BAB DUA

Ketika, malam hari tiba. Sekar, masih terngiang ngiang dengan ucapan bapak. Untuk menjawab pertanyaan di kepalanya, segera ia beranjak menuju kamar kakaknya.

Melewati lorong rumah yang tak seberapa untuk menuju kesana, ada ragu dihatinya namun ia penasaran dengan keadaan sang kakak.

Saat kenop pintu ditarik, terdengar berderit saat didorong perlahan. Suasana tampak gelap gulita tanpa cahaya, Sekar berjalan menuju saklar untuk menyalakan lampu.

Sekar menahan nafas, matanya mencari sang kakak. Namun tak ia temukan keberadaannya, keadaan kamar kosong juga hening.

"Kak..." suaranya lirih, hampir berbisik.

Buru buru Sekar berbalik menghampiri kamar ibunya, untuk menanyakan keberadaan sang kakak. Setelah sampai disana, segera ia ketuk pintu.

"Bu, ibu!" teriak Sekar, memanggil ibunya.

Pintu terbuka dari dalam sang ibu keluar dengan raut kesal,"Sekar, kenapa sih ribut terus? Ibu baru aja mau tidur!" bentak ibu dengan mata yang masih mengantuk.

"Kakak mana, Bu? Bukannya dia mau nikah, kok aku gak lihat, dari tadi" tanya Sekar, menguji ibunya.

"Ada dikamarnya! gimana sih" jawab ibu, marah.

"Gak ada, Bu."

Mendengar jawaban anaknya. Ibu memikirkan cara untuk kembali berkelip," mungkin, kakakmu sedang perawatan untuk pernikahan."

"Ibu, jujur sama aku. Kakak pergi kemana? gak mungkin ada salon yang buka jam sebelas malam," tanya Sekar, dengan pandangan menyelidik.

Karena sudah kepalang basah ketahuan berbohong, lalu ia berucap, "Kakakmu kabur, karena gak mau nikah sama calonnya." lirihnya.

"Astaga! drama macam apa ini, Bu. Ya, sudah. Kalau gitu kita batalin aja pernikahannya," usul Sekar, membuat ibu menjadi berang seketika.

"Enak saja kamu! main batalin saja, ibu udah keluarin uang banyak untuk pernikahan ini! jadi gak bisa main batalin gitu aja!" teriak ibu membuat Sekar menciut seketika.

"Terus, gimana sekarang? kakak 'kan gak ada, siapa yang jadi gantinya?" tanya Sekar.

"Kamu!" ucap ibu, mengambil kedua tangan Sekar dengan raut berubah melas, "mau ya, gantiin kakak kamu."

"Gak mau, Bu. Aku gak bisa," ucap Sekar, gelengkan kepala tanda menolak.

"Ibu...minta tolong, sekali ini aja. Mau ya..." bujuknya, dengan raut melasnya lagi.

Rasanya, Sekar. Ingin tertawa, mendengar ucapan ibunya yang bilang sekali permintaan. Padahal sejak dulu ia sudah jadi tumbal ulah kakaknya itu. Mau menolak pun, rasanya tak akan bisa. Ibunya, selalu memiliki seribu cara untuk ia harus terima.

Dengan berat hati Sekar pun berucap, "ya sudah aku terima. Kalau aku menolak pun tetap gak merubah apapun, aku tetap akan yang jadi pengantinnya."

"Terima kasih, Sekar. Kamu mau terima pernikahan ini. Ibu harap rumah tanggamu nanti langgeng dan bahagia," ucap ibu, sambil memeluk Sekar, dengan raut berubah datar. "Kalau begitu sekarang kamu tidur dulu, istirahat biar besok pas hari-H kamu siap," tambahnya, setelah melepas pelukannya.

----+----+----

Hari pernikahan tiba. Sekar duduk didepan cermin rias dengan raut tegang, bukan karena tak sabar bertemu calon suaminya tapi beban berat dihatinya. Ada ketidakrelaan dihatinya.

"Cantik pisan manglingi. Pasti si aa bakal terpesona melihatnya," puji MUA yang mendandani Sekar.

"Emang dasar nya cantik, didandani kayak gimana juga tetap cantik," ucap MUA yang sedang memasukan alat alat makeup nya kedalam koper khusus bawaannya.

Sekar yang dipuji oleh mereka, hanya bisa tersenyum paksa. Walau dalam hati merasa marah dengan jalan hidupnya, namun dirinya hanya bisa menerima kenyataan yang ada. Mungkin ini takdir hidupnya.

Setelah kepergian dua MUA itu, lalu tak lama pintu terbuka. Terlihat bapak yang mendorong kursi rodanya sendiri, segera Sekar berdiri untuk mengambil alih mendorongnya masuk ke dalam kamar.

"Masyaallah, cantiknya putri bapak," ucap bapak dengan raut harunya.

"Bapak. Maafkan Sekar yang selalu merepotkan bapak, terimakasih atas semua pengorbanan bapa untuk Sekar." ungkap Sekar yang menahan tangis sambil memeluk bapak.

"iya, nak. Bapak juga minta maaf, karena tak bisa melakukan apapun. Jadinya kamu terpaksa harus menikah dengan calon Rara kakakmu," ujar bapa, yang mulai menangis karena terharu ketulusan anaknya itu.

"Gak papa pak, mungkin ini sudah takdir Sekar untuk menikah cepat,"

"Bapak, berdoa semoga pernikahan kalian langgeng dan bahagia selalu saling mencintai juga melengkapi."

"Terima kasih, pak. Semoga doa bapak dikabulkan Allah SWT. Bapak juga harus sehat ya, sekalipun nanti Sekar harus jauh dari bapak lagi ikut suami. Jangan lupa, kalau ada apa-apa hubungi Sekar ya, pak."

"Iya, bapak akan ingat semua pesanmu,"

"Sekar, sayang bapak," ucap Sekar, memeluk bapak lagi

"bapak, juga sayang Sekar."

"Sudah dulu pelukannya, itu sudah ditungguin calon mantu, pak," ucap ibu, yang sudah berdiri di kusen pintu yang terbuka.

"kapan datang, Bu? kok gak kedengaran buka pintu," tanya bapak heran, istrinya yang tiba-tiba muncul.

"Ya, tadi. Pas kalian pelukan kayak mau pergi jauh saja, padahal cuman pindah ke kontrakan kampung sebelah," ejeknya.

"Gak boleh gitu, Bu. Mau jauh atau dekat namanya pindahan tetap berat," ujar bapa, memberi ibu nasihat.

"Ayo pak, kita ke tempat akad nikah." tutur ibu, sambil mendorong kursi roda bapak, pergi ke ruang tamu tempat berlangsungnya proses acara akad nikah.

Beberapa saat kemudian, terdengar kata 'sah' terucap dari orang orang yang menghadiri acara. Tak lama pintu terbuka, munculah keponakan ibu dari kampung sebelah yang datang, Anggun juga Dewi untuk menjemput Sekar keluar karena ikrar nikah sudah selesai diucapkan.

"Sekar, akhirnya kamu nikah juga," ucap Dewi, memeluk Sekar sesaat.

"Iya. Alhamdulillah," balas Sekar, tersenyum paksa.

"Suamimu ganteng, Sekar. Cuman, sayang banget kere," ejeknya, dengan mulut julid.

"ya, gapapa. Nanti, kami berjuang bersama untuk mengangkat taraf hidup,"

"kapan? cuman karyawan pabrik garmen saja gayanya selangit," ucap anggun, yang juga ikut meremehkan.

"Sudah, ayo. Kita ke depan, sudah ditunggu kayaknya," ucap Sekar, menghentikan obrolan dari sepupunya itu.

"Kayaknya ada yang gak sabar pengen ketemu suami kere," ledek anggun yang masih meledeknya.

"Terserah kamu, mau bilang apa juga," ujar Sekar mulai jengah dengan tingkahnya.

"Memang turunan keluarga julid, ya tetap aja julid, gak ibu, gak kakaknya, sampai keponakannya julid nya sudah gak tertolong," gerutu Sekar dalam hati.

Segera Anggun dan Dewi menuntun Sekar ke luar kamar, untuk menuju meja akad. Terlihat banyak pasang mata terpana akan kehadirannya. Apalagi dia yang keseharian hanya polos tampa makeup kini nampak berbeda.

Saat Sekar duduk, disebelah suaminya. Perasaan berdebar, langsung hinggap dihati nya. Apalagi melihat siluet dari samping terlihat hidung mancung, bulu mata lentik juga lebat, bibir tipis, dan rahang tegasnya membuat Sekar semakin tak karuan.

"aslinya, gimana ya? ganteng juga gak," bisik Sekar, dalam hati.

Lalu penghulu segera menyuruh tanda tangan surat nikah, dan langsung segera bertukar cincin. Saat Sekar mendongak untuk melihat wajah lelaki tinggi itu, begitu sangat tampan membuatnya jadi terpesona seketika.

"Ngapain?" tanya Bara, sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Hah?!"

"Terpesona, lihat gue?"

"Buset! cenayang?"

"Bukan, dukun."

"Ya Allah, kang lawak ternyata."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!