Suami Mantanku Adalah Dosenku

Hari itu, matahari bersinar cerah. Sinarnya menembus dedaunan pohon yang ada di sepanjang jalan kampus, menciptakan bayang-bayang yang bergerak perlahan. Angin pagi yang sejuk mengusap wajahku, memberi kesan tenang namun penuh harapan. Aku menarik napas panjang, mengisi paru-paru dengan udara segar, dan berjalan pelan menuju gedung kuliah. Campuran antara gugup dan semangat mengisi seluruh tubuhku. Setelah melewati minggu-minggu ospek yang melelahkan, akhirnya ini adalah hari pertamaku memasuki dunia perkuliahan yang sudah lama aku impikan.

Langkahku terasa berat namun penuh tekad. Aku sudah empat tahun berada di dunia kerja, meninggalkan bangku kuliah yang sepertinya sudah sangat jauh dari ingatanku. Perasaan cemas datang menghantui. Apakah aku masih bisa mengikuti materi kuliah seperti dulu? Apa aku bisa bersaing dengan teman-teman baru yang masih segar dengan semangat akademis mereka? Pertanyaan-pertanyaan itu terus muncul di kepalaku, mengganggu ketenangan yang aku coba ciptakan.

Di sampingku, Dinda berjalan dengan langkah ringan, wajahnya cerah, penuh antusiasme. Sejak beberapa waktu lalu, kami semakin dekat. Kami tidak hanya sekadar teman satu jurusan, tetapi juga teman yang saling menguatkan setelah beberapa kejadian yang membawa kami lebih dekat. Ternyata, di luar dugaan, kami satu jurusan, yang membuat kami sering bertemu dan semakin akrab. Rasanya, berjalan bersama Dinda membuatku sedikit lebih tenang.

“Kamu siap, Din?” tanyaku, berusaha mengalihkan perhatian dari kecemasan yang mulai merayap.

Dinda menoleh dan tersenyum lebar, senyum yang menghangatkan hati. “Selalu siap! Mas sendiri? Kelihatan tegang banget, tuh.”

Aku tertawa kecil, meskipun dalam hati aku tahu dia benar. “Iya, sedikit gugup. Sudah lama sejak terakhir kali aku belajar. Empat tahun kerja bikin aku takut nggak bisa ngikutin kuliah,” jawabku dengan sedikit cemas.

Dinda menepuk bahuku dengan lembut. “Santai aja. Lagipula, aku yakin Mas pasti bisa. Kita bisa belajar bareng, kalau perlu.”

Kata-kata Dinda memberiku sedikit kelegaan. Rasanya, berjalan bersama seseorang yang aku kenal dan nyaman dengannya seperti Dinda membuat langkahku lebih ringan. Bersama-sama kami melangkah menuju ruang kelas, sebuah ruangan yang akan menjadi tempat belajar kami dalam beberapa tahun ke depan. Selama perjalanan, pikiranku terus berputar. Bagaimana rasanya kembali ke dunia akademik setelah sekian lama? Apakah aku masih bisa mengikuti dengan baik? Semua pertanyaan itu melintas begitu cepat, membuat dadaku terasa penuh.

Saat kami sampai di depan pintu kelas, aku merasakan detak jantungku semakin cepat. Kejutan datang begitu tiba-tiba, hampir membuatku kehilangan kendali atas tubuhku. Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, namun tak bisa menghindari perasaan cemas yang semakin menguat. Pintu kelas terbuka, dan semua suara yang ada di sekitar kami mendadak hening. Semua mata tertuju ke depan, ke arah seorang pria tinggi yang baru saja masuk.

Aku menahan napas. Afif. Sosok yang tak pernah benar-benar hilang dari ingatanku. Afif, yang ternyata adalah suami Salma, mantan pacarku. Aku tahu dia mengajar di Universitas Muhammadiyah Cilacap, namun aku tidak pernah membayangkan bahwa dia akan menjadi dosen di kelas pertamaku. Rasa gugupku kembali memuncak, bahkan jauh lebih besar dari sebelumnya. Aku merasakan tubuhku kaku, sulit untuk bergerak, meskipun aku tahu aku harus tetap tenang.

Dinda yang berjalan di sampingku menoleh padaku. “Mas kenapa? Kok kelihatan aneh?” tanya Dinda dengan nada cemas, tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya.

Aku memaksakan diri untuk tersenyum, meskipun senyuman itu terasa sangat kaku. “Nggak apa-apa. Cuma… kaget aja,” jawabku, berusaha menyembunyikan perasaan yang sebenarnya lebih kompleks dari itu.

Dinda masih menatapku dengan tatapan penuh tanya, tapi aku hanya mengangguk, berusaha untuk tidak memberi penjelasan lebih lanjut. Aku tahu, jika aku menjelaskan lebih banyak, itu hanya akan membuatnya bertanya lebih jauh lagi.

Afif mulai memperkenalkan diri di depan kelas. Suaranya yang tenang dan penuh wibawa mengisi ruangan, membuat suasana yang tadinya ramai menjadi hening. Aku berusaha untuk fokus pada catatan di depanku, tetapi pikiranku terus menerus melayang. Kenangan tentang Salma kembali muncul, menghantui setiap pikiran yang ada. Meskipun kami sudah berpisah, kenangan indah bersama Salma tidak pernah benar-benar hilang. Aku sudah berusaha mengikhlaskan semuanya, tapi tetap saja, ada rasa canggung yang hadir setiap kali aku mengingat masa lalu. Terlebih lagi, kini suami dari mantanku berdiri di depan kelas sebagai dosen.

Sesi perkenalan kuliah berjalan lancar, meskipun aku merasa sulit untuk benar-benar fokus. Dinda tampak begitu antusias mencatat semua yang disampaikan, sedangkan aku hanya menggambar-gambar tidak jelas di kertas. Setiap kali Afif berbicara, aku merasa seolah-olah dia mengarahkan pandangannya padaku, meskipun aku tahu itu hanya perasaanku saja. Namun, perasaan itu tetap mengganggu.

Akhirnya, kelas berakhir, dan semua mahasiswa mulai beranjak dari tempat duduk mereka. Aku segera merapikan barang-barangku, berusaha tidak terlalu lama di dalam kelas. Namun, langkahku terhenti ketika suara Afif memanggilku.

“Hey, kamu, bisa tolong bantu saya merapikan barang-barang bawaan saya?” Suaranya terdengar santai, tapi tetap profesional. Aku menoleh dan melihat semua mata mahasiswa tertuju padaku. Dinda yang masih duduk di tempatnya menatapku dengan alis terangkat, namun aku memberi isyarat padanya untuk pergi lebih dulu. Aku tahu, aku harus menyelesaikan ini dengan cepat.

Dengan hati yang berdebar, aku berjalan mendekat ke meja dosen tempat Afif berdiri. Suasana di sekitar kami seolah menghilang, hanya ada kami berdua di ruangan itu.

“Kamu Alan, ya?” tanyanya, matanya yang tajam menatapku, seperti mencari sesuatu dalam diriku.

“Iya, Pak,” jawabku singkat, berusaha menjaga sikap profesional meskipun perasaan canggung itu begitu kuat.

Afif mengangguk pelan, kemudian tersenyum tipis. “Istriku pernah bercerita tentang kamu dan hubungan kalian. Aku nggak nyangka kamu kuliah di sini,” katanya dengan suara yang terdengar santai namun penuh makna.

Aku tersenyum kaku. “Saya juga nggak nyangka Bapak mengajar di kelas ini,” jawabku, berusaha menjaga jarak antara masa lalu dan masa kini.

Afif menatapku sejenak, lalu mengangguk. “Santai aja. Saya nggak akan mengungkit masa lalu kamu dengan istri saya. Kita akan tetap bersikap profesional,” katanya, memberikan rasa lega meskipun tetap ada ketegangan di udara.

“Tentu, Pak. Saya juga,” jawabku, berusaha meyakinkan diri sendiri.

Afif tersenyum lagi, dan sebelum aku pergi, dia berkata, “Selamat belajar. Semoga sukses.”

Aku mengangguk cepat, merasa seolah-olah sebuah babak baru telah dimulai. Setelah meninggalkan ruang kelas, aku melihat Dinda menungguku di koridor. Wajahnya penuh tanda tanya.

“Kenapa lama banget, Mas? Aku nungguin dari tadi tahu,” tanyanya, penasaran.

“Nggak ada apa-apa. Cuma ngobrol biasa,” jawabku dengan singkat, berharap dia tidak bertanya lebih lanjut.

Sepanjang perjalanan pulang, pikiranku terus dipenuhi dengan percakapan singkat tadi. Meskipun Afif berjanji untuk bersikap profesional, ada rasa canggung yang sulit untuk hilang. Namun, satu hal yang aku sadari adalah bahwa hari ini hanyalah awal dari perjalanan panjangku di dunia perkuliahan. Terlepas dari masa lalu, aku harus fokus pada masa depan.

Bersama Dinda dan teman-teman baru lainnya, aku yakin bisa menghadapi tantangan yang ada, termasuk kenyataan bahwa salah satu dosenku adalah seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidupku yang penuh kenangan. Hari pertama kuliah mungkin penuh kejutan, tapi aku percaya ini hanyalah awal dari cerita yang lebih besar. Dan aku siap untuk menuliskannya, halaman demi halaman, dengan segala warna dan tantangan yang akan datang.

Episodes
1 Cinta dan Lamaran Yang Gagal
2 Hari-hari Yang Berat, Pernikahan Salma
3 Langkah Baru
4 Teman Baru: Dinda
5 Suami Mantanku Adalah Dosenku
6 Malam Keakraban
7 Jejak Langkah Di Puncak Asmara
8 Malam Dan Monika
9 Dinda Vs Monika, Konflik Yang Buatku Bingung
10 Malam Konflik Dan Rahasia Monika
11 Luka Yang Tak Terungkap
12 Tugas Kelompok Yang Merepotkan
13 Ketegangan Di Pagi Hari
14 Persaingan Serabi Dan Dua Hati Di CFD
15 Primadona, Mantan Dan Buku Di Kepala
16 Dinda Dan Tawa Yang Membingungkan
17 Turnamen Sepakbola Antar Kampus
18 Kerusuhan Setelah Turnamen
19 Pilihan Yang Berat
20 Akhir Semester
21 Percakapan Di Rumah Monika
22 Monika Dan Penyesalan Yang Tertahan
23 Senja Baru Monika
24 Tawaran Besar Dan Pengakuan Cinta
25 Meminta Restu Ibu
26 Dinda Dan Undangan
27 Urusan Wanita
28 Kehadiran Salma
29 Masa Lalu Kembali Ke Rumah
30 Bicara Dari Hati : Afif
31 Keributan Di Acara Pernikahan
32 Bulan Madu
33 Makan Malam Romantis
34 Keributan Setelah Bulan Madu
35 Menjenguk Salma
36 Antara Cinta Dan Rasa Kasihan
37 Perubahan Salma
38 Teror Tak Terduga
39 Teka-Teki Teror Yang Mengusikku
40 Pengorbanan Dinda
41 Pengakuan Rian
42 Petunjuk Dari Dinda
43 Misteri Jesika Mariska
44 Hilangnya Monika
45 Pengakuan Jesika Yang Mengejutkan, Dalang dari semua teror.
46 Kejadian Diatas Gedung
47 Akhir Dari Teror
48 Ancaman Baru
49 Persidangan Salma
50 Mencari Kebenaran Yang Terkunci
51 Kesempatan Yang Tak Terduga
52 Di Balik Kesulitan Ada Kemudahan
53 Saksi Baru
54 Hasil Persidangan Yang Mengecewakan
55 Keributan Di Cfd
56 Teror Baru
57 Reuni Elva, Marahnya Monika
58 Cemburunya Monika
59 Makan Malam Romantis
Episodes

Updated 59 Episodes

1
Cinta dan Lamaran Yang Gagal
2
Hari-hari Yang Berat, Pernikahan Salma
3
Langkah Baru
4
Teman Baru: Dinda
5
Suami Mantanku Adalah Dosenku
6
Malam Keakraban
7
Jejak Langkah Di Puncak Asmara
8
Malam Dan Monika
9
Dinda Vs Monika, Konflik Yang Buatku Bingung
10
Malam Konflik Dan Rahasia Monika
11
Luka Yang Tak Terungkap
12
Tugas Kelompok Yang Merepotkan
13
Ketegangan Di Pagi Hari
14
Persaingan Serabi Dan Dua Hati Di CFD
15
Primadona, Mantan Dan Buku Di Kepala
16
Dinda Dan Tawa Yang Membingungkan
17
Turnamen Sepakbola Antar Kampus
18
Kerusuhan Setelah Turnamen
19
Pilihan Yang Berat
20
Akhir Semester
21
Percakapan Di Rumah Monika
22
Monika Dan Penyesalan Yang Tertahan
23
Senja Baru Monika
24
Tawaran Besar Dan Pengakuan Cinta
25
Meminta Restu Ibu
26
Dinda Dan Undangan
27
Urusan Wanita
28
Kehadiran Salma
29
Masa Lalu Kembali Ke Rumah
30
Bicara Dari Hati : Afif
31
Keributan Di Acara Pernikahan
32
Bulan Madu
33
Makan Malam Romantis
34
Keributan Setelah Bulan Madu
35
Menjenguk Salma
36
Antara Cinta Dan Rasa Kasihan
37
Perubahan Salma
38
Teror Tak Terduga
39
Teka-Teki Teror Yang Mengusikku
40
Pengorbanan Dinda
41
Pengakuan Rian
42
Petunjuk Dari Dinda
43
Misteri Jesika Mariska
44
Hilangnya Monika
45
Pengakuan Jesika Yang Mengejutkan, Dalang dari semua teror.
46
Kejadian Diatas Gedung
47
Akhir Dari Teror
48
Ancaman Baru
49
Persidangan Salma
50
Mencari Kebenaran Yang Terkunci
51
Kesempatan Yang Tak Terduga
52
Di Balik Kesulitan Ada Kemudahan
53
Saksi Baru
54
Hasil Persidangan Yang Mengecewakan
55
Keributan Di Cfd
56
Teror Baru
57
Reuni Elva, Marahnya Monika
58
Cemburunya Monika
59
Makan Malam Romantis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!