Teman Baru: Dinda

Hari ini adalah hari yang kutunggu-tunggu: hari pertama ospek di Universitas Muhammadiyah Cilacap. Aku bangun lebih pagi dari biasanya, dengan semangat yang meluap-luap. Namun, semangatku sedikit meredup ketika ibu memintaku membantu berjualan di pagi hari. Meski agak khawatir akan waktu, aku tidak tega menolak permintaannya. Dengan cekatan, aku membantu ibu menata barang dagangan di warung kecil kami. 

Setelah selesai, aku segera bersiap-siap dan memacu motorku menuju kampus. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.45 pagi, dan ospek dimulai pukul 07.00. Perasaan panik mulai menyelimuti pikiranku. Di sepanjang perjalanan, bayangan mendapat teguran dari senior yang terkenal galak terus menghantui. Jalanan pagi itu cukup lengang, memberiku sedikit harapan untuk sampai tepat waktu.

Namun, di salah satu tikungan, mataku menangkap pemandangan yang membuatku menurunkan kecepatan. Seorang wanita dengan kerudung besar dan panjang berdiri di pinggir jalan sambil mencoba menghidupkan motornya. Wajahnya tampak kebingungan, dan aku menyadari bahwa motornya mati. Meskipun waktu semakin mendesak, hatiku tidak tega membiarkan orang lain dalam kesulitan.

Aku berhenti di dekatnya. "Kenapa, Mbak?" tanyaku dengan nada penuh perhatian.

"Motorku kehabisan bensin," jawabnya dengan suara lembut tetapi penuh rasa cemas. Matanya menatapku seolah-olah berharap aku bisa membantunya.

Aku melihat jam tanganku. Sisa waktu semakin sedikit, tetapi aku memutuskan untuk menolongnya. "Mbak tunggu di sini dulu ya. Aku belikan bensin di depan sana," pintaku padanya.

Dia terlihat sedikit lega dan mengangguk. "Oh iya, Mas. Terima kasih banyak," jawabnya dengan nada tulus.

Aku segera memacu motor ke kios bensin terdekat, membeli bensin secukupnya, dan kembali ke tempat wanita itu menunggu. Aku membantu mengisi tangki motornya hingga penuh. Ketika motornya kembali menyala, wajahnya berubah cerah, dan dia mengucapkan terima kasih berkali-kali.

"Sama-sama. Hati-hati di jalan," kataku sebelum melanjutkan perjalanan.

Namun, kejadian itu membuatku tiba di kampus dengan terlambat. Perasaanku semakin tidak enak ketika seorang senior menghampiri dengan ekspresi wajah yang dingin. "Telat di hari pertama? Hukuman untukmu adalah berdiri di halaman kampus sambil hormat ke bendera selama 30 menit!" katanya tegas.

Aku tidak punya pilihan selain menerima hukuman tersebut. Dengan perasaan campur aduk, aku berdiri di tengah halaman kampus, menghormat ke bendera. Ini adalah pengalaman yang cukup memalukan, terutama karena terakhir kali aku melakukan hal ini adalah empat tahun lalu, ketika masih kelas 3 SMA.

Saat aku sedang menjalani hukuman, tiba-tiba aku mendengar langkah kaki mendekat. Seorang wanita berdiri di sampingku. Aku menoleh, dan terkejut melihat siapa itu. Wanita dengan kerudung besar yang tadi kutolong! Aku tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi, apalagi dalam kondisi seperti ini.

Dia tersenyum malu. "Ternyata aku juga telat," katanya pelan.

Aku tersenyum kecil, berusaha menghibur diri. "Kita senasib, ya," ujarku sambil mencoba menahan tawa.

"Maaf ya, Mas. Gara-gara aku, Mas jadi telat," katanya sambil menunduk, terlihat merasa bersalah.

Aku menggeleng. "Sudah, santai saja. Aku telat bukan karena bantuin kamu. Tapi memang dari awalnya saja sudah telat," kataku sambil tersenyum.

"Masa sih? Mas ngomong itu biar aku nggak merasa bersalah, kan?" ucapnya sambil tersenyum kecil, mencoba menggoda.

Aku hanya tersenyum balik padanya tanpa bisa membantah. Sepertinya dia memang bisa membaca pikiranku.

"Oh iya, kita belum kenalan. Namaku Dinda. Mas namanya siapa?" tanyanya sambil menatapku dengan senyuman hangat.

"Namaku Alan," jawabku singkat.

Percakapan kami berlanjut meski kami masih berdiri di bawah terik matahari sambil menghormat ke bendera. Dari obrolan itu, aku mengetahui bahwa dia ternyata mahasiswa baru juga, sama sepertiku. Dia mengambil jurusan Akuntansi, sementara aku memilih Teknik Informatika. Selain itu, aku juga tahu bahwa dia empat tahun lebih muda dariku. Meski begitu, obrolan kami terasa hangat, dan seketika rasa malu karena hukuman itu memudar.

Setelah hukuman selesai, kami berjalan bersama menuju aula tempat ospek berlangsung. Senior-senior tampak sibuk memberi pengarahan. Namun, pikiranku masih melayang pada percakapan singkat dengan Dinda. Ada sesuatu tentang dirinya yang membuatku merasa nyaman.

Hari pertama ospek yang awalnya kupikir akan berjalan buruk ternyata memberiku cerita yang tak terlupakan. Siapa sangka, dari keterlambatan dan hukuman, aku justru menemukan seorang teman baru bernama Dinda.

Ketika acara ospek selesai sore harinya, aku berjalan menuju parkiran motor dengan perasaan lega. Namun, sebelum aku sempat menyalakan motor, Dinda tiba-tiba menghampiriku. Dengan senyuman ramah, dia berdiri di depan motorku.

"Mas lagi buru-buru pulang nggak?" tanyanya, terlihat sedikit gugup sambil mengelus-elus motornya.

"Nggak, memangnya kenapa?" jawabku sambil memakai helm.

"Aku mau ngajak Mas makan," ucapnya sambil tersenyum lebar.

"Makan?" tanyaku bingung.

"Iya, Mas tadi pagi kan sudah bantuin aku. Sebagai bentuk terima kasihku, aku mau traktir Mas makan," jelasnya dengan penuh semangat.

"Nggak usah, orang cuma beliin bensin doang," tolakku sambil tersenyum, merasa bahwa itu bukan hal besar.

"Ayolah, Mas. Biar aku nggak terlalu merasa bersalah karena bikin Mas telat dan kena hukuman," rayunya sambil merengek, seperti anak kecil.

Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkahnya. "Ya sudah, boleh deh. Mau makan di mana?" tanyaku akhirnya menyerah.

"Mas maunya di mana? Di restoran atau di mana? Terserah Mas aja. Di tempat yang mahal juga nggak apa-apa," ucapnya dengan nada sedikit sombong.

Dinda memang terlihat berasal dari keluarga kaya. Itu bisa dilihat dari motor yang dibawanya, yaitu motor keluaran terbaru dengan harga yang cukup mahal. Berbeda dengan motorku yang hanya motor tua dengan beberapa bagian bodinya sudah tidak lengkap.

"Asyik, banyak duit nih. Gimana kalau kita makan di warteg langgananku? Tempatnya dekat dari sini dan masakannya juga enak-enak. Namanya Warteg Mbak Nur," ucapku sambil membayangkan masakan-masakan Mbak Nur yang sangat enak.

"Oke kalau begitu. Saatnya berangkat!" katanya dengan penuh semangat.

Aku hanya tertawa kecil melihat kelakuan Dinda yang begitu konyol. Dalam perjalanan menuju warteg, kami berbicara tentang banyak hal. Dinda bercerita tentang keluarganya, hobinya, dan alasan dia memilih Universitas Muhammadiyah Cilacap. Aku juga berbagi cerita tentang pengalamanku sebelumnya di SMA dan bagaimana aku akhirnya memutuskan untuk kuliah di sini.

Setibanya di warteg, kami langsung memesan makanan favorit masing-masing. Dinda terlihat antusias mencoba masakan warteg yang sederhana tetapi lezat. "Mas, ini enak banget! Nggak nyangka makanan murah bisa seenak ini," katanya dengan mulut penuh makanan.

Aku tertawa mendengar komentarnya. "Aku sudah bilang, kan? Masakan Mbak Nur memang juara."

Percakapan kami terus mengalir hingga malam tiba. Aku merasa waktu berlalu begitu cepat saat bersama Dinda. Hari yang awalnya penuh kesulitan berubah menjadi pengalaman yang penuh kehangatan. Dari sekadar kejadian kecil di pagi hari hingga momen makan bersama di warteg, aku merasa telah menemukan seorang teman yang istimewah.

Episodes
1 Cinta dan Lamaran Yang Gagal
2 Hari-hari Yang Berat, Pernikahan Salma
3 Langkah Baru
4 Teman Baru: Dinda
5 Suami Mantanku Adalah Dosenku
6 Malam Keakraban
7 Jejak Langkah Di Puncak Asmara
8 Malam Dan Monika
9 Dinda Vs Monika, Konflik Yang Buatku Bingung
10 Malam Konflik Dan Rahasia Monika
11 Luka Yang Tak Terungkap
12 Tugas Kelompok Yang Merepotkan
13 Ketegangan Di Pagi Hari
14 Persaingan Serabi Dan Dua Hati Di CFD
15 Primadona, Mantan Dan Buku Di Kepala
16 Dinda Dan Tawa Yang Membingungkan
17 Turnamen Sepakbola Antar Kampus
18 Kerusuhan Setelah Turnamen
19 Pilihan Yang Berat
20 Akhir Semester
21 Percakapan Di Rumah Monika
22 Monika Dan Penyesalan Yang Tertahan
23 Senja Baru Monika
24 Tawaran Besar Dan Pengakuan Cinta
25 Meminta Restu Ibu
26 Dinda Dan Undangan
27 Urusan Wanita
28 Kehadiran Salma
29 Masa Lalu Kembali Ke Rumah
30 Bicara Dari Hati : Afif
31 Keributan Di Acara Pernikahan
32 Bulan Madu
33 Makan Malam Romantis
34 Keributan Setelah Bulan Madu
35 Menjenguk Salma
36 Antara Cinta Dan Rasa Kasihan
37 Perubahan Salma
38 Teror Tak Terduga
39 Teka-Teki Teror Yang Mengusikku
40 Pengorbanan Dinda
41 Pengakuan Rian
42 Petunjuk Dari Dinda
43 Misteri Jesika Mariska
44 Hilangnya Monika
45 Pengakuan Jesika Yang Mengejutkan, Dalang dari semua teror.
46 Kejadian Diatas Gedung
47 Akhir Dari Teror
48 Ancaman Baru
49 Persidangan Salma
50 Mencari Kebenaran Yang Terkunci
51 Kesempatan Yang Tak Terduga
52 Di Balik Kesulitan Ada Kemudahan
53 Saksi Baru
54 Hasil Persidangan Yang Mengecewakan
55 Keributan Di Cfd
56 Teror Baru
57 Reuni Elva, Marahnya Monika
58 Cemburunya Monika
59 Makan Malam Romantis
Episodes

Updated 59 Episodes

1
Cinta dan Lamaran Yang Gagal
2
Hari-hari Yang Berat, Pernikahan Salma
3
Langkah Baru
4
Teman Baru: Dinda
5
Suami Mantanku Adalah Dosenku
6
Malam Keakraban
7
Jejak Langkah Di Puncak Asmara
8
Malam Dan Monika
9
Dinda Vs Monika, Konflik Yang Buatku Bingung
10
Malam Konflik Dan Rahasia Monika
11
Luka Yang Tak Terungkap
12
Tugas Kelompok Yang Merepotkan
13
Ketegangan Di Pagi Hari
14
Persaingan Serabi Dan Dua Hati Di CFD
15
Primadona, Mantan Dan Buku Di Kepala
16
Dinda Dan Tawa Yang Membingungkan
17
Turnamen Sepakbola Antar Kampus
18
Kerusuhan Setelah Turnamen
19
Pilihan Yang Berat
20
Akhir Semester
21
Percakapan Di Rumah Monika
22
Monika Dan Penyesalan Yang Tertahan
23
Senja Baru Monika
24
Tawaran Besar Dan Pengakuan Cinta
25
Meminta Restu Ibu
26
Dinda Dan Undangan
27
Urusan Wanita
28
Kehadiran Salma
29
Masa Lalu Kembali Ke Rumah
30
Bicara Dari Hati : Afif
31
Keributan Di Acara Pernikahan
32
Bulan Madu
33
Makan Malam Romantis
34
Keributan Setelah Bulan Madu
35
Menjenguk Salma
36
Antara Cinta Dan Rasa Kasihan
37
Perubahan Salma
38
Teror Tak Terduga
39
Teka-Teki Teror Yang Mengusikku
40
Pengorbanan Dinda
41
Pengakuan Rian
42
Petunjuk Dari Dinda
43
Misteri Jesika Mariska
44
Hilangnya Monika
45
Pengakuan Jesika Yang Mengejutkan, Dalang dari semua teror.
46
Kejadian Diatas Gedung
47
Akhir Dari Teror
48
Ancaman Baru
49
Persidangan Salma
50
Mencari Kebenaran Yang Terkunci
51
Kesempatan Yang Tak Terduga
52
Di Balik Kesulitan Ada Kemudahan
53
Saksi Baru
54
Hasil Persidangan Yang Mengecewakan
55
Keributan Di Cfd
56
Teror Baru
57
Reuni Elva, Marahnya Monika
58
Cemburunya Monika
59
Makan Malam Romantis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!