"Sekar?"
Bara yang sedang memainkan ponselnya langsung beranjak, mendekati ayah mertuanya yang sudah bangun dari tidurnya. Sekar yang tadi ingin menghampiri bapak langsung terhenti, karena lirikan mata Bara seolah mengatakan,"biar dia yang mengurus kamu lanjutkan," lalu Sekar melanjutkan pekerjaannya kembali.
"Bapak, mau minum?" tanya Bara, bapak mengangguk tanda menyetujui untuk minum.
Segera Bara mengambilkannya yang langsung diminum bapak walau sedikit.
Lalu Sekar menghampiri bapak setelah menyelesaikan pekerjaannya, dan mengambil alih tugas urusan mengurus bapak.
"Mau makan, pak?" tanya Sekar sambil mengambil makanan yang disediakan oleh rumah sakit.
"Enggak," jawab bapak sambil menggelengkan kepalanya tanda menolak.
"Dipaksain, pak. Biar cepat sembuh, mau ya. Sedikit juga gak papa," rayunya sekar.
"Pahit," ucapnya lirih.
"Kan, lagi sakit. Jadi gak ada rasanya."
"Ya Udah."
Setelah mendengar jawaban bapak, Sekar langsung mengambil sendok, lalu menyuapi bapak.
Saat baru dua sendok, bapak melambaikan tangan, tanda menolak,"Udah."
"Gak papa, pak. Yang penting sudah ada yang masuk, meskipun sedikit." ucap Sekar, lalu menyimpan tempat makan kembali ke meja.
Sekar lalu membenarkan selimut bapak, yang tersingkap sedikit.
Beberapa saat, terjadi keheningan didalam ruangan, hanya terdengar ponsel Bara yang sedang bermain game layar miring.
"Ibu?" tanya bapak, celingukan melihat sekitar.
"Oh, tadi keluar sama kak Rara. Tapi, kenapa belum juga balik, kesini?" gumam Sekar, yang masih didengar bapak.
"Ibu?"
"Mau dipanggil?" tawar Sekar.
"Boleh."
Saat Sekar akan beranjak bangun dari duduknya, tiba tiba pintu dibuka dari luar. Terlihat ibu yang baru datang.
"Darimana, Bu?"
"Kantin, nemenin Rara makan, pak."
"Sekarang, kemana?" tanya bapak, karena melihat istrinya yang datang sendiri.
"Udah pergi, dijemput temennya."
"Udah dikasih duit, langsung kabur pergi. Parah banget, bapak. Anakmu meres ibu kayak sapi perah," gerutu ibu dalam hati.
Hari berganti, tak terasa sudah seminggu dirumah sakit, dan perkembangan bapak menunjukkan signifikan. Akhirnya hari ini sudah diperbolehkan pulang.
Bara sudah menyuruh sopir keluarga untuk mengantarkan mertuanya sampai dirumah. Ibu mertua yang ikut pulang, cukup heran melihat mobil yang mengantarkan mereka. Begitu mewah yang pintunya dibuka dari samping, apalagi tempatnya nyaman juga dilengkapi layar untuk menonton dikala bosan.
Sudah seperti macam artis-artis yang diantar sopir pribadi saja. Ibu yang suka berlangganan taksi online, tak seperti ini atau ia tak jeli saat memilih mobil yang dipesan.
Demi menjawab rasa penasarannya, lekas ibu bertanya kepada anaknya,"Sekar, ini mobil siapa?"
Sekar yang tadi hampir terlelap, karena rasa nyaman. Kembali duduk tegap, Sekar dengan mata kerlap-kerlip karena mengantuk, hanya bisa bertanya, takut salah jawab, "apa, Bu?"
"Ini mobil, siapa?"
"Mas bara," jawab Sekar keceplosan.
"Hah!! Bara." teriak ibu, membuat Sekar langsung tersadar salah berucap.
"Bukan. Maksudnya, taksi online yang dipesan mas Bara, gitu," sangkal Sekar, mengigit bibirnya, takut ibu tak percaya ucapnya.
"Bener juga, kamu. Gak mungkinlah Bara punya mobil gini, uang darimana dia? kerjaannya juga, cuman karyawan pabrik, mustahil," cibir ibu, merendahkan.
Mendengar ucapan ibu, barulah Sekar bernapas lega. Meskipun terkesan meremehkan sang suami, tapi ia tahan untuk julid memaki ibunya.
"Sabar, Sekar. Akan ada saatnya nanti, kita bungkam mulut orang- orang yang merendahkan," ucap Sekar dalam hati.
Saat melihat ke arah depan, pandangan matanya, bertemu tatap dengan Bara. Ia hanya meringis meminta maaf, atas kelakuan ibunya.
Butuh waktu satu jam diperjalanan, akhirnya sampai juga di rumah. Bara langsung sigap membantu memapah Bapak, dibantu supir yang setia menolongnya. Membawa bapak ke kamarnya untuk ditidurkan, setelah selesai dengan tugasnya. Mereka melangkah untuk mengantar sopir pulang.
"Pak, terima kasih sudah mau saya repotkan," ucap tulus Bara kepada sopirnya.
"Gak papa, mas Bara. Sudah tugas, saya," jawab sopir sopan.
"Saya minta, tolong. Rahasiakan dari opa. Biar nanti saya bicara sendiri."
"Siap, mas Bara. Tenang saja, ngomong-ngomong istrinya ayu tenan, sopan lagi," puji sopirnya.
"Ya, yang penting jangan diambil istri saya, nya," ucap Bara bercanda.
"Mas, gak diajak minum dulu, bapak nya?" tanya Sekar, kepada suaminya saat menghampiri mereka diteras.
"Gak perlu, non. Saya langsung pulang saja. Kalau gitu, saya permisi dulu non, tuan," pamit sopir yang bernama mang Ujang, langsung berlalu pergi.
Melihat mobil meninggalkan pekarangan rumah, Sekar langsung menghadap suaminya,"Mas, saya minta maaf, atas ucapan ibu didalam mobil, tadi."
"Tenang aja, aman, kok."
"Tapi, aku, enggak enak."
"Enakin, aja."
"Ngomong nya, mas"
"Kenapa? mau."
"Enggak, lah," sangkal Sekar, mengalihkan pandangan, menutupi pipi yang memerah.
Sekar ini, sudah jelas bahwa ia terkena tembak gombalan. Masih saja berkilah, tak tau saja bahwa Bara juga malah ke baperan sendiri karena ucapannya.
"Sekar, saya nanti malam ada urusan sama Supri." ijinnya
"Mau, kemana mas?"
"Ada lah."
"Kalau gitu, aku nginep disini aja."
"Iya, gue khawatir. Kalau lo dirumah sendiri."
Lalu mereka berjalan menuju rumah, langsung duduk diruang tamu, tak lama ibu datang menghampiri.
"Bu, aku mau nginep disini."
"Kenapa tiba-tiba?"
"Mas Bara ada urusan, katanya."
"Halah, urusan apa? kamu cuman karyawan pabrik garmen aja, gaya selangit." cibir ibu lagi, merendahkan Bara.
"Udah, Bu. Mending ibu tidur aja, pasti capek kan jaga dirumah sakit."
"Kamu bener juga, meskipun tadi di mobil nyaman tidur. Tapi tetap beda sama tidur di kasur, sekarang ibu mau tidur saja. Sekar nanti masak, ya. Mumpung ada disini."
"Tenang aja, Bu. Urusan itu biar aku yang handle," ucap Sekar, sambil menyeret ibunya pelan untuk segera ke kamar. Setelah itu, dia langsung kembali untuk menemani suaminya duduk.
----+----+----
"Loh mas bar... Trisno," ucap Bu Ani kaget, dikira yang mengendarai motor Bara ternyata tetangga.
"Apa, Bu?" tanya Trisno, membuka helm.
"Kenapa mas Bara jadi abu abu, gini? kan harusnya ganteng putih."
Tadinya Bu Ani seneng, karena ternyata Bara pulang. Gantengnya bikin ia yang sedang mumet langsung berbunga-bunga bahagia. Meskipun sudah punya suami tetap saja senang lihat yang bening-bening bening.
"Sekata-kata, Bu. Saya bukan abu-abu, tapi hitam manis. Banyak yang suka, malah ngantri jadi pasangan," pedenya selangit padahal aslinya gak ada.
"Moso?"
"Iya lah, Bu," ucap Trisno, menyisir rambutnya kebelakang.
"Halu!!"
"Ye, si ibu, malah bikin mental ancur, aja," ujar Trisno sambil berlalu pergi ke dalam rumah.
"Hih! ambekan, kayak cewek."
Tak lama Sutrisno keluar dari rumah, sambil membawa ember dan lap membuat Bu Ani jadi penasaran melihatnya.
"Ngapain bawa gituan?" tanyanya pada Sutrisno, sambil melongok melihat isi dalam ember.
"Mau nyuci si ganteng milik mas Bara, lah."
"Memang kemana orangnya? kok motornya dibawa kamu?"
"Mas Bara, jemput mertuanya pulang. Jadi dia titip di saya."
"Nanti kesini lagi gak? atau nginep."
"Enggak, kayaknya. Soalnya mas Bara titip istrinya dirumah mertua. Karena ada urusan sama saya."
"Ngapain? kayak orang penting aja pake urusan segala."
"Nyari cewek buat saya. Kan pengen nikah juga, kayak Mas Bara," ucap Trisno, sambil mencuci motornya.
"Paling demit yang nyantol," celetuk Bu Ani.
Trisno mendelik mendengarnya,"gitu banget, sama saya." ucapnya manyun.
"Udah, jangan cemberut gitu. Kayak bebek mampang."
"Lambe mu!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments