dinding bercorak putih gading. Lukisan kontemporer besar dengan warna-warna abstrak menghiasi beberapa bagian dinding, memberikan kesan mahal dan artistik.

Suasananya kayak di film-film Hollywood, keren! Tapi, kenapa aku jadi deg-degan gini, ya? Batin Maha, ia menelan ludahnya dengan perasaan was-was. Maha menghentikan langkahnya begitu Sadewa berhenti di depan salah satu pintu dengan nomor 1795 terpasang rapi di bagian atas.

Beep!

Suara lembut terdengar saat Sadewa menekan kode pintu. Sesaat kemudian, pintu itu terbuka dengan perlahan, memperlihatkan bagian dalam yang belum terlihat jelas dari luar.

“Silahkan masuk,” ujar Sadewa dengan nada suara lembut, lebih lembut dari biasanya. Tatapan matanya, yang biasa dingin, kini terlihat lebih teduh. Sadewa yang masih berdiri di tempatnya, pun memiringkan tubuhnya sedikit ke samping, memberikan ruang bagi Maha untuk melangkah lebih dulu.

Jelas hal itu pun membuat Maha terpaku sejenak. Ia bahkan mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memastikan apa yang ia lihat bukan sekedar ilusi. Maha merasakan ada sesuatu yang berbeda dari sikap Sadewa malam ini, tapi ia tidak ingin terlalu memikirkannya.

“Terimakasih, Pak.” Maha mengangguk pelan dengan perasaan yang gugup. Ia membungkukkan tubuhnya sedikit ketika melintas di hadapan Sadewa, tetap berusaha bersikap sopan meski hatinya masih diliputi rasa kesal.

Wah… ini, mah, istana, batin Maha. Matanya sibuk mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan.

Unit Sadewa benar-benar mewah, lantai marmer putih mengkilat, langit-langit tinggi dengan lampu gantung kristal, serta jendela besar menyajikan pemandangan gemerlap kota dari ketinggian. Ini bukan sekedar apartemen, ini lebih seperti penthouse kelas atas, batin Maha yang masih terkagum-kagum dengan interior unit Sadewa.

Episodes
1 Senja Maharani, namanya.
2 Tidak butuh psikiater
3 Paginya terasa badmood
4 Tawaran Sadewa, tidak masuk akal!
5 Butuh teman curhat.
6 Malam keputusan
7 Pria-pria ambisius.
8 Otoritas
9 Pekerjaan apa, ya?
10 Cleaning Service!
11 Bukan mimpi, tapi nyata.
12 Victoria's Secret?!
13 Renda-renda itu tidak nyaman.
14 Membingungkan
15 Petaka 'Renda'
16 Maha, itu spesial.
17 Resah
18 Abimana, ngeselin!
19 Terjebak dalam dilema
20 Dibalik fakta, gagal move on.
21 Sosok Misterius.
22 Sebuah dilema.
23 Rencana terselubung.
24 Tuan Posesif.
25 Kilauan topeng.
26 Kemenangan Ego!
27 Cemburu yang menggelegak.
28 Emosi yang tak terkontrol.
29 Tidak ada celah untuk menolak.
30 Perhatian kecil.
31 Pertemuan
32 Btari Embun Anandayu
33 Hukuman
34 Menguji kesetiaan
35 Rival
36 Malam penuh hasrat
37 Ekspetasi yang terlalu tinggi
38 Rindu?
39 Butuh kepastian yang jelas
40 Ungkapan terdalam
41 Kejujuran yang membawa kehangatan kecil
42 Embunnya Maharani
43 Putus
44 Dekapan hangat Maharani
45 Dibawah cahaya temaram
46 Sepihak
47 Lepas kontrol
48 Embun yang malang
49 Sadewa dan ego-nya.
50 Momen sakral
51 Dua wanita kuat
52 Berbagi keluh kesah
53 Lebih dari rasa kecewa
54 Mengusik singa yang sedang tidur
55 Kontrak 'berakhir'
56 Kegelisahan
57 Terkuak
58 Kehidupan yang tumbuh
59 Rumah yang sesungguhnya
60 Red Flag
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Senja Maharani, namanya.
2
Tidak butuh psikiater
3
Paginya terasa badmood
4
Tawaran Sadewa, tidak masuk akal!
5
Butuh teman curhat.
6
Malam keputusan
7
Pria-pria ambisius.
8
Otoritas
9
Pekerjaan apa, ya?
10
Cleaning Service!
11
Bukan mimpi, tapi nyata.
12
Victoria's Secret?!
13
Renda-renda itu tidak nyaman.
14
Membingungkan
15
Petaka 'Renda'
16
Maha, itu spesial.
17
Resah
18
Abimana, ngeselin!
19
Terjebak dalam dilema
20
Dibalik fakta, gagal move on.
21
Sosok Misterius.
22
Sebuah dilema.
23
Rencana terselubung.
24
Tuan Posesif.
25
Kilauan topeng.
26
Kemenangan Ego!
27
Cemburu yang menggelegak.
28
Emosi yang tak terkontrol.
29
Tidak ada celah untuk menolak.
30
Perhatian kecil.
31
Pertemuan
32
Btari Embun Anandayu
33
Hukuman
34
Menguji kesetiaan
35
Rival
36
Malam penuh hasrat
37
Ekspetasi yang terlalu tinggi
38
Rindu?
39
Butuh kepastian yang jelas
40
Ungkapan terdalam
41
Kejujuran yang membawa kehangatan kecil
42
Embunnya Maharani
43
Putus
44
Dekapan hangat Maharani
45
Dibawah cahaya temaram
46
Sepihak
47
Lepas kontrol
48
Embun yang malang
49
Sadewa dan ego-nya.
50
Momen sakral
51
Dua wanita kuat
52
Berbagi keluh kesah
53
Lebih dari rasa kecewa
54
Mengusik singa yang sedang tidur
55
Kontrak 'berakhir'
56
Kegelisahan
57
Terkuak
58
Kehidupan yang tumbuh
59
Rumah yang sesungguhnya
60
Red Flag

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!