Hari-hari Yang Berat, Pernikahan Salma

Sore itu, aku pulang dengan wajah murung. Saat motorku melaju memasuki halaman rumah, aku melihat ibuku sudah menunggu di depan pintu. Begitu aku turun dari motor, ia langsung menghampiriku dengan penuh semangat.

“Kamu ke mana saja? Kok baru pulang? Bagaimana lamaranmu ke Salma, berhasil? Ibu sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat ke rumah Salma,” ucap Ibu dengan antusias.

Aku memang sudah bercerita pada Ibu tentang rencanaku melamar Salma beberapa hari sebelumnya. Rencananya, aku akan datang bersama Ibu untuk melamar Salma secara resmi ke orang tuanya setelah mendapatkan jawabannya. Namun, kini semua rencana itu tinggal kenangan yang tak mungkin terwujud.

“Salma sudah dilamar oleh pria lain, Bu,” ucapku lirih, menahan tangis.

“Yang benar kamu?” tanya Ibu terkejut.

Aku hanya mengangguk pelan, tak mampu berkata apa-apa. Melihat wajahku yang penuh kesedihan, Ibu langsung memelukku erat.

“Yang sabar, ya, Nak,” ucap Ibu sambil menangis bersamaku.

Dalam pelukan Ibu, aku tak lagi mampu menahan air mataku. Semua kesedihan yang sejak tadi kutahan kini tumpah. Aku menangis sesenggukan, seperti anak kecil yang kehilangan mainannya. Sore itu, aku habiskan waktu menangis di pelukan Ibu, mencoba menerima kenyataan pahit yang harus kuhadapi.

Seminggu berlalu setelah perpisahanku dengan Salma. Hari-hariku terasa hampa. Meski aku tahu keputusan ini adalah yang terbaik, hatiku tetap saja berat menerima kenyataan. Kabar tentang rencana pernikahannya sudah sampai ke telingaku. Namun tetap saja, ketika Ibu memberikan undangan berwarna emas, perasaan sakit itu kembali menyeruak.

Perlahan, kubuka undangan itu. Nama Salma tertulis di sana, bersanding dengan nama Afif, lelaki yang kini menjadi pilihannya. Hatiku remuk. Perasaan ikhlas, kecewa, dan kehilangan bercampur menjadi satu.

“Kalau kamu nggak mau datang, nggak apa-apa. Jangan maksain diri. Takutnya nanti kamu nggak akan kuat ngelihat Salma bersanding sama pria lain,” ucap Ibu menatapku penuh simpati.

“Iya, Bu. Aku juga nggak tahu bakal datang atau nggak,” jawabku sambil meletakkan undangan itu di meja.

Hari-hari berikutnya, pikiranku terus dibebani oleh pertanyaan: haruskah aku datang ke pernikahannya? Di satu sisi, aku merasa tak sanggup melihatnya bahagia dengan orang lain. Namun, di sisi lain, menghadiri pernikahannya mungkin cara terbaik untuk menutup lembaran lama. Melihat Salma bahagia di pelaminan bisa menjadi pukulan terakhir yang membuatku menerima kenyataan sepenuhnya.

Akhirnya, di hari pernikahan itu, aku menguatkan hati. Dengan mengenakan pakaian terbaik, aku melangkahkan kaki menuju gedung tempat acara berlangsung. Setiap langkah terasa berat, seolah ada beban yang menahanku. Saat tiba di ruangan, mataku langsung mencari sosok Salma. Ia berdiri di pelaminan, mengenakan gaun putih yang membuatnya terlihat begitu anggun. Di sampingnya, Afif tersenyum bangga, menggenggam tangannya erat. Mereka tampak sangat serasi.

Dengan senyum yang kupaksakan, aku menghampiri mereka. “Selamat, Salma,” ucapku pelan, suaraku sedikit bergetar.

“Terima kasih sudah mau datang di pernikahanku,” jawabnya dengan senyum lembut.

Mata kami bertemu sebentar. Aku melihat matanya yang mulai memerah. Setetes air mata jatuh perlahan membasahi pipinya. Ingin rasanya aku menghapus air matanya, tapi aku tersadar bahwa aku tak lagi memiliki hak untuk melakukannya. Dengan hati yang remuk, aku berjalan ke samping dan menyalami Afif.

“Selamat, semoga kalian bahagia,” ucapku singkat. Namun, di dalam hati, aku menahan rasa marah. Aku membencinya karena telah merebut Salma dariku. Tapi aku tahu, aku tak boleh menunjukkan itu.

Di tengah acara, aku bertemu dengan banyak teman lama, termasuk teman-teman Salma. Kami berbincang sebentar, meski pikiranku masih tertuju pada Salma yang beberapa kali terlihat mengusap air mata dengan tisu di tangannya. Saat aku sedang berbincang, tiba-tiba aku merasakan tangan seseorang menarikku dari belakang. Itu ayah Salma.

“Sebaiknya kamu pergi dari sini! Sebelum pernikahan anakku hancur gara-gara kamu,” ujarnya dengan nada penuh amarah.

“Apa maksud Bapak? Saya datang hanya karena memenuhi undangan, sebagai seorang teman. Itu saja. Tidak ada niat buruk sama sekali,” jawabku mencoba menahan diri.

“Sudahlah, jangan banyak alasan. Pergi saja kamu dari sini!” katanya sambil menyeretku ke luar gedung.

Sesampainya di luar, ia mendorongku hingga aku jatuh tersungkur. Aku menatapnya tajam. Ingin rasanya aku melawan, tapi aku menahan diri.

“Apa? Kamu mau menantang saya? Berani sekali kamu! Untung saja anakku tidak menikah dengan seorang berandalan seperti kamu,” ucapnya penuh hinaan.

“Tolong jaga ucapan Bapak. Saya masih menghormati Bapak sebagai orang yang lebih tua. Jangan buat saya kehilangan respect,” balasku, menahan amarah.

“Pergi kamu! Dasar tidak sopan!” bentaknya sambil menyuruhku untuk pergi.

“Aku akan pergi dari sini! Tapi cara Bapak mengusir saya dengan cara hina seperti ini sangat tidak dapat saya terima,” ujarku dengan perasaan penuh amarah.

“Terus, kamu mau apa? Orang miskin kayak kamu memang pantas diperlakukan hina seperti ini,” ucapnya semakin menyolot.

“Saya memang miskin. Tapi setidaknya saya tahu bagaimana caranya untuk menghargai seseorang. Tidak seperti Bapak, yang bisanya hanya merendahkan orang lain,” ucapku sambil meludah di hadapannya.

Ayah Salma yang sudah sangat emosi langsung berlari ke arahku lalu memukul wajahku dengan keras. Aku yang juga sudah terbawa emosi hendak membalasnya. Tapi dua satpam tiba-tiba datang dan memisahkan kami. Aku mencoba memberontak dan melepaskan diri, namun tetap tidak bisa. Hingga akhirnya aku mulai pasrah dalam dekapan satpam yang mendekapku dari belakang.

“Sudah! Jangan ribut di sini! Mas, lebih baik pergi dari sini,” kata salah satu satpam padaku.

Aku pergi meninggalkan tempat itu dengan perasaan terhina dan penuh amarah. Di perjalanan pulang, aku menyesali keputusanku untuk datang ke acara itu. Mungkin, seharusnya aku tetap berada di rumah, menyimpan rasa sakit ini sendiri, tanpa perlu menambah luka. Aku hanya bersyukur kejadian itu tidak dilihat oleh Salma. Jika Salma melihat kejadian itu, dia pasti akan membenciku.

Namun, di tengah perjalanan, aku mulai menyadari sesuatu. Pertemuan terakhir ini adalah cara Tuhan menunjukkan bahwa aku dan Salma memang tak ditakdirkan bersama. Aku harus mulai melangkah maju, menerima kenyataan, dan membuka hati untuk kehidupan yang baru.

Hari-hari berikutnya, aku berjanji akan berusaha keras untuk bangkit. Aku ingin mengisi waktuku dengan pekerjaan dan kegiatan yang selama ini kuabaikan. Meski rasa sakit itu belum sepenuhnya hilang, aku tahu bahwa waktu akan menjadi obat terbaik. Pelan-pelan, aku akan belajar menerima bahwa Salma adalah bagian dari masa laluku, bukan masa depanku.

Mungkin, suatu saat nanti, aku akan menemukan seseorang yang benar-benar ditakdirkan untukku. Seseorang yang bisa membuatku melupakan Salma sepenuhnya. Hingga saat itu tiba, aku akan terus berjalan, melangkah maju, meninggalkan semua kenangan pahit di belakangku.

Terpopuler

Comments

Phoenix Ikki

Phoenix Ikki

Bukan main bagusnya.

2024-12-16

0

lihat semua
Episodes
1 Cinta dan Lamaran Yang Gagal
2 Hari-hari Yang Berat, Pernikahan Salma
3 Langkah Baru
4 Teman Baru: Dinda
5 Suami Mantanku Adalah Dosenku
6 Malam Keakraban
7 Jejak Langkah Di Puncak Asmara
8 Malam Dan Monika
9 Dinda Vs Monika, Konflik Yang Buatku Bingung
10 Malam Konflik Dan Rahasia Monika
11 Luka Yang Tak Terungkap
12 Tugas Kelompok Yang Merepotkan
13 Ketegangan Di Pagi Hari
14 Persaingan Serabi Dan Dua Hati Di CFD
15 Primadona, Mantan Dan Buku Di Kepala
16 Dinda Dan Tawa Yang Membingungkan
17 Turnamen Sepakbola Antar Kampus
18 Kerusuhan Setelah Turnamen
19 Pilihan Yang Berat
20 Akhir Semester
21 Percakapan Di Rumah Monika
22 Monika Dan Penyesalan Yang Tertahan
23 Senja Baru Monika
24 Tawaran Besar Dan Pengakuan Cinta
25 Meminta Restu Ibu
26 Dinda Dan Undangan
27 Urusan Wanita
28 Kehadiran Salma
29 Masa Lalu Kembali Ke Rumah
30 Bicara Dari Hati : Afif
31 Keributan Di Acara Pernikahan
32 Bulan Madu
33 Makan Malam Romantis
34 Keributan Setelah Bulan Madu
35 Menjenguk Salma
36 Antara Cinta Dan Rasa Kasihan
37 Perubahan Salma
38 Teror Tak Terduga
39 Teka-Teki Teror Yang Mengusikku
40 Pengorbanan Dinda
41 Pengakuan Rian
42 Petunjuk Dari Dinda
43 Misteri Jesika Mariska
44 Hilangnya Monika
45 Pengakuan Jesika Yang Mengejutkan, Dalang dari semua teror.
46 Kejadian Diatas Gedung
47 Akhir Dari Teror
48 Ancaman Baru
49 Persidangan Salma
50 Mencari Kebenaran Yang Terkunci
51 Kesempatan Yang Tak Terduga
52 Di Balik Kesulitan Ada Kemudahan
53 Saksi Baru
54 Hasil Persidangan Yang Mengecewakan
55 Keributan Di Cfd
56 Teror Baru
57 Reuni Elva, Marahnya Monika
58 Cemburunya Monika
59 Makan Malam Romantis
Episodes

Updated 59 Episodes

1
Cinta dan Lamaran Yang Gagal
2
Hari-hari Yang Berat, Pernikahan Salma
3
Langkah Baru
4
Teman Baru: Dinda
5
Suami Mantanku Adalah Dosenku
6
Malam Keakraban
7
Jejak Langkah Di Puncak Asmara
8
Malam Dan Monika
9
Dinda Vs Monika, Konflik Yang Buatku Bingung
10
Malam Konflik Dan Rahasia Monika
11
Luka Yang Tak Terungkap
12
Tugas Kelompok Yang Merepotkan
13
Ketegangan Di Pagi Hari
14
Persaingan Serabi Dan Dua Hati Di CFD
15
Primadona, Mantan Dan Buku Di Kepala
16
Dinda Dan Tawa Yang Membingungkan
17
Turnamen Sepakbola Antar Kampus
18
Kerusuhan Setelah Turnamen
19
Pilihan Yang Berat
20
Akhir Semester
21
Percakapan Di Rumah Monika
22
Monika Dan Penyesalan Yang Tertahan
23
Senja Baru Monika
24
Tawaran Besar Dan Pengakuan Cinta
25
Meminta Restu Ibu
26
Dinda Dan Undangan
27
Urusan Wanita
28
Kehadiran Salma
29
Masa Lalu Kembali Ke Rumah
30
Bicara Dari Hati : Afif
31
Keributan Di Acara Pernikahan
32
Bulan Madu
33
Makan Malam Romantis
34
Keributan Setelah Bulan Madu
35
Menjenguk Salma
36
Antara Cinta Dan Rasa Kasihan
37
Perubahan Salma
38
Teror Tak Terduga
39
Teka-Teki Teror Yang Mengusikku
40
Pengorbanan Dinda
41
Pengakuan Rian
42
Petunjuk Dari Dinda
43
Misteri Jesika Mariska
44
Hilangnya Monika
45
Pengakuan Jesika Yang Mengejutkan, Dalang dari semua teror.
46
Kejadian Diatas Gedung
47
Akhir Dari Teror
48
Ancaman Baru
49
Persidangan Salma
50
Mencari Kebenaran Yang Terkunci
51
Kesempatan Yang Tak Terduga
52
Di Balik Kesulitan Ada Kemudahan
53
Saksi Baru
54
Hasil Persidangan Yang Mengecewakan
55
Keributan Di Cfd
56
Teror Baru
57
Reuni Elva, Marahnya Monika
58
Cemburunya Monika
59
Makan Malam Romantis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!